21 Juli 2008

Peran Eksekutif Membasmi Korupsi

BAB I
PENDAHULUAN

Perang terhadap korupsi merupakan fokus yang sangat signifikan dalam suatu negara berdasarkan hukum, bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan. Salah satu unsur yang sangat penting dari penegakan hukum dalam suatu negara adalah perang terhadap korupsi, karena korupsi merupakan penyakit kanker yang imun, meluas, permanen dan merusak semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk perekonomian serta penataan ruang wilayah .
Di Indonesia Korupsi dikenal dengan istilah KKN singkatan dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi sudah menjadi wabah penyakit yang menular di setiap aparat negara dari tingkat yang paling rendah hingga tingkatan yang paling tinggi. Korupsi secara sederhana dapat diartikan sebagai penggunaan fasiltas publik untuk kepentingan pribadi dengan cara melawan hokum.
Berdasakan laporan tahunan dari lembaga internasional ternama, Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang bermarkas di Hongkong, Indonesia adalah negara yang terkorup nomor tiga di dunia dalam hasil surveinya tahun 2001 bersama dengan Uganda. Indonesia juga terkorup nomor 4 pada tahun 2002 bersama dengan Kenya. Sedangkan Pada tahun 2005 PERC mengemukakan bahwa Indonesia masih menjadi negara terkorup di dunia. Transparansi Internasional menempatkan Indonesia sebagai negara sepuluh besar yang terkorup didunia dalam hasil surveynya.
Korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru dan menjadi endemik yang sangat lama semenjak pemerintahan Suharto dari tahun 1965 hingga tahun 1997. Penyebab utamanya karena gaji pegawai negeri dibawah standar hidup sehari-hari dan sistem pengawasan yang lemah. Secara sistematik telah diciptakan suatu kondisi, baik disadari atau tidak dimana gaji satu bulan hanya cukup untuk satu atau dua minggu. Disamping lemahnya sistem pengawasan yang ada memberi kesempatan untuk melakukan korupsi. Sehingga hal ini mendorong para pegawai negeri untuk mencari tambahan dengan memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi walau dengan cara melawan hukum.
Selain itu, sistem peradilan pidana Indonesia tidak berjalan efektif untuk memerangi korupsi. Sehingga pelaku korupsi terbebas dari jeratan hukum. Menurut Bank Dunia bahwa korupsi di Indonesia terjadi dimana-mana di berbagai level golongan pegawai negeri sipil, tentara, polisi dan politisi bahkan sudah melanda beberapa kelembagaan seperti Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya bertugas untuk memberantas korupsi.
Kejadian tersebut di atas menyebabkan protes dan penolakan dari masyarakat luas terhadap pemerintahan Suharto maupun para penggantinya. Adanya korupsi dimana-mana dan timbulnya perasaan jengkel karena keadilan yang dinantikan masyarakat tak kunjung tiba, ditambah lagi keadaan ekonomi rakyat kian parah. Indonesia Corruption Watch mengemukakan bahwa hal tersebut di atas menghasilkan krisis ekonomi di Indonesia yang berujung dengan kejatuhan rezim Suharto.
Reformasi nasional tahun 1998 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Suharto pada bulan Mei 1998 tidak serta merta mengeliminasi korupsi. Walaupun Presiden berikutnya setelah era Suharto berjanji untuk memerangi korupsi tetapi hanya sedikit sekali kemajuan yang dicapai untuk memerangi korupsi. Bahkan para presiden pengganti Suharto telah tercemari skandal korupsi seperti pengumpulan dana politik secara melawan hukum. Banyak para pejabat negara telah terlibat dalam skandal korupsi termasuk para pejabat tinggi negara, petinggi Golkar, anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

BAB II
EKSEKUTIF VS KORUPSI

Dalam kampanye pemilihan Presiden pada tahun 2004 yang lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusung dan berjanji untuk memerangi korupsi sebagai tujuan utamanya. Jawaban untuk memerangi korupsi merupakan harapan seluruh bangsa Indonesia minus koruptor. Hal inilah yang menarik pemilih untuk memilihnya dan berhasil mengalahkan Megawati.
Sebelumnya telah di bentuk Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk memerangi korupsi sekaligus untuk menjawab tantangan ketidak berdayaan sistem peradilan pidana di Indonesia. KPK secara resmi dibentuk dengan adanya UU. Nomor 30 tahun 2002 dan setelah terpilihnya pimpinan dan Ketua KPK pada tanggal 16 Desember 2003. Sebelum kita membahas peranan eksekutif dalam memerangi korupsi di Indonesia, kita akan bahas dulu kondisi pemerintahan di Indonesia
A. Pengertian Eksekutif
Di bawah doktrin pemisahan kekuasaan, eksekutif adalah cabang pemerintahan bertanggung jawab mengimplementasikan, atau menjalankan hukum. Figur paling senior secara de facto dalam sebuah eksekutif merujuk sebagai kepala pemerintahan. Eksekutif dapat merujuk kepada administrasi, dalam sistem presidensiil, atau sebagai pemerintah, dalam sistem parlementer. Jadi di Indonesia yang dimaksud dengan eksekutif yaitu pemerintah.
B. Pengertian Pemerintah dan Pemerintahan
Pemerintahan sebagai sekumpulan orang-orang yang mengelola kewenangan-kewenangan, melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan serta pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga dimana mereka ditempatkan.
Pemerintahan merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat dan negara.
Government dari bahasa Inggris dan Gouvernment dari bahasa Perancis yang keduanya berasal dari bahasa Latin, yaitu Gubernaculum, yang berarti kemudi, tetapi diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Pemerintah atau Pemerintahan dan terkadang juga menjadi Penguasa.
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam arti sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif. (C.F. Strong)
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan Negara sendiri; jadi tidak diartikan sebagai Pemerintah yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya.
Pemerintahan adalah lembaga atau badan public yang mempunyai fungsi dan tujuan Negara, sedangkan pemerintahan adalah lembaga atau badan-badan publik dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan Negara

C. Peran eksekutif (pemerintah) Memerangi Korupsi
Bagaimana peran pemerintah dalam penerapan keterbukaan untuk mencegah korupsi? Kehadiran keterbukaan itu tentunya tidak menghilangkan peran pemerintah, sebaliknya sangat membutuhkan peran pemerintah. peran pemerintah yang dibutuhkan adalah sebagai forum untuk menetapkan rule of the game atau aturan dan sebagai wasit yang menafsirkan dan menegakkan (enforce) dari rule of the game yang sudah ditetapkan. Sebab pilihan penerapan keterbukaan yang demikian itu hanya berfungsi, bila ada kerangka hukum yang mendasarinya.
Atas dasar ini, pemerintah membuat aturan keterbukaan untuk mencegah korupsi, sekaligus menjadi dukungan untuk memerangi korupsi sebagaimana tekad pemerintah yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan harapan penerapan aturan keterbukaan itu dapat menghentikan atau setidaknya mengurangi money politics, abuse of power, peluang melakukan markup anggaran. Sebab dengan
diterapkan aturan keterbukaan itu akan membuat jalannya kontrol publik yang kuat yang dapat berfungsi mencegah korupsi. Seiring dengan hal itu, sangat baik untuk dipahami ungkapan yang pernah diungkapkan Barry A.K. Rider “sun light is the best disinfectant and electric light the policeman.” Dengan perkataan lain, lebih lanjut Rider mengatakan bahwa “more disclosure will inevitably discourage wrong doing and abuse
Apabila dalam Corruption Index Perception 2007 yang dikeluarkan oleh Tranparency International, Indonesia berada dalam peringkat peringkat-peringkat paling bawah dari 146 di antara Negara terkorup di dunia, maka memasuki tahun 2008 kita harus mempunyai upaya yang kuat dan bermakna untuk menepis kekhawatiran tingkat korupsi di Indonesia. Tanpa itu, persepsi negatif terhadap Indonesia dimata bangsanya sendiri dan luar negeri akan semakin bertambah, pada gilirannya korupsi sebagai hidden enemy akan tetap menjadi kenyataan pahit yang tidak dapat lagi dihindarkan. Akibatnya, negeri ini akan menjadi semakin terpuruk Mengapa ? Karena sebagaimana diamati Phylis Dinino dan Sahr Jon Kpundeh, korupsi dapat menimbulkan kerugian yang besar di berbagai sektor. Dalam bidang politik, korupsi mengikis demokrasi dan good governance dengan menghancurkan proses formal. korupsi dalam pemilihan badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan representasi sebuah pembuatan kebijakan. korupsi di pengadilan menghambat kepastian hukum dan korupsi di dalam administrasi pemerintahan mengakibatkan timbulnya pelayanan yang berbeda dan cenderung tidak adil.
Secara umum korupsi mengikis kapasitas institusi pemerintahan karena prosedur tidak dipedulikan, sumber daya yang ada dimanipulasi, dan pejabat diangkat atau dipromosikan tidak berdasarkan kemampuannya. Sehingga korupsi mengikis legitimasi pemerintahan, menghambat pembangunan infrastruktur, menimbulkan tekanan keuangan pemerintah dan menghancurkan nilai-nilai demokratis kepercayaan dan toleransi.
Oleh karena itu, disamping memperkuat penegakan hukum pemberantasan korupsi, perlu pula menerapkan upaya preventif dalam pemberantasan korupsi itu. Pendekatan alternatif yang ditawarkan adalah menerapkan aturan keterbukaan (sunshine regulation). Di sini keterbukaan menjadi langkah preventif untuk mencegah korupsi. Upaya yang perlu dibangun dalam penerapan keterbukaan itu adalah membuat system berkenaan dengan birokrasi atau politik dan pasar uang lehih transparan dan akuntabel. Dengan ini tentunya harus dibuat aturan keterbukaan dalam sistem anggaran, perizinan, dan kepegawaian yang ada dalam birokrasi.
Sedangkan dalam perbankan misalnya, perlu membuat pengaturan keterbukaan bank sebagai langkah preventif pemberantasan korupsi. Hal ini sejalan pengamatan Robin Hoddes, korupsi tidaklah selalu dalam bentuk uang tunai melainkan lebih banyak menggunakan transfer uang dari satu pihak ke pihak lainnya dengan melibatkan lembaga keuangan seperti bank. Dengan pendekatan keterbukaan bank itu dapat lebih jauh efektif mengingat alur peredaran uang lebih mudah dideteksi.
Tidak kalah pula pentingnya penerapan keterbukaan untuk memberantas korupsi di bidang politik. Karena koprupsi di bidang politik tidak hanya mengancam dan menghambat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menghancurkan moral para pembuat kebijakan dan mengikis nilai-nilai demokrasi yang sedang kita bangun. Dengan menerapkan keterbukaan itu akan memberikan dua fungsi utama yang sangat penting yaitu akuntansi dan akuntabilitas yang berfungsi sebagai tindakan pencegahan dan alat monitoring dalam memerangi korupsi. Fungsi akuntansi dapat memberikan laporan tentang uang yang masuk dan yang dikeluarkan oleh sebuah partai politik atau seorang pejabat publik. Sedangkan fungsi akuntabilitas adalah pemaparan laporan tadi kepada masyarakat sehingga masyarakat mendapat informasi yang cukup dalam memilih partai politik atau seorang yang akan menempati sebuah jabatan publik. Secara umum ada empat fungsi dari keterbukaan dalam politik tersebut.
Pertama, kemampuan untuk dapat mendeteksi jalur uang. Keterbukaan adalah basis dari semua peraturan tentang kampanye dan partai politik. Tanpa prinsip keterbukaan maka akan sulit untuk menentukan ketentuan mengenai batasan dan larangan. Kemampuan untuk mendeteksi jalur uang atau membangun suatu jejak audit (audit trail) adalah pertahanan pertama dalam melawan terhadap ketidakteraturan sistem dan dapat mempunyai suatu dampak pada demokrasi dan pemerintahan.
Kedua, keterbukaan sebagai tindakan pencegahan. Keterbukaan dapat berfungsi untuk memonitor dan mengungkapkan informasi yang dapat membantu menutup celah antara bisnis dan politik. Dengan adanya keterbukaan maka akan terbentuk sebuah komunitas pengawas dan media yang memberikan analisa tentang keuangan politis dan menciptakan masyarakat yang lebih terdidik dengan pengungkapan “nama dan perilaku buruk” dari para calon pejabat publik maupun yang sudah terpilih serta para partai politik. Keterbukaan juga menjadi tanda peringatan bagi para pejabat publik dan partai politik agar bertindak untuk kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi.
Ketiga, keterbukaan merupakan tindakan yang tidak terlalu menimbulkan polemik. Adanya prinsip Keterbukaan bukanlah serta merta menjadikannya efektif sebagai mekanisme control untuk batasan atau larangan money politics, tetapi hal ini merupakan suatu perubahan yang relatif lebih mudah diterima dan didukung oleh para pejabat publik dan partai politik. Hal ini terbukti dari pengalaman di beberapa negara yang telah meloloskan hukum mengenai keterbukaan aset sebagai suatu metoda tidak langsung untuk memerangi penyalahgunaan uang dalam politik. Keterbukaan Asset dimulai dari tataran etika dan individual ( yaitu mengungkapkan tentang apa yang dimiliki dan hutang dari para pejabat publik), yang kemudian dapat diperluas ke tingkat lembaga. Hukum mengenai keterbukaan asset menyediakan suatu indikasi yang bermanfaat untuk kesiapan suatu negara untuk membuat format lain mengenai penyingkapan keuangan dalam politik.
Keempat, keterbukaan membangun kepercayaan terhadap proses demokrasi. Di dalam prinsip demokrasi, yang mendasari prinsip keterbukaan adalah bahwa semakin transparan dan terbuka pembiayaan kegiatan publik dan politik dalam suatu negara maka masyarakat dari negara tersebut akan semakin percaya pada pemerintah. Metoda pembiayaan proses pemilihan yang dirahasiakan atau disembunyikan akan menimbulkan sikap skeptis dan sifat sinis dari masyarakat terhadap politik demokratis.
D. Desentralisasi dan korupsi di Indonesia
Sejak tahun 2002 lalu telah terjadi gelombang pengungkapan kasus dugaan korupsi DPRD di berbagai daerah berawal dari maraknya pemberitaan tentang korupsi DPRD propinsi Sumatera Barat dan menjalar ke berbagai wilayah lain seperti Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Lampung dan kemudian hampir merata di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Belakangan kecenderungan korupsi oleh pihak eksekutif di daerah semakin meningkat dengan tajam.
Fenomena pengungkapan dugaan korupsi dalam jumlah dan cakupan wilayah sebesar ini belum pernah terjadi di Indonesia sebelumnya. Adalah penting bagi Indonesia untuk mengambil kesempatan guna mendapatkan beberapa pembelajaran dari fakta maraknya pengungkapan kasus dugaan korupsi di tingkat lokal: faktor apa yang mendorong pengungkapan korupsi di tingkat lokal? Siapa yang berperan penting dalam melakukan pengungkapan korupsi dan apa saja upaya yang sudah mereka lakukan? Faktor apa yang mendukung aktor tersebut dalam mendorong upaya penyelesaian kasus korupsi? Berbagai pertanyaan tersebut dirumuskan dalam 3 tujuan penelitian yaitu: i) untuk mendokumentasikan dinamika para pelaku di tingkat lokal dalam mendorong penyelesaian kasus dugaan korupsi; ii) untuk mengidentifikasi modus operandi korupsi serta aksi dan strategi aktor pendorong penyelesaian kasus korupsi dan, iii) untuk mengidentifikasi peluang keberhasilan dan kegagalan penanganan kasus korupsi di tingkat lokal.
Peluang dan modus operandi korupsi pemerintahan di tingkat lokal. Desentralisasi membawa implikasi pada terjadinya pergeseran relasi kekuasaan pusat – daerah dan antar lembaga di daerah. Berbagai perubahan membuka peluang maraknya ‘money politics’ oleh kepala daerah untuk memperoleh dan mempertahankan dukungan dari legislatif, pemanfaatan berbagai sumber pembiayaan oleh anggota legislatif sebagai setoran bagi partai politik serta – yang paling umum, adalah keinginan untuk memperkaya diri sendiri. Peluang korupsi semakin terbuka dengan adanya perbedaan/inkonsistensi peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah, ‘kerjasama’ antara legislatif dan eksekutif serta minimnya porsi partisipasi dan pengawasan publik. Sebenarnya, tidak ada yang terlalu baru dalam modus operandi korupsi pemerintahan daerah.

BAB III
KESIMPULAN

1. Di Indonesia Korupsi dikenal dengan istilah KKN singkatan dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi sudah menjadi wabah penyakit yang menular di setiap aparat negara dari tingkat yang paling rendah hingga tingkatan yang paling tinggi. Korupsi secara sederhana dapat diartikan sebagai penggunaan fasiltas publik untuk kepentingan pribadi dengan cara melawan hokum
2. Korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru dan menjadi endemik yang sangat lama semenjak pemerintahan Suharto dari tahun 1965 hingga tahun 1997. Penyebab utamanya karena gaji pegawai negeri dibawah standar hidup sehari-hari dan sistem pengawasan yang lemah.
3. Reformasi nasional tahun 1998 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Suharto pada bulan Mei 1998 tidak serta merta mengeliminasi korupsi. Walaupun Presiden berikutnya setelah era Suharto berjanji untuk memerangi korupsi tetapi hanya sedikit sekali kemajuan yang dicapai untuk memerangi korupsi.
4. KPK secara resmi dibentuk dengan adanya UU. Nomor 30 tahun 2002 dan setelah terpilihnya pimpinan dan Ketua KPK pada tanggal 16 Desember 2003.
5. Eksekutif adalah cabang pemerintahan bertanggung jawab mengimplementasikan, atau menjalankan hukum. Figur paling senior secara de facto dalam sebuah eksekutif merujuk sebagai kepala pemerintahan. Eksekutif dapat merujuk kepada administrasi, dalam sistem presidensiil, atau sebagai pemerintah.
6. Pemerintahan sebagai sekumpulan orang-orang yang mengelola kewenangan-kewenangan, melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan serta pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga dimana mereka ditempatkan.
Pemerintahan merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat dan negara.
7. Pemerintah membuat aturan keterbukaan untuk mencegah korupsi, sekaligus menjadi dukungan untuk memerangi korupsi sebagaimana tekad pemerintah yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan harapan penerapan aturan keterbukaan itu dapat menghentikan atau setidaknya mengurangi money politics, abuse of power, dan peluang melakukan markup anggaran.
8. Menurut Bank Dunia bahwa korupsi di Indonesia terjadi dimana-mana di berbagai level golongan pegawai negeri sipil, tentara, polisi dan politisi bahkan sudah melanda beberapa kelembagaan seperti Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya bertugas untuk memberantas korupsi.
9. Keterbukaan adalah basis dari semua peraturan tentang kampanye dan partai politik. Tanpa prinsip keterbukaan maka akan sulit untuk menentukan ketentuan mengenai batasan dan larangan.
10. Sejak tahun 2002 lalu telah terjadi gelombang pengungkapan kasus dugaan korupsi DPRD di berbagai daerah berawal dari maraknya pemberitaan tentang korupsi DPRD propinsi Sumatera Barat dan menjalar ke berbagai wilayah lain seperti Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Lampung dan kemudian hampir merata di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Belakangan kecenderungan korupsi oleh pihak eksekutif di daerah semakin meningkat dengan tajam.

DAFTAR PUSTAKA

http://bismarnasty.files.wordpress.com/2007/06/mencegah-korupsi-dengan-keterbukaan.pdf
http://io.ppi-jepang.org/article.php?edition=7
http://www.transparansi.or.id/?pilih=lihatkolom&id=67
Koran online :
Antara, Desember 2005, http://www.antara.co.id/
Camdessus, Michel. 1999. Good Governance: The IMF’s Role. http://www.imf.org/
Jawa Pos, 12 Februari 2006, http://www.jawapos.com/
Kompas, 18 Januari 2006, http://www.kompas.com/
Media Indonesia, 10 Januari 2006, http://www.mediaindo.co.id
Republika, 9 Desember 2005 http://www.republika.co.id
Sriwijaya Post, 3 Januari 2005, http://www.indomedia.com
StraitTimes, 26 Agustus 2000, http://www.straitstime.asial.com.sg/

Tidak ada komentar: