22 April 2009

Hukum Rokok




Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum merokok menurut syari’at, berikut dalil-dalil yang mengharamkannya?

Jawaban
Merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah serta i’tibar (logika) yang benar.

Dalil dari Al-Qur’an adalah firmanNya.

“Artinya : Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” [Al-Baqarah : 195]

Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu.

Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat tersebut adalah bahwa merokok termasuk perbuatan mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.

Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah hadits yang berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara shahih bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi, bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasiannya kepada hal yang tidak bermanfaat bahkan pengalokasian kepada hal yang di dalamnya terdapat kemudharatan.

Dalil dari As-Sunnah yang lainnya, sebagaimana hadits-hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi.

“Artinya : Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak oleh membahayakan (orang lain)” [Hadits Riwayat Ibnu Majah, kitab Al-Ahkam 2340]

Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari’at, baik bahayanya terhadap badan, akal ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula, bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.

Adapun dalil dari i’tibar (logika) yang benar, yang menunjukkan keharaman merokok adalah karena (dengan perbuatannya itu) si perokok mencampakkan dirinya sendiri ke dalam hal yang menimbulkan hal yang berbahaya, rasa cemas dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentunya tidak rela hal itu terjadi terhadap dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisi dan demikian sesak dada si perokok, bila dirinya tidak menghisapnya. Alangkah berat dirinya berpuasa dan melakukan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu meghalangi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang yang shalih karena tidak mungkin mereka membiarkan rokok mengepul di hadapan mereka. Karenanya, anda akan melihat dirinya demikian tidak karuan bila duduk-duduk bersama mereka dan berinteraksi dengan mereka.

Semua i’tibar tersebut menunjukkan bahwa merokok adalah diharamkan hukumnya. Karena itu, nasehat saya buat saudaraku kaum muslimin yang didera oleh kebiasaan menghisapnya agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalakannya sebab di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah serta megharap pahalaNya dan menghindari siksaanNya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkannya tersebut.

Jika ada orang yang berkilah, “Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam Kitabullah ataupun Sunnah RasulNya perihal haramnya merokok itu sendiri”.

Jawaban atas statemen ini, bahwa nash-nash Kitabullah dan As-Sunnah terdiri dari dua jenis.

[1]. Satu jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah di mana mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga Hari Kiamat.

[2]. Satu jenis lagi yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada sesuatu itu sendiri secara langsung.

Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Al-Qur’an dan dua buah hadits yang telah kami singgung di atas yang menujukkan secara umum keharaman merokok sekalipun tidak secara langsung diarahkan kepadanya.

Sedangkan untuk contoh jenis kedua adalah firmanNya.

“Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah” [Al-Maidah : 3]

Dan firmanNya.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesunguhnya (meminum) khamr, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu” [Al-Ma’idah : 90]

Jadi, baik nash-nash tersebut termasuk ke dalam jenis pertama atau jenis kedua, maka ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pendalilan mengindikasikan hal itu.

[Program Nur Alad Darb, dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]

Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/263/slash/0

Sumber: http://banabakery.wordpress.com

Buatlah Bunda Tertawa

Saat kita masih dalam buaian, dengan bersimbah keringat dan badan pegal-pegal, ibu bisa berjam-jam menggendong kita hanya agar jerit tangis terhenti, agar membias senyuman indah di bibir kita. Kala itu, rasa pegal-pegal di bagian punggungnya atau rasa sakit di pinggang dan lehernya, sudah tidak dirasakan lagi. Senyuman kita, bagi seorang ibu, adalah hadiah mahal yang mau dia bayar dengan apapun juga.

Saat usia sudah mulai menggerogoti kekuatan fisik seorang ibu, teronggaklah dia menjadi orang tua yang serba pasrah menerima segalanya. Ia hanya terus berharap, agar segala upayanya selama ini tidak sia-sia. Agar anaknya bisa hidup berbahagia lebih beruntung dari dirinya. Meski demikian, tali kasih itu ternyata tidak pernah terputus. Dengan merangkak pun dia siap, untuk mendatangi kediaman anaknya yang amat jauh, demi berkesempatan melihat wajah anaknya yang ceria, demi memastikan bahwa anaknya itu masih baik-baik saja.

Dengan realitas itu seorang anak harus sedikit tahu diri. Ia sudah sepatutnya bekerja keras untuk dapat membahagiakan orang tuanya, terutama sang ibu, sebagaimana ibunya telah berusaha membahagiakannya. Seorang ibu mungkin tidak pernah mengharapkan apa-apa. Namun lubuk hatinya, teramat membutuhkan siraman kebahagiaan melalui tawa dan canda.

“Abdulah bin Amru, suatu hari datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalla. Isa berkata, ‘Duhai Rasulullah! Aku sangat ingin berhijrah bersamamu. Namun tadi, aku meninggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis. Apa yang harus kulakukan’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Pulanglah. Buatlah mereka tertawa, sebagaimana engkau telah membuatnya menangis.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya II: 63, Abu Dawud II: 17, Ibnu Majah II: 930, dan Ahmad I: 160)

Berupayalah untuk membuat sang ibu tertawa bahagia. Umumnya, pekerjaan itu hanya membutuhkan secercah keikhlasan. Sepucuk surat yang memuat doa hangat, sapaan santun dan sedikit basa-basi menceritakan kabar-kabar terkini sang anak, sudah cukup untuk membuat ibu menyunggingkan senyuman,bahkan terkadang, memaksanya meneteskan airmata naru.

Berupayalah untuk membuat sang ibu tertawa berbahagia. Bisa jadi, terkadang kita harus merelakan biaya cukup besar dikuras dari kantong kita, hanya untuk bisa berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, waktu berjam-jam mungkin malah berhari-hari, harus kita habiskan di perjalanan menuju kediamannya. Tapi sadarlah, bahwa kebahagiaan sang ibu adalah kebahagiaan kita juga. Sebesar apapun biaya itu tetap tak ada nilainya, bila dibandingkan doa tulus yang keluar dari mulutnya, ‘Mudah-mudahan, kamu murah rezeki.’

Duhg, dentuman keras seperti membelah jantung, saat kita sadar, bahwa doa itu keluar dari mulut wanita agung yang bukan lebih berkecukupan dibandingkan kita, yang selayaknya doa itu diperuntukkan bagi dirinya sendiri, atau justru keluar dari mulut kita untuk si ibu yang terkasih. Tapi, tampaknya luapan kasihnya yang tidak terbentung, membuatnya mampu untuk lebnih enteng mengucapkan doa mulia tersebut, ketimbang kita…

Berupayalah untuk membuat sang ibu tersenyum bahagia. Di hari-hari tua itu mereka akan sangat membutuhkan hiburan kita.

Surat untuk Ibu:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ibunda. Maafkan kami, bila kurang mengisi hari-harimu dengan tawa.

Maafkan kami, bila kurang mampu membuatmu berbagahagia.

Bahkan kamipun tahu, banyak tindakan dan ucapan kami yang telah membuat hatimu terluka. Demi Allah, kami menyesali semuaitu. Tertawalah bunda, agar hari-hari kamipun menjadi semakin ceria..

16 April 2009

Tafsir Surat al-Lahab

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam surat Al-Lahab terdapat bukti-bukti yang sangat banyak dan jelas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas kebenaran. Beliau tidak mengajak demi mendapatkan kekuasaan, kehormatan dan jabatan di kalangan kaummnya. Dalam mensikapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para paman beliau terbagi menjadi tiga kelompok.
[a]. Kelompok yang beriman, berjihad bersama beliau dan tunduk kepada Allah Rabb sekalian alam.
[b]. Kelompok yang mendukung dan menolong beliau, namun tetap kafir.
[c]. Kelompok yang ingkar dan berpaling. Mereka ini kafir terhadap agama beliau.
BAB II
TAFSIR SURAT AL-LAHAB
1. binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa.
2. tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
3. kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
4. dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
5. yang di lehernya ada tali dari sabut.
Abu Lahab adalah paman dari Nabi Muhammad sendiri, saudara dari ayah beliau. Nam kecilnya Abdul ‘Uzza. Sebagaimana kita tahu, Uzza adalah nama sebuah berhala yang di puja orang Quraisy.
Seperti yang dijelaskan tadi bahwa dalam mensikapi Rasulullah para Pamannya terpecah menjadi 3 kelompok.
Adapun kelompok pertama, seperti Al-Abbas bin Abdul Muthalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Hamzah lebih afdhal dari pada Abbas, karena beliau dijuluki sebagai syuhada yang terbaik disisi Allah Azza wa Jalla, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya gelar asadullah dan asudarasuluhu (singa Allah dan rasulNya). Beliau terbunuh pada perang Uhud di tahun kedua hijrah.
Adapun yang mendukung serta menolong tetapi masih tetap dalam kekafiran, seperti Abu Thalib. Dia telah bersikap baik kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta membela dan mendukung beliau, namun –wal ‘iyaadzu billah- Allah telah menentukan adzab untuknya, tidak memeluk agama Islam sampai akhir hayatnya. Di detik-detik akhir kehidupannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya masuk Islam tetapi ia tetap enggan dan meninggal dengan pernyataannya bahwa ia berada di atas agamanya Abdul Muthalib. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memintanya syafaat untuknya (untuk meringankan adzab) hingga diadzab di naar dengan cara dipakaikan sandal lalu menggelegak isi otaknya.
Ketiga yaitu yang ingkar dan berpaling, seperti Abu Lahab. Allah menurunkan satu surat penuh, yang dibaca di dalam shalat wajib dan sunnah, shalt sir (yang bacaannya pelan) dan jahar (yang bacaannya terang) diberi pahala orang yang membacanya, setiap huruf sepuluh kebaikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa” [Al-Lahab : 1] Ini merupakan bantahan terhadap Abu Lahab, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka ke jalan Allah, mengingatkan dan memberi mereka kabar gembira. Berkata Abu Lahab : “Celakalah engkau! Hanya untuk inikah engkau kumpulkan kami? Perkataan “hanya untuk inikah engkau kumpulkan kami” adalah untuk meremehkan. Artinya, ini adalah perkara sepele, sehingga tidak perlu mengumpulkan para pemimpin Quraisy.
Yang demikian ini sama seperti firman Allah Ta’ala. “Artinya : Apakah ini orang yang mencela ilah-ilah kalian?” [Al-Anbiyaa: 36]
Yaitu meremehkannya. Tidak acuh dan tidak peduli. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : Dan mengapa mereka berkata : “Mengapa Al-Qut’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah danThaif) ini?’ [Az-Zukhruf : 31]
Wal hasil, Abu Lahab berkata : “Celakalah engkau, hanya untuk inikah engkau kumpulkan kami?” Maka Allah Ta’ala membantah dengan menurunkan surat ini “Tabbat yadaa abii lahabiw watabb”, Al-Tabaab artinya Al-Khasaar yaitu kerugian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala. “Artinya : … Dan tipu daya Fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian” [Al-Mu’min : 37]
Dan Allah memulai dengan menyebutkan tangan sebelum yang lainnya, karena kedua tanganlah yang sering bekerja dan bergerak, mengambil dan memberi dan lain-lain. Dan gelar Abu Lahab adalah gelar yang pantas dan sesuai dengan kondisi dan tempat kembalinya. Gelar ini pantas untuknya karena ia akan dimasukkan ke dalam naar yang menyala-nyala yang mengeluarkan lidah api yang dahsyat.
Berkata seorang penyair. Katakan, tidaklah matamu melihat seorang yang punya gelar. Kecuali kamu akan berfikir makna dari gelarnya. Ketika Suhail bin Amr datang pada perang Hudaibiyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Ini adalah Suhail bin Amr, aku tidak melihat kecuali ia telah mudahkan urusan kalian”
Karena nama tersebut sesuai dengan perbuatannya. Allah berfirman. “Artinya : Tidaklah berpelajaran kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan” [Al-Lahab : 2]
-Ma- berkemungkinan mempunyai makna istifham (pertanyaan) yang berarti : Manfaat apa yang ia dapatkan dari hartanya dan apa yang ia usahakan? Jawabnya : Tidak ada sama sekali. Atau bermakna naïf (penolakan), berarti maknanya : Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kedua makna tersebut saling berkaitan, yaitu ; bahwa harta dan apa yang ia usahakan tidak bermanfaat sedikitpun untuknya ? Padahal menurut kebiasaan, harta itu bermanfaat. Harta dapat dijadikan alat penebus jika seseorang ditawan musuh. Ia katakana : “Jika engkau membebaskanku maka aku akan memberimu uang sekian-sekian”. Dengan meminta harta sedikit atau banyak, musuhnya akan membebaskannya. Jika seseorang, sakit atau lapar dapat memanfaatkan hartanya. Harta sangatlah bermanfaat, namun dikatakan tidak bermanfaat jika tidak dapat menyelamatkan pemiliknya dari naar.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman “ Maa agnaa anhu maaluhu” yakni hartanya tidak dapat menyelamatkannya dari siksaan Allah Ta’ala. FirmanNya “Wamaa kasab” dikatakan maknanya adalah anaknya. Yakni, tidak bermanfaat baginya harta dan anaknya. Sebagaimana yang dikatakan Nabi Nuh ‘Alaihis salam “Artinya : …. Dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka…” [Al-Ma’aarij : 21]
Maka mereka artikan “wamaa kasab” ialah anak. Pendapat ini juga didukung dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Sebaik-baik hasil yang kamu makan adalah hasil dari jerih payahmu, dan anak-anakmu tersebut termasuk dari hasil jerih payahmu”
Pendapat yang benar adalah ayat tersebut lebih umum dari yang demikian. Ayat di atas mencakup anak. Juga mencakup harta yang sedang ia usahakan untuk ia dapatkan, juga mencakup apa yang ia usahakan untuk meraih kemuliaan dan kehormatan. Setiap usaha yang dilakukan untuk menambah kemualian dan kehormatan, tidak bermanfaat untuknya sedikitpun “ Maa agnaa anhu maaluhu wamaa kasab” = Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan” Firman Allah. “Artinya : Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak” [Al-Lahab : 3]
Huruf –sin- pada “sayashla” untuk ‘at-tanfis’ yang menunjukkan ‘al-haqiqah’ (hakiki) dan al-qurb (waktu dekat). Yakni, Allah Ta’ala mengancamnya dalam waktu dekat dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Karena kemewahan dunia, dan bagaimanapun lamanya tinggal di dunia, tetap saja dikatakan akhirat itu dekat. Sehingga manusia yang ada di alam barzakh merasa sebentar walaupun tahun demi tahun yang panjang telah berlalu.
Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : … mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik”[Al-Ahqaaf : 35] Sesaat yang ada di siang hari tentunya waktu yang sangat singkat.
Firman Allah “Artinya : Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar” [Al-Lahab : 4] Yaitu wanita (istri) yang yang ada bersamanya. Dia adalah wanita terhormat di kalangan suku Quraisy, yaitu Ummu Jamil. Namanya Arwa Binti Harb Bin Umayyah. Dia saudara perempuan Abu Sufyan. Namun kehormatan tersebut tidak bermanfaat untuknya karena ikut membantu suaminya dalam permusuhan dan dosa serta tetap di dalam kekafiran. Firman Allah : “Hammaa latal hathab” = pembawa kayu bakar, dibaca nashab (fathah) atau rafa (dhamah). Adapun jika dibaca nasab, maka menunjukkan keadaan istrinya. Yaitu, keadaan istrinya membawa kayu bakar. Atau manshub dengan arti celaan. Karena na’at yang terputus boleh dinashabkan dengan maksud pencelaan. Artinya, Aku mencela si pembawa kayu bakar. Adapun jika dibaca rafa’ menunjukan sifat si wanita tersebut, -Hammaalah- bentuk mubalaghah, artinya banyak membawa. Disebutkan bahwa ia membawa kayu yang berduri kemudian ia letakkan di jalan yang dilalui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Firman Allah. “Artinya : Yang di lehernya ada tali dari sabut” [Al-Lahab : 5] Al-jid ialah al-‘unuq artinya leher. Habl ialah tali, al-masad : sabut. Yakni, ia pergi ke gurun dengan membawa tali untuk mengikat kayu-kayu berduri yang akan ia letakkan di jalan yang dilalui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, na’udzubillah min dzalik. Hal ini mengisyaratkan rendahnya cara berfikir, karena ia menghinakan dirinya sendiri. Seorang wanita dari kabilah yang terkemuka dari kalangan suku Quraisy pergi ke gurun dengan melilitkan tali sabut di lehernya. Tetapi demi untuk menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ia rela melakukannya.
BAB III
KESIMPULAN

Dalam surat Al-Lahab terdapat bukti-bukti yang sangat banyak dan jelas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas kebenaran. Beliau tidak mengajak demi mendapatkan kekuasaan, kehormatan dan jabatan di kalangan kaummnya.
Abu Lahab adalah paman dari Nabi Muhammad sendiri, saudara dari ayah beliau. Nam kecilnya Abdul ‘Uzza. Sebagaimana kita tahu, Uzza adalah nama sebuah berhala yang di puja orang Quraisy
Dalam mensikapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para paman beliau terbagi menjadi tiga kelompok. [a]. Kelompok yang beriman, [b]. Kelompok yang mendukung dan menolong beliau, namun tetap kafir. [c]. Kelompok yang ingkar dan berpaling.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Kamil dan Terjemahan. Pustaka Darus Sunnah. 2008
Alu Syaikh, Abdullah Bin Muhammad: Tafsir Ibnu Katsir. Pustaka Imam Syafii. Jakarta. 2008
Al-Mubarakfuri,Syafiyurrahman: Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Pustaka Ibnu Katsir. Jakarta. 2007
Prof. Dr. Hamka: Tafsir al-Azhar Juzu’ XXIX-XXX. Pustaka Islam. Surabaya. 1983
Utsaimin, Syaikh Muhammad Shalih: Tafsir Juz ‘Amma. Penerbit At-Tibyan. Solo. 2005

Tafsir Al-Baqarah 1-5

BAB I
PENDAHULUAN

Para mufasir berbeda pendapat tentang potongan huruf-huruf di awal-awal surah. Di antara mereka ada yang mengatakan, itu termasuk sesuatu yang hanya diketahui Allah. Mereka mengembalikan pengetahuan tentang makna ayat tersebut kepada Allah dan tidak menafsirkannya, sebagaimana disebutkan oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya.
Di antara mereka ada yang menafsirkan ayat pertama tersebut, meski mereka berbeda pendapat tentang maknanya. Dan di antara mereka ada yang mengatakan, ia merupakan nama-nama surah. Ada pula pendapat lain, ia merupakan salah satu nama Allah yang menjadi pembuka surah-surah. Masing-masing hurufnya menunjukan sebuah nama-Nya atau sifat-Nya. Jadi alif pada alif lam lim merupakan kunci (awal) Lafzhul-Jalalah, lafal kebesaran, yaitu lafal "Allah", huruf lam merupakan kunci nama-Nya Lathif, dan huruf mim kunci nama-Nya Majid.
Ibn Katsir mengatakan, karena itulah setiap surah yang dibuka dengan huruf-huruf seperti itu, di dalamnya mesti terdapat pembelaan terhadap Al-Quran serta penjelasan tentang kemukjizatan dan keagungannya. Ini dapat diketahui melalui penyimpulan yang didapat di 29 surah.

BAB II
TAFSIR ALBAQARAH 1-5

1. Alif laam miin.
2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa ,
3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki] yang Kami anugerahkan kepada mereka.
4. dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
5. mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.

Alif laam Miin
Telah disebutkan dalam muqaddimah (pendahuluan) mengenai tafsirannya.

Dzalikal-kitab
Ibn Abbas mengatakan, Dzalikal-kitab (kitab itu) artinya hadzal-kitab (kitab ini). Orang-orang Arab suka menggunakan dua isim isyarah, kata penunjuk, secara saling menggantikan. Mereka menggunakan masing-masing di tempat yang lain, sebagaimana dikenal dalam bahasa perbincangan mereka. Kitab di sini adalah Al-Quran. Barang siapa yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Taurat dan Injil, berarti ia menanggung sesuatu yang ia tidak ketahui.
Makna ayat ini, tidak ada keraguan bahwa Al-Quran diturunkan dari sisi Allah sebagaimana yang Dia firmankan (yang artinya), "Turunnya Al-Quran yang tidak ada keraguan padanya, (adalah) dari Tuhan semesta alam." (QS As-Sajdah:2).
Sebagian mufasir mengatakan, meski ayat ini berupa berita, maknanya adalah perintah. Yakni, janganlah kalian meragukannya. Hidayah dikhususkan bagi orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman-Nya, "Katakanlah., 'Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman." (QS Fush-shilat:44).
Dalam ayat lain dikatakan (yang artinya), "Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS Al-Isra:82). Ayat-ayat lainnya juga menunjukan, hanya orang mukminlah yang dapat mengambil manfaat Al-Quran (penawar dan rahmat), karena ia sendiri merupakan petunjuk, tetapi itu tak dapat dicapai kecuali oleh orang-orang yang baik.
As-Sudi mengatakan hudan-lil-muttaqin artinya nuran-lil-muttaqin ( cahaya bagi orang-orang yang bertaqwa). Dari Ibn Abbas disebutkan, Al-muttaqun adalah orang-orang beriman yang menjauhkan diri dari syirik dan menjalankan ketaatan kepada Allah. Al-Hasan al-Bishri berkata, mereka menjauhkan diri dari apa-apa yang diharamkan atas mereka dan mereka menunaikan apa-apa yang diwajibkan atas mereka.
Qatadah mengatakan, mereka adalah orang-orang yang disifati Allah dengan firman-Nya alladzina yu'minuna bil-qhaibi wa yuqimunash-shalah, "Yaitu orang-orang yang beriman kepada hal yang ghaib dan mendirikan shalat." Ibn Jarir berpendapat, ayat ini mencakup semuanya itu. Di dalam hadist dikatakan, "Tidaklah seorang hamba tergolong orang muttaqin sampai ia meninggalkan dengan hati-hati apa-apa yang tidak perlu untuk yang perlu."
Kata al-huda terkadang digunakan dengan pengertian iman yang tertanam di dalam hati dan tidak ada yang mampu menempatkannya di hati para hamba kecuali Allah SWT. Di dalam Al-Quran disebutkan, "Sesungguhnya engkau tak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang engkau cintai." Di dalam ayat lain dikatakan, "Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk." Terkadang ia digunakan dengan pengertian penjelasan kebenaran.
(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.(03)
Kata iman secara bahasa digunakan dengan pengertian semata-mata membenarkan, sebagaimana firman Allah Ta'alla, "Ia beriman kepada Allah dan mempercayai orang-orang mukmin." Sebagaimana juga yang dikatakan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf kepada ayah mereka, "Dan engkau sekali-kali tidak akan percaya kepada kami sekalipun kami adalah orang-orang yang beriman." (QS Yusuf:17).
Demikian pula jika ia disertai dengan kata amal. Sedangkan jika ia digunakan secara mutlak (tanpa disertai apa-apa), iman yang dituntut haruslah merupakan I'tiqad (keyakinan), perkataan, dan perbuatan sekaligus. Inilah pendapat sebagian besar imam. Imam Syafi'i dan Imam Ahmad sepakat, iman merupakan ucapan dan perbuatan, ia dapat bertambah dan dapat berkurang. Mengenai hal itu, terdapat banyak atsar, periwayatan yang bersumber dari sahabat.
Ada pula ulama yang menafsirkan iman sebagai "perasaan takut". Dalam ayat Al-Quran disebutkan, "(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka sedang mereka tidak melihat-Nya." (QS Al-Anbiya:49). Perasaan takut, yakni takut kepada Allah, adalah inti iman dan ilmu.
Mengenai apa yang dimaksud dengan beriman kepada yang ghaib di sini, para ulama salaf berbeda pendapat. Abu Al-Aliyah mengatakan, mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, surga-Nya, perjumpaan dengan-Nya, dan kehidupan setelah mati. Semua itu adalah hal-hal yang ghaib.
As-Sudi menyebutkan keterangan dari Ibn Abbas dan Ibn Mas'ud bahwa yang ghaib adalah yang tidak diketahui oleh hamba-hamba Allah tentang perkara surga, neraka, dan apa-apa yang disebutkan dalam Al-Quran. Sedangkan Atha' mengatakan, orang yang beriman kepada Allah berarti beriman kepada yang ghaib. Semuanya ini berdekatan dan semuanya itulah yang dimaksud.
Dalam riwayat dari Abdurrahman bin Yazid disebutkan, ia mengatakan, "Suatu ketika kami sedang duduk di tempat Abdullah bin Mas'ud. Kemudian ia menyebutkan perihal para sahabat Nabi dan orang-orang lain yang pernah berjumpa dengan beliau. Abdullah bin Mas'ud lalu berkata, 'Perkara Muhammad SAW adalah jelas bagi orang yang melihatnya. Demi Zat yang tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Dia. Tidaklah seorang mengimani sesuatu yang lebih utama daripada beriman kepada yang ghaib." Kemudian ia membaca ayat Alladzina yu'minuna bil-ghaibi dan seterusnya.
Hadist serupa juga diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibn Muhairiz, ia mengatakan, "Aku berkata kepada Abi Jum'ah, 'Katakanlah kepada kami sebuah hadist yang engkau dengar dari Rasulullah SAW'." Ia menjawab, "Baiklah, aku akan menyebutkan kepadamu sebuah hadist yang bagus, 'Kami pernah makan siang bersama Rasulullah SAW di mana bersama kami turut pula Ubaidah bin Al-Jarrah. Ia lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, adakah orang yang lebih baik daripada kami? Kami masuk islam denganmu dan kami berjuang bersamamu.' Beliau menjawab, 'Ya, ada, yaitu kaum sesudah kalian yang beriman kepadaku padahal mereka tidak pernah melihatku."
Dalam riwayat lain dari Shalih bin Jubair, ia mengatakan, "Datang kepada kami di Baitul Maqdis, Abu Jum'ah Al-Anshari, sahabat Rasulullah SAW. Ia melakukan shalat di situ. Ketika itu ada bersama kami Raja bin Hayawah.
Saat ia hendak pergi, kami keluar melepasnya. Ia lalu berkata, 'Sesungguhnya kalian memiliki ganjaran dan hak. Aku akan menyebutkan kepada kalian sebuah hadist yang aku dengar dari Rasulullah SAW, 'Kami bilang, 'Sebutkanlah, semoga Allah merahmatimu, 'Ia lalu mengatakan, 'Suatu ketika kami berada bersama Rasulullah dan bersama kami terdapat pula Mu'adz bin Jabal. Kami berkata, 'Wahai Rasulullah, adakah suatu kaum yang lebih besar ganjarannya dibandingkan kami? Kami beriman kepadamu dan kami mengikutimu." Rasulullah menjawab, 'Apa yang menghalangi kalian dari itu sedangkan Rasulullah berada di tengah-tengah kalian dan ia membawakan kepada kalian wahyu dari langit? Tetapi kaum setelah kalian yang didatangkan kitab kepada mereka, mereka beriman dengannya dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya. Mereka itulah yang lebih besar ganjarannya dibandingkan kalian;."
Mengenai firman Allah Ta'ala wa yuqimunash-shalah (dan mereka mendirikan shalat), Ibn Abbas mengatakan, arti mendirikan shalat adalah menyempurnakan rukuk, sujud, bacaan Al-Quran yang dibaca, juga khusyu'. Sedangkan Qatadah berkata, mendirikan shalat artinya memelihara waktu-waktunya, wudhunya, rukuknya, dan sujudnya. Shalat dalam perkataan orang Arab pada asalnya berarti doa.
Wa mimma razaqnahum yunfiqun
Ibn Abbas mengatakan, artinya adalah mereka mengeluarkan zakat harta mereka. Sejumlah sahabat Rasulullah SAW berkata bahwa yang dimaksud adalah nafkah yang dikeluarkan oleh seseorang untuk keluarganya, dan ini sebelum turunnya ayat tentang zakat. Sedangkan Qatadah mengatakan, mereka menafkahkan apa yang Allah berikan kepada mereka. Semua harta ini merupakan titipan di sisi manusia, dan mereka akan meninggalkannya. Ibn Jarir berpendapat, ayat ini mencakup zakat dan nafkah.
Allah sering mengiringkan shalat dan menafkahkan harta. Shalat merupakan hak Allah dan ibadah kepada-Nya, dan ia mencakup pengesaan terhadap-Nya, pujian kepada-Nya, doa, serta tawakal kepada-Nya. Sedangkan menafkahkan harta adalah kebaikan kepada para makhluk dengan memberikan manfaat kepada mereka. Orang yang paling patut menerima itu adalah keluarga, kerabat, hamba-hamba sahaya, kemudian orang-orang lain (yang tak ada hubungan apa-apa dengannya). Setiap nafkah yang wajib dan zakat yang wajib masuk di dalam firma Allah wa mimma razaqnahum yunfiqun.
Dan mereka yang beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, serta mereka yang yakin akan adanya kehidupan akhirat.(04)
Ibn Abbas mengatakan, pengertian ayat ini, mereka adalah orang-orang yang membenarkan apa-apa yang engkau bawa dari Allah Ta'ala dan juga apa-apa yang dibawa oleh para rasul sebelummu. Mereka tidak membedakan para rasul dan tidak menentang apa yang para rasul bawa kepada mereka. Mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat, artinya yakin dengan adanya kebangkitan, kiamat, surga, dan neraka, perhitungan dan timbangan.
Mujahid mengatakan, empat ayat dari surah Al-Baqarah menyifati orang-orang mukmin, dua ayat menyifati orang-orang kafir, dan tiga belas ayat menyifati orang-orang munafik.
Empat ayat yang menyifati orang-orang mukmin itu bersifat umum berlaku pada setiap mukmin yang memiliki sifat demikian, baik orang Arab, ajam (non-Arab), maupun Kitabi, baik manusia maupun jin. Dan tidak bisa hanya sebagian sifat sedangkan yang lainnya tidak ada. Semuanya harus ada. Bahkan, setiap sifatnya menuntut adanya sifat yang lain dan menjadi syarat bersamanya. Jadi, tidak sah iman kepada yang ghaib kecuali beriman pula kepada apa yang dibawa oleh Rasulullah dan apa-apa yang dibawa oleh para rasul sebelum beliau, juga yakin akan datangnya hari akhirat.
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung.(05)
Ula-ika (mereka itu) artinya mereka yang digambarkan sebelumnya, yakni yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat, menafkahkan apa yang Allah rezekikan kepada mereka, beriman kepada apa yang diturunkan kepada Rasulullah dan meyakini datangnya hari akhirat.
'Ala hudan (di atas petunjuk) artinya berjalan di atas cahaya, keterangan, dan bashirah (penglihatan batin) dari Allah. Wa ulaika humul-muflihun (dan mereka itulah orang-orang yang beruntung), di dunia dan akhirat. Ibn Abbas mengatakan, ala hudan min rabbihim artinya berjalan di atas cahaya dari Tuhan mereka dan senantiasa istiqamah atas apa yang dibawakan kepada mereka. Sedangkan wa ulaika humul muflihun artinya mereka mendapatkan apa yang mereka tuntut dan mereka selamat dari keburukan yang mereka hindari.

BAB III
KESIMPULAN

Para mufasir berbeda pendapat tentang potongan huruf-huruf di awal-awal surah. Di antara mereka ada yang mengatakan, itu termasuk sesuatu yang hanya diketahui Allah.
Ibn Abbas mengatakan, Dzalikal-kitab (kitab itu) artinya hadzal-kitab (kitab ini). Orang-orang Arab suka menggunakan dua isim isyarah, kata penunjuk, secara saling menggantikan. Mereka menggunakan masing-masing di tempat yang lain.
As-Sudi mengatakan hudan-lil-muttaqin artinya nuran-lil-muttaqin ( cahaya bagi orang-orang yang bertaqwa). Dari Ibn Abbas disebutkan, Al-muttaqun adalah orang-orang beriman yang menjauhkan diri dari syirik dan menjalankan ketaatan kepada Allah.
Allah sering mengiringkan shalat dan menafkahkan harta. Shalat merupakan hak Allah dan ibadah kepada-Nya, dan ia mencakup pengesaan terhadap-Nya, pujian kepada-Nya, doa, serta tawakal kepada-Nya. Sedangkan menafkahkan harta adalah kebaikan kepada para makhluk dengan memberikan manfaat kepada mereka. Orang yang paling patut menerima itu adalah keluarga, kerabat, hamba-hamba sahaya, kemudian orang-orang lain (yang tak ada hubungan apa-apa dengannya).

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Kamil dan Terjemahan. Pustaka Darus Sunnah. 2008
Al-Qur’an Al-Hikmah dan Terjemahan. Penerbit Diponegoro. 2007
Alu Syaikh, Abdullah Bin Muhammad: Tafsir Ibnu Katsir. Pustaka Imam Syafii. Jakarta. 2006
Al-Mubarakfuri,Syafiyurrahman: Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Pustaka Ibnu Katsir. Jakarta. 2007

03 April 2009

PSIKOLOGI REMAJA 2

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia adalah suatu mahluk somato-psiko-sosial dan karena itu maka suatu pendekatan terhadap manusia harus menyangkut semua unsur somatiK, psikologik, dan social.
Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.
Menurut Wilhem Wundt (tokoh eksperimental) bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti penggunaan pancaindera, pikiran, perasaan, feeling dan kehendaknya.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi

BAB II
PSIKOLOGI AGAMA PADA REMAJA

A. Agama dan Psikologi Agama
Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban. Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau)
Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu, (Edward Caird) Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley) Agama adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang keTuhanan disertai keimanan dan peribadatan.
Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama, dengan demikian psikologi agama mencakup 2 bidang kajian yang sama sekali berlainan , sehingga ia berbeda dari cabang psikologi lainnya.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi
Psikologi agama tidak berhak membuktikan benar tidaknya suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai tehnik untuk mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang atau masa depan, Ilmu pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan, karena tidak ada tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak empiris, tetapi sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah berarti tidak ada jiwa. Psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak menguraikan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan tentang pengaruh iman terhadap tingkah laku manusia. Psikologi dapat menguraikan iman agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan-lingkungan empiris dari gejala keagamaan , tingkah laku keagamaan, atau pengalaman keagamaan , pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang terjadinya keimanan, proses timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris lainnya. Ilmu jiwa agama hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan perbuatan yang disebut agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan.
B. Psikologi Agama Pada Remaja
Konsep ”remaja” tidak dikenal dalam sebagian undang-undang yang berlaku.
Contoh data : Hukum Perdata
Usia ≥ 21 tahun (atau kurang tapi sdh menikah)  dewasa
Usia < 21 tahun (dan belum menikah)  masih butuh wali untuk melakukan tindakan hukum perdata (mis. Mendirikan perusahaan atau membuat perjanjian di hadapan pejabat hukum)
Hukum Pidana
Usia ≥ 18 tahun (atau kurang tapi sdh menikah)  dewasa
Usia < 18 tahun (blm menikah)  anak-anak (msh mjd tgjwb orang tua), contoh: jika melakukan pencurian tdk disebut tindakan kejahatan (kriminal) tapi disebut ”kenakalan”, jika tindakan tersebut patut dijatuhi hukuman negara dan orang tuanya ternyata tidak mempu mendidik anak itu lebih lanjut maka menjadi tanggungjawab negara dan dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan khusus anak-anak (di bawah Departemen Kehakiman)
Remaja adalah cikal bakal calon pemimpin Negara, membentuk psikologi yang benar pada remaja telah di atur di dalam Islam sebagai agama yang satu-satunya Haq. Dalam Al-Qur’an dijelaskan tahapan yang dilalui manusia. Allah Subhanahu WaTa’ala berfirman, :
•    
19. Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan),
Yang dimaksud dengan tingkat demi tingkat ialah dari setetes air mani sampai dilahirkan, kemudian melalui masa kanak-kanak, remaja dan sampai dewasa. dari hidup menjadi mati kemudian dibangkitkan kembali.
Psikologi agama pada remaja adalah tanggung jawab bersama antara, remaja itu sendiri, orang tua, lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Apabila baik keluarga, masyarakat dan lingkungannya, Insya Allah baiklah si remaja tadi secara psikologinya. Dan seperti ayat diatas tadi maka hendaknya pembentukan psikologi mestinya sudah dibina dari masa balita.

BAB III KESIMPULAN

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi
Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya
Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban
Remaja adalah cikal bakal calon pemimpin Negara, membentuk psikologi yang benar pada remaja telah di atur di dalam Islam sebagai agama yang satu-satunya Haq.
Iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan.

DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama sebuah Pengantar, Mizan 2004
Dr. Nico Syukur Dister, Psikologi Agama, penerbit Kanisius,
Endang Saifuddun Anshari M. A. Ilmu , Filsafat dan Agama, Penerbit Bina Ilmu 1979
Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

SEKOLAH ADALAH PUSAT KEBUDAYAAN

BAB I
PENDAHULUAN

Jika kita perhatikan pendidikan dalam keluarga, di dalam sekolah maupun praktek pendidikan dalam mesyarakat maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : 1) pendidikan itu tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan dan pendidikan itu merupakan sebagian dari kebudayaan, 2) pendidikan merupakan kegiatan universal dalam kehidupan manusia, 3) dalam praktek pendidikan masyarakat itu dapat berbeda-beda, perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan filsafat yang dianut, bahkan masing-masing individu berberbeda dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk budaya yang harus membudayakan dirinya. Manusia sebagai makhluk budaya mampu melepaskan diri dari ikatan dorongan nalurinya serta mampu menguasai alam sekitarnya dengan alat pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini berbeda dengan binatang sebagai makhluk hidup yang sama-sama makhluk alamiah dengan manusia dia tidak dapat melepaskan dari ikatan dorongan nalurinya dan terikat erat oleh alam sekitarnya.

BAB II
SEKOLAH ADALAH PUSAT KEBUDAYAAN

A. Pengertian Sekolah dan Pendidikan
Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sekolah dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah. Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah.Jumlah wakil kepala sekolah di setiap sekolah berbeda, tergantung dengan kebutuhannya.Bangunan sekolah disusun meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas yang lain.
Adapun Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi
B. Pengertian Kebudayaan
Istilah kebudayaan berasal dari kata budh berasal dari bahasa Sansekeerta. Dari kata budh ini kemudian dibentuk kata budhayah yang artinya bangun atau sadar. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah culture.
Havinghust dan Neugarten menyatakan bahwa kebudayaan dapat didefinisikan sebagai cara bertingkah laku, etiket, bahasa, kebiasaan, kepercayaan agama dan moral, pengetahuan, sikap dan nilai-nilai yang merupakan hasil karya manusia seperti halnya bermacam-macam benda termasuk di dalamnya alat-alat teknologi. Dari pendapat ini dapat kita ketahui bahwa kebudayaan dapat berujud tingkah laku, hal-hal yang berupa rohaniah dapat pula berupa barang-barang material.
Driyarkara S.Y. (pengasuh Majalah Basisi, 1980,p-83-84) menjelaskan bahwa kebudayaan dalam arti yang luas mempunyai empat segi atau empat aspek. Empat aspek itu adalah :
1. Aspek ekonomi, dalam aspek ini manusia dengan tangannya mengubah barang-barang tertentu menjadi suatu barang yang berguna bagi manusia.
2. Aspek teknik, dalam aspek ini manusia dengan menggunakan tangan-tangan dan kemungkinan-kemungkinan serta sifat-sifat yang ada pada barang tertentu, hukum-hukum yang ada dalam barang-barang tertentu dari benda-benda alam disusun menjadi sesuatu hal yang baru dan bernilai tambah.
3. Kebudayaan dalam arti khas dan sempit, juga dalam mengubah barang-barang itu manusia mengekspresikan dirinya, sebagai contoh: mengubah atau mengolah tanah liat menjadi patung yang menimbulkan rasa baru dan menggetarkan jiwa manusia atau mengekspresikan diri dan budinya pada patung tersebut.
4. Aspek penghalusan atau sivillasi, aspek ini merupakan lanjutan dari aspek ketiga diatas. Dalam aspek ini manusia dengan mengekspresikan dirinya, manusia berusaha untuk mencari hal-hal yang lebih halus, enak, lincah dan licin sehingga hidupnya dapat meluncur mudah.
C. Sekolah Sebagai Pusat Kebudayaan
Kaitan antara pendidikan dan kebudayaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan, pendidikan adalah bagian integral dari kebudayaan. Dengan kata lain pendidikan adalah proses pembudayaan manusia. Karena kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia. Hasil budi daya itu tidak hanya berupa hasil pembudayaan manusia yang disebut hasil pendidikan.
Hasil budi daya manusia itu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Oleh karena itu ada bermacam-macam budaya. Adanya macma-macam budaya itu dapat menjadi motivasi persatuan dan perpecahan serta dapat juga dipergunakan sebagai inspirasi dan motivasi pembangunan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu pendidikan digunakan untuk mentransformasikan nilai budaya bangsa Indonesia dalam rangka mengembangkan budaya Indonesia. Pengembangan kebudayaan harus berorientasi pada Pancasila, UUD 1945 dan GBHN (dahulu sebelum revormasi, sekarang, "?")
Pengembangan pendidikan dan kebudayaan hanya dapat berjalan dengan baik jika sekolah dijadikan pusat kebudayaan. Sekolah dapat menjadi pusat kebudayaan jika dapat meningkatkan mutu pendidikan, dapat menciptakan masyarakat belajar, dapat menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya dan dapat membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Nah, oleh karena mutu pendidikan di negara kita Indonesia merosot, apakah kebijakan yang cerdas kiranya memisahkan antara pendidikan dan kebudayaan ?
D. Peranan Guru Dalam Menciptakan Sekolah Sebagai Pusat Kebudayaan
Berbicara tentang perubahan, peranan guru berarti berbicara tentang perubahan batasan fungsi sekolah. Dalam dunia yang sedang berubah menuntut perubahan-perubahan pendidikan. Anak-anak yang dipersiapkan untuk memasuki tanggung jawab dan orang dewasa membutuhkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang jauh berbeda dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki orang tuanya. Oleh karena itu maka orang tua sendiri dituntut untuk memperluas dan mempebaharui pengetahuan, sikap dan ketrampilannya agar supaya dapat menyesuaikan dengan masyarakat yang sedang berubah ini.
Ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu
1. Suatu kenyataan bahwa dengan adanya perubahan yang cepat pada dewasa ini, maka perbendaharaan pengetahuan dan pengalaman pada masa lampau, pada masa yang lebih stabil, digunakan oleh orang tua untuk membimbing putra putri mereka, sudab tidak memadai lagi untuk maksud tersebut. Sesungguhnya orang tua seringkali lebih merasa tidak pasti dari pada putra putri mereka. Hal yang sama juga dirasakan oleh masyarakat dewasa pada umumnya. Nilai-nilai tradisional dan warisan adat istiadat telah kehilangan otoritasnya terhadap anak-anak muda dan tidak memadai lagi sebagai pembimbing tindakan tindakan benar dalam lingkungan yang berubah dengan cepat ini. Karena keyakinan dan kemampuan orang tua, dan berbagal lembaga orang dewasa yang secara tradisional banyak memberikan urunan bagi pendidikan anak-anak semakin Iemah, maka bertambahlah ketergantungan pendidikan kepada lembaga pendidikan formal.
2. Sekolah sendiri harus menyesuaikan diri terhadap kenyataan bahwa pengetahuan baru yang melimpah di luar dinding sekolah tidak hanya besar dalam jumlah dibandingkan dengan apa yang disajikan oleh sekolah, tetapi mungkin juga jauh lebih penting bagi kehidupan yang nyata untuk anak. Dengan demikian sekolah tidak saja harus rnemperbaharui pengetahuan yang akan disajikan kepada anak-anak, menyeleksinya sesuai dengan prioritas kegunaannya; tetapi juga harus menggunakannya dengan baik sejumlah pengetahuan untuk menjawab tantangan kehidupan sehari-hari di luar sekolah.
3. Unsur utama di dalam penyelenggaraan sekolah dan di dalam pelaksanaan pembaharuan yang diperlukan adalah kompetensi guru, karenanya kompetensi guru ini harus dirumuskan dengan tegas dan jelas dan dipelihara dengan baik. Lalu, apakah fungsi utama guru di dalam dunia yang mengalami perubahan ini? Persiapan yang bagaimanakah harus dirancang untuk menjamin agar para guru memperoleh dan memelihara kompetensi yang diperlukan untuk menjalankan fungsinya dengan baik.
Berdasarkan laporan dan negara anggota UNESCO yang disampaikan kepada International Bureu of Education (IBE), disusunlah kertas kerja yang mengidenfitikasi kecenderungan, perubahan peranan guru sebagai berikut. (1) Lebih banyak macam fungsi dalam proses pengajaran dan lebih banyak tanggungjawab untuk penyusunan isi bahan pelajaran dan mengajar, (2) Perubahan tekanan dan menyampaikan pengetahuan kepenyusunan (pengorganisasian) belajar siswa, dengan penggunaan sebanyak mungkin sumber belajar baru yang ada di masyarakat, (3) Individualisasi dalam belajar dan perubahan struktur hubungan guru-murld, (4) Penggunaan secara lebih luas teknologi pendidikan dan penguasaan ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan, (5) Penerimaan lebih luas kerja sama dengan guru-guru lain di sekolah dan perubahan struktur hubungan antar guru, (6) Perlunya kerjasama yang lebih erat dengan orang tua murid dan orang-orang lain dalam masyarakat serta lebih banyak keterlibatan dalam kehidupan masyarakat, (7) Penerimaan partisipasi dalam layanan sekolah dan kegiatan ekstra-kurikuler, (8) Penerimaan pengurangan otoritas tradisional dalam hubungan dengan siswa terutama dengan siswa yang lebih besar dan orang tua mereka.
Dalam laporan ini juga dipandang perlu adanya in service training bagi para guru. Sebab adanya perubahan pengetahuan dan teknologl yang terus meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya.
Padahal persiapan dalam pre service training dalam membekali kompetensi yang diperlukan dalam berkarya sangat terbatas walaupun diselenggarakan secara baik. Dalam in service training para guru dapat menilai kemampuan dan ketrampilannya kembali dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang aktual, guru dapat mengernbangkan kemampuan dalam bidang khusus tertentu.
Perlu adanya kerjasama yang erat antara LPTK dengan sekolah di mana para calon guru itu dipersiapkan untuk menjadi guru. Hubungan yang erat ini akan menjembatani jurang antara teori.dan praktek. Pendidikan calon guru merupakan tanggungjawab bersama antara lembaga penghasil dan lembaga yang akan menggunakannya. Sehingga keluhan mutu guru rendah dapat dideteksi sedini mungkin.
Guru sebaiknya dipacu untuk aktif dalam organisasi profesional. Sebab organisasi yang bersifat profesional ini merupakan suatu media bagi transformasi nilai-nilai, pengetahuan dan teknologi dan seorang ahli dalam bidangnya kepada para guru yang terbatas waktunya untuk mendalami sendiri. Dengan demikian apabila seocang guru aktif dalam organisasi profesional dapat diharapkan akan selalu mengalami Inovasi dalam bidang ilinu pengetahuan maupun teknologi maju.
Dalam rangka menciptakan sekolah sebagai pusat kebudayaan itu maka guru mempunyal empat tugas pokok sebagai berikut:
Pertama : Guru harus mampu membelajarkan anak, menciptakan Suasana belajar yang bergairah dan merangsang. Oleh karena itu seorang guru harus mengelola proses belajar-mengajar yang memungkinkan keterlibatan mental siswa secara optimal. Menggunakan berbagai metode mengajar yang membuat anak aktif berbuat sesuatu, mengerjakan, menganalisis, menarik kesimpulan dan menghasilkan sesuatu. Juga memberi kesempatan kepada anak-anak untuk belajar bekerja sama, belajar mengeluarkan pendapat secara teratur dan baik, belajar berpikir secara ilmiah dan sebagainya. Bahan pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga anak-anak menemukan konsep-konsep, dan tidak sekedar mernperoleh informasi mengenai konsep-konsep tersebut. Dalam proses belajar mengajar guru menggunakan berbagai media sebagai sumber belajar dan sebagal alat untuk memperjelas keterangan guru.
Kedua ; Guru hendaknya menciptakan suasana demokratis dalam hubungannya dengan murid-muridnya dalam proses belajar-mengajar, guru bukanlah pemberi informasi dan murid sebagai penerima yang pasif, melainkan guru itu hanyalah sebagai fasilitator untuk membelajarkan murid-muridnya. Guru hendaknya selalu memberi kesempatan kepada murid-murid untuk berani mengeluarkan pendapatnya, membantah keterangan atau pendapat guru bila dianggapnya tidak benar, mendorong anak-anak untuk mengadakan penelitian, dan berani mengakui kebenaran pendapat muridnya, apabila memang benar, serta mengakui kesalahan pendapatnya.
Untuk dapat melaksanakan peranan pertama dan kedua tersebut di atas, guru hendaknya telah mengembangkan sekurang-kurangnya 10 kemampuan keguruan, yakni: (1) menguasai bahan yang akan diajarkan, (2) mampu mengelola program belajar-mengajar, (3) memiliki kemampuan dalam mengelola kelas, (4) mampu menggunakan media dan sumber belajar-mengajar, (5) menguasai landasan-landasan pendidikan, (6) mampu mengelola interaksi belajar-mengajar, (7) memiliki kemampuan menilai prestasi siswa untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran, (8) mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, (9) mengenal dan mampu menyelenggarakan administrasi kelas/sekolah, (10) memahami prinsip-prinsip dan mampu menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Ketiga : Guru hendaknya dapat menjadi teladan bagi murid-murid dan orang-orang sekitarnya dalam rangka menciptakan sekolah sebagai pusat kebudayaan, dengan cara: (1) gemar membaca, (2) rajin dan tekun belajar, (3) ingin tahu dan suka meneliti, (4) mempunyai kebiasaan dan gemar menulis analitik, (5) bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (6) bermoral Pancasila, (7) bertindak, bersikap dan bertingkah laku baik, (8) berdisiplin, (9) mempersepsi, mengapresiasi dan mengkreasi seni, (10) terampil dan cekatan, (11) bersikap terbuka terhadap pembaharuan, (12) menerapkan teknologi.
Keempat : Guru hendaknya mampu membangkitkan kesadaran pada anak untuk ingin selalu belajar, dan menyadari bahwa belajar tidak berhenti sesudah usianya mengikuti pendidikan formal di sekolah, tetapi belajar tidak pernah selesai sampai manusia meninggal. Hal ini dapat dilakukan dengan membiasakan anak anak belajar mandiri, membiasakan mereka menggunakan sumber-sumber belajar yang ada di sekolah maupun yang ada di masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN

1) Manusia pada dasarnya adalah makhluk budaya yang harus membudayakan dirinya.
2) Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.
3) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
4) Istilah kebudayaan berasal dari kata budh berasal dari bahasa Sansekeerta. Dari kata budh ini kemudian dibentuk kata budhayah yang artinya bangun atau sadar.
5) Pendidikan adalah bagian integral dari kebudayaan.
6) Pengembangan pendidikan dan kebudayaan hanya dapat berjalan dengan baik jika sekolah dijadikan pusat kebudayaan. Sekolah dapat menjadi pusat kebudayaan jika dapat meningkatkan mutu pendidikan, dapat menciptakan masyarakat belajar, dapat menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya dan dapat membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
7) Unsur utama di dalam penyelenggaraan sekolah dan di dalam pelaksanaan pembaharuan yang diperlukan adalah kompetensi guru, karenanya kompetensi guru ini harus dirumuskan dengan tegas dan jelas dan dipelihara dengan baik.
8) Untuk dapat melaksanakan peranan pertama dan kedua tersebut di atas, guru hendaknya telah mengembangkan sekurang-kurangnya 10 kemampuan keguruan.

DAFTAR PUSTAKA

http://buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_14.html#top
http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_%28institusi%29
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan

PSIKOLOGI ANAK 3

BAB I
PENDAHULUAN

Psikologi adalah ilmu jiwa. Pentingnya kita mempelajari dan memahami kejiwaan pada anak, karena pada masa kanak-kanak adalah masa awal diberi pemahaman tentang agama. Jadi, untuk mempermudah dalam memberi pemahaman agama pada anak maka sebaiknya orang tua, pendidik memahami dan mengerti kondisi anak terlebih dahulu, setelah itu baru membari pemahaman dengan cara-cara yang menarik dan dapat memberi pendekatan dan metode yang dipakai, sehingga anak terangsang untuk mendengarkan dan membiasakan diri sesuai dengan pemahaman dari orang tuanya.

BAB II
PSIKOLOGI DAN AQIDAH ANAK USIA 3-6 TAHUN

A. Pengertian Psikologi
Istilah psikologi berasal dari kata-kata YUNANI psyche = jiwa, dan logos = ilmu. Jadi secara harfiah, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan.
Perkembangan ilmu pengetahuan, terutama Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan banyak tergantung dari perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Mempelajari psikologi berarti ada usaha untuk mengenal manusia. Mengenal berarti dapat memahami, yaitu kita dapat menguraikan dan menggambarkan tingkah laku dan kepribadian manusia beserta aspek-aspeknya.
Dewasa ini psikologi berpegang pada kenyataan hakiki, bahwa manusia adalah mahluk yang terus-menerus merelasasikan diri dalam suatu alam (lingkungan), yang tidak henti-hentinya melakukan kontak dengan alam sekitarnya, dan yang tidak berisolasi. Manusia bukan sekedar hidup melainkan adalah suatu “esistensi”.

B. Psikologi Anak Dalam Islam
Secara psikologis pada dasarnya sikap anak telah mempunyai fitrah (bawaan) keimanan atau keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Fitrah tersebut tidak akan bisa berkembang sesuai dengan pedoman dan petunjuk yang ada dalam AL-Quran dan Sunnah Rasul. Tanpa peran dari kedua orang tua / pendidik yang memberikan pedoman dan petunjuk kepada anak. John Locke berpendapat, yang terkenal dengan teori tabularasa “bahwa anak itu bagaikan sehelai kertas putih”. Artinya perkembangan anak dalam pendidikan tergantung bagaimana orang tua / lingkungan / pendidikan yang diberikan kepadanya.
8Materi pendidikan aqiqah terlebih dahulu untuk mencari kesesuaian antara tingkat perkembangan agama anak / perkembangan intelektualnya dengan materi pendidikan. Anak belum bisa menganalisa dan mengambil kesimpulan dalam pikiran mereka.
C. Pendekatan Psikologi Pada Anak
Langkah untuk mencapai tujuan pendekatan psikologi yang meliputi :
1. Pendekatan emosional : usaha untuk menggugah perasaan dan emosi anak dalam meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah.
2. Pendekatan pengalaman : memberikan pengalaman mengenai keadilan, kekuasaan, dan kebijaksanaan sifat Allah yang lain. Kejujuran dan kepahlawanan para Nabi dan Rasul serta kebaikan para malaikat.
3. Pendekatan Estetis (keindahan) : usaha dalam menanamkan aqidah dalam hati anak dengan pendekatan keindahan, seperti dengan nyanyian, rekreasi dan berimajinasi.

BAB III
KESIMPULAN

Demikian pentingnya psikologi memahami kondisi anak dan penerapan pendidikan aqidah dengan cara metode, pendekatan yang dapat dijadikan sarana dalam usaha menanamkan aqidah kepada anak, apabila pendidik atau orang tua bisa sabar dan teliti dalam memahami kondisi psikologis anak, karakter dan pola berfikirnya, maka insya Allah tujuan pendidikan akan diraih. Yakni anak tumbuh dan berkembang dengan keyakinan agama, bukan sekedara bersifat ikutan atau warisan dari orang tua, akan tetapi iman yang benar- benar yakin.

DAFTAR PUSTAKA

- Sutrsna Sumadi, S.Ag, Rafi‘udin, S.Ag. Pendekatan Psikologi Bagi Anak, 2007.
- Drs. Noehi Nasution, M.A, dkk. Psikologi Pendidikan, 1998.

PSIKOLOGI ANAK 2

BAB I
PENDAHULUAN

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan seseorang Yang mana dalam hal ini membicarakan tentang gejal-gejala yang tampak pada diri anak-anak. Psikologi ini terbagi ke dalam psikologi anak, psikologi remaja, psikologi keluarga dan lain-lain.
Di sini kita akan mengetahui perkembangan anak, perilaku anak dan kegiatan yang dilakukan anak-anak hingga ia beranjak dewasa. Dua minggu pertama masa bayi yang baru lahir harus mengatasi penyesuaiannya terhadap kondisi yang baru di luar rahim. Ia harus mengatasi trauma kelahiran. Ia lahir dalam suatu ketergantungan penuh kepada orang lain agar bisa mempertahankan hidupnya. Bayi mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang menghasilkan perubahan bertahap dalam ukuran, bentuk tubuh, perasaan dan perilakunya.
Untuk lebih jelasnya kita bicara tentang perkembangan anak, saya akan mencoba menjelaskan kembali pada bab yang selanjutnya.

BAB II
PSIKOLOGI ANAK

A. Psikologi Perkembangan Anak
Perilaku dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu:
1. Perilaku tertutup / terselubung (covert behavior). Aspek-aspek mental antara lain persepsi, ingatan, perhatian (perseption, attention, memory).
2. Perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang langsung dapat dilihat ; jalan, lari, tertawa, menulis dan lain-lain.
Perilaku adalah setiap cara reaksi atau respons manusia, makhluk hidup terhadap lingkungannya. Perilaku adalah aksi, reaksi, terhadap perangsangan dari lingkungan.
Perilaku seseorang juga mengalami perubahan, bahkan perubahan yang kira-kira sama akan terlihat pada umur dalam batas-batas tertentu. Akhirnya terlihat bahwa manusia mengalami suatu perkembangan jiwa.
B. Masa Bayi (infancy).
Dua minggu pertama masa bayi yang baru lahir harus mengatasi penyesuaian nya terhadap kondisi yang baru diluar rahim.
Masa Balita, masa pra sekolah (2 – 5 tahun).
Pada masa ini anak kelihatan berperilaku agresif, memberontak, menentang keinginan orang lain, khususnya orang tua. Ia sudah mulai mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri.
C. Masa Anak Sekolah (6 – 12 tahun).
Anak-anak pada masa ini harus menjalani tugas-tugas perkembangan yakni:
Belajar keterampilan fisik untuk permainan biasa.
Membentuk sikap sehat mengenai dirinya sendiri.
Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya.
Belajar peranan jenis yang sesuai dengan jenisnya.
Membentuk keterampilan dasar : membaca, menulis dan berhitung.
Membentuk konsep-konsep yang perlu untuk hidup sehari-hari.
Membentuk hati nurani, nilai moral dan nilai sosial.
Memperoleh kebebasan pribadi.
Membentuk sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga.
D. Perkembangan kepribadian.
a. Pembentukan hati nurani sebagai inti pribadi, petunjuk bagi tingkah laku dan sensor terhadap keinginan dan dorongan yang tidak wajar disalurkan.
b. Sifat egosentris mulai dikikis dan sifat lebih mengingat orang lain mulai dipupuk.
c. dorongan ingin tahu tersalur melalui pertanyaan yang perlu jawaban.
d. penanaman disiplin dan tanggung jawab secara bertahap.

BAB III
P E N U T U P

A. Kesimpulan
Psikologi anak adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku yang timbul di dalam diri seorang anak.
Manusia mengalami suatu perkembangan.
Masa Bayi.
b. Masa Balita.
c. Masa Anak Sekolah.
d. Masa Anak Tanggung / Menginjak Dewasa.
Perkembangan moral meliputi 6 tahap yang terbagi atas 3 tingkat.
Tingkat pra konvensional.
Tingkat konvensional.
Tingkat post. konvensional.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Penerbit : CV. Mandar Maju, Bandung, 1990.
Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, Dra, Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Kelurga, Penerbit: PT. Bpk Gunung Mulia, Jakarta, 1995.
Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Penerbit, PT. Bpk Gunung Mulia, Jakarta, 1997

INGKAR SUNNAH

BAB I
PENDAHULUAN

Secara paradigma pemikiran dan pemahaman, sejarah inkar Sunnah memang sangat erat dengan golongan Khawarij, Muktazilah, dan Syiah . Dan dari segi benih kemunculan, mereka sudah tampak sejak masa sahabat. Bahkan, kabar tentang akan adanya orang yang mengingkari Sunnah sudah pernah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Tetapi, dari segi golongan atau kelompok yang terpisah dan berdiri sendiri, inkar Sunnah ini sesungguhnya tidak pernah eksis kecuali pada masa penjajahan kolonial Inggris di India sekitar abad delapan belas.
Barangkali, satu-satunya kitab terdahulu yang di dalamnya ada pembahasan khusus yang membantah pemahaman orang-orang inkar Sunnah yang menunjukkan keberadaannya adalah kitab Ar-Risalah karya Imam Asy-Syafi'i, yang memang waktu itu sempat berhadapan dengan mereka. Adapun kitab-kitab terdahulu lain, biasanya hanya membahas masalah kedudukan Sunnah dalam syariat Islam serta hukum orang yang mengingkarinya. Misalnya, Al-Kifayah fi 'Ilm Ar-Riwayah (Imam Al-Khathib Al-Baghdadi), Syarh As-Sunnah An-Nabawiyyah (Imam Abu Muhammad Al-Baghawi), dan Miftah Al-Jannah fi Al-Ihtijaj bi As-Sunnah (Imam Jalaluddin As-Suyuthi).
Semestinya, apabila kelompok inkar Sunnah benar-benar pernah ada wujudnya dalam perjalanan sejarah Islam, tentu akan mudah ditemui kisahnya dalam kitab-kitab tarikh yang besar semacam; Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk (Ibnu Jarir Ath-Thabari), Tarikh Al-Islam (Imam Adz-Dzahabi), Al-Bidayah wa An-Nihayah (Ibnu Katsir), Tarikh Dimasyq (Ibnu Asakir), Al-Kamil fi At-Tarikh (Ibnul Atsir), dan Tarikh Baghdad (Al-Khathib Al-Baghdadi).
BAB II
INGKAR SUNNAH

A. Pengertian Ingkar Sunnah
Orang yang tidak mempercayai hadits Nabi saw sebagai landasan Islam, maka dia sesat. Itulah kelompok Inkar Sunnah. Ada tiga jenis kelompok Inkar Sunnah. Pertama kelompok yang menolak hadits-hadits Rasulullah saw secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadits-hadits yang tak disebutkan dalam al-Qur'an secara tersurat ataupun tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits-hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits-hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawatir) walaupun shahih. Mereka beralasan dengan ayat, ".sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun terhadap kebenaran" . Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut penafsiran model mereka sendiri.
B. Pendiri Ingkar Sunnah
Pemahaman anti-Hadis atau Ingkarul Sunnah di dirikan oleh Profesor Dr Goldziher, kelahiran Yahudi Hungary pada tahun 1870 dan meninggal pada tahun 1921. Goldziher mendapat beasiswa Zionis International Jerman untuk melanjutkan pelajaran di al Universiti Azhar pada tahun 1873. Dia diutus khas mendalami bidang Sunnah dan akhirnya dia mencetuskan ajaran mengingkari Sunnah dengan slogan "Pembaharuan Islam."
Pada tahun 1876 sekembali dari Mesir, beliau memegang jawatan Setiausaha Zionis Antarabangsa cawangan Budapest. Kemudian selama 15 tahun dia mengajar di maktab Zionis Budapest untuk melahirkan graduan-graduan Zionis yang akan bertebaran di seluruh dunia mengembangkan ajaran mengingkari sunnah ini bertujuan melemahkan ajaran ! Islam dari dalam. Pengasas ajaran Ingkarus Sunnah ini meninggalkan hampir 200 judul karya khas dalam jurusan Mengingkari Sunnah dan melahirkan beratus ribuan graduan yang telah dirosakkan kefahaman mereka tentang Sunnah. Profesor Goldziher adalah salah satu agenda Zionis Antarabangsa.
Kebanyakan cendikiawan islam yang menuntut di Eropah telah terpengaruh dengan ajaran Goldziher ini. Di antara murid-murid Goldziher termashyur dari Mesir ialah Dr Ali Hasan Abdul Kadir, Toha Hussin, Dr Ahmad Amin, Rasyad Khalifa, dan Dr Abu Rayyah.
C. Ingkar Sunnah di Indonesia
Inkar Sunnah di Indonesia muncul tahun 1980-an ditokohi Irham Sutarto. Kelompok Inkar Sunnah di Indonesia ini difatwakan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai aliran yang sesat lagi menyesatkan, kemudian dilarang secara resmi dengan Surat Keputusan Jaksa Agung No. Kep-169/ J.A./ 1983 tertanggal 30 September 1983 yang berisi larangan terhadap aliran inkarsunnah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Berikut kutipan asli dari Fatwa MUI tersebut :
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya di Jakarta pada Tanggal 16 Ramadhan 1403 H. bertepatan dengan tanggal 27 Juni 1983 M., setelah :
Memperhatikan :
Di sementara daerah Indonesia dewasa ini diketahui adanya aliran yang tidak mengakui hadits Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum Syariat Islam seperti yang ditulis antara lain oleh saudara Irham Sutarto (Karyawan PT Unilever Indonesia di Jakarta).
Menimbang :
1. Bahwa Hadis Nabi Muhammad SAW adalah salah satu sumber Syari’at Islam yang wajib dipegang oleh Umat Islam, berdasarkan :
a. Ayat-ayat al-Qur-’ an antara lain :

1. Surat al-Hasyr : 7
“apa yang diberikan Rasul kepadarnu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maku tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya “.
2. Surat an-Nisa: 80
“Barang siapa yarg mentaati Rasul itu, sesungguhnva ia telah mentaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari mentaati itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka “.
3. SuratAl-Imran, ayat: 31-32
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutlah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah : Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir. “
4. Surat An Nisa , ayat : 59
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi), dan Ulul amri diantara kami. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (AIQur’an dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baikakibatnya. “
5. Surat An Nisa, ayat : 65
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak berimcm hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa diri mereL tidak keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereti, menerima dengan sepenuhnya. “
6. Surat An Nisa’, ayat : 105
“Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengumembawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusi., dengan apa yang Allah Wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orangyang Khianat. “
7. Surat An Nisa’, ayat : 150-151
“Sesungguhnya orang-orang kafir kepada Allah dan Rasulnya, dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan Rasul-rasulnya, dengan mengatakan “Kami beriman kepada sebagian dari (Rasulrasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain) serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (lain) diantara yang demikian (iman dan kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir itu siksaan yangmenghinakan.
8. Surat An Nahi : 44
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. “
b. Hadits Rasul SAW Antara lain:
“Dikhawatirkan seseorang yang duduk menyampaikan satu hadits dariku lalu ia berkata antara kami dan antara kamu kitab Allah, maka tidaklah kami perdapat padanya dari batang halal yang kami halalkan dan tidak kami dapati padanya barang haram yang kami haramkan kecuali sesungguhnya apa yang diharamkan Rasulullah SAW seperti yang diharamkan Allah. “(RiwayatAlHakim). “Ikutilah Sunatku dan sunat Khulaf’aur Rasyidin vang diberi petunjuk sesudahku dan pegang teguhlah padanya. “(RiwaYat A1-Hakim dalami Mustadrak). “Aku telah meninggalkan pada kamu dua hal. Kitab Allah dan sunnatku, tidak kamu sesat selama berpegang padanya. (Riwayat Tirmidzi) “Hendaklah menyampaikan yang menyaksikan dari kamu kepada yarrg tak hadir. Ada kalanva orang yang tablighi lebih kuat rnemelihara (menghafal) dari pada yang mendengar: “(Riwayat Bukhari). c. Ijma’ para sahabat Rasulullah baik selama hayatnya maupun setelah wafatnya.
2. Adanya aliran tersebut ditengah-tengah masyarakat akan menodai murninya agama Islam dan menimbulkan keresahan dikalangan Ummat Islam, yang pada gilirannya akan mengganggu stabilitas/ketahanan nasional.
Mengingat :
Pendapat-pendapat para anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
MEMUTUSKAN
1. Aliran yang tidak mempercayai hadis Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum syari’at Islam, adalah sesat menyesatkan clan berada di luar agama Islam.
2. Kepada rnereka yang secara sadar atau tidak, telah mengikuti aliran tersebut. agar segera bertaubat.
3. Menyerukan kepada ummat Islam untuk tidak terpengaruh dengan aliran yang sesat itu.
4. Mengharapkan kepada para Ulama untuk memberikan bimbingan dan petunjuk bagi mereka yang ingin bertaubat.
5. Meminta dengan sangat kepada pemerintah agar mengambil tindakan tegas berupa larangan terhadap aliran yang tidak mempercayai Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai sumber Syari’at Islam
Ditetapkan :
Jakarta, 16 Ramadhan 1403 H.
27 Juni 1994
DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Sekretaris
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML H. Musytari Yusuf, LA

D. Alqur’an Suci dan Ingkar Sunnah
Sekilas pernah mendengar berita atas kehilangan dua orang mahasiswi Bandung yang pergi entah berantah. Dari sumber-sumber ada mengatakan bahwa si mahasiswi tersebut ikut pengajian Al Quran, namun apa yang terjadi adalah sebuah kemalangan bagi keluarganya. Karena sampai berapa hari si mahasiswi tersebut tidak kungjung pulang ke rumahnya.
Hingga sekarang kasus kehilangan ini, telah dilaporkan kepada pihak berwajib terkait dengan hilangnya dua orang mahasiswi yang ikut pengajian Al Quran Suci. Dari sebuah sumber ternyata aliran AS ini berhubungan khusus dengan aliran Ingkar Sunnah (anti hadist) dari penyataan tersebut sangat jelas aliran AS merupakan aliran yang sesat dari Al Quran bahkan Hadist. Ada keganjilan dalam kelompok pengajian Alquran Suci itu, di antaranya tidak percaya hadis Nabi dan membaca Alquran tidak boleh dilagukan (qiroah). Selain itu, wanita haid boleh pegang Alquran dan memperbolehkan salat tanpa wudu. Ajaran itu juga menekankan bahwa harta dan raga harus dikorbankan untuk ajarannya tersebut. Namun, sangat disayangkan pihak MUI Jabar belum bisa mengklarifikasi bahwa aliran AS adalah sesat. Sampai detik ini, belum ada pihak yang berhasil mengidentifikasi masalah tersebut, sehingga dari kepolisian dan MUI juga sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut.
E. Pokok-Pokok Ajarannya
1. Dasar hukum mereka hanya Al-Quran, Tidak percaya kepada hadits Rosulullah,
2. Syahadat mereka Âsyhadu biannana muslimin,
3. Shalat mereka bermacam2, ada yang shalatnya dua rakaat dua rakaat ada juga yang bila ingat saja,
4. puasa wajib bagi orang yg melihat bulan saja, haji boleh dilakukan selama bulan muharam, rajab, julqaidah dan julhijjah.
5. Pakaian Ihrom adalah pakaian orang arab yg bikin repot, oleh sebab itu boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi;
Nabi Muhammad tidak berhak untuk menjelaskan isi kandungan al quran, dan rosul diutus sampai hari kiamat.
6. Dan lain-lain yang aneh-aneh.

BAB III
KESIMPULAN

Orang yang tidak mempercayai hadits Nabi saw sebagai landasan Islam, maka dia sesat. Itulah kelompok Inkar Sunnah. Ada tiga jenis kelompok Inkar Sunnah. Pertama kelompok yang menolak hadits-hadits Rasulullah saw secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadits-hadits yang tak disebutkan dalam al-Qur'an secara tersurat ataupun tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits-hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits-hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawatir) walaupun shahih.
Aliran/faham sesat ini muncul di Indonesia sekitar tahun 1980-an yang lalu dengan menamakan pengajian yang mereka adakan tersebut adalah kelopok Qur´ani.
Beberapa masjid di jakarta dikuasai oleh mereka, seperti mesjid As Syifa RSCM (rumah sakit terbesar dan rumah sakit pusat di Indonesia). Rumah sakit tsb bersatu dengan Universitas Indonesia. Pengajian tersebut dipimpin oleh Haji Abdurrahman. Pengajian dimulai ba"da maghrib serta pengikutnya banyak. Lama kelamaan pengajian tersebut tidak mau memakai adzan dan qomat karena tidak ada dalam qur’an, serta seluruh sholat menjadi dua raka´at. Diproyek pasar rumput yaitu dimesjid Al Burhan muncul pula pengajian yg dipimpin oleh Ust. H.Sanwani guru masyarakat di sekitarnya.
Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa pengajian tersebut muncul dimana-mana. Mereka juga mencetak buku-buku yang banyak untuk menyebarkan faham mereka di masyarakat. Setelah dilacak tokoh nya adalah orang Indonesia yang mengeluarkan biaya cukup besar untuk pengajian tersebut, yaitu Lukman Saad. Dia berasal dari Pajang Panjang Sumatra Barat dan lulusan IAIN Yogyakarta sampai sarjana muda/BA serta sebagai direktur sebuah percetakan dan penerbitan. Penelitian terus dilakukan dan ternyata Lukman Saad ini berhubungan dengan Ir. Irham Sutarto ketua Serikat Buruh PT Unilever Imdonesia. Ir. Irham adalah tokoh ingkar sunnah yg juga pertama menulis buku ajaran ingkar sunah dengan tulisan tangan.
Peran Ir. Irham ini sangat besar, sedang pemilik PT. Unilever ini adalah orang Belanda dan Lukman saad Direktur PT. Ghalia Indonesia mendapat mesin percetakan modern dari Belanda. Tidak kah dibalik permainan ini ada tangan orang yahudi yang coba menghancurkan Islam di Indoneria. Akhirnya penelitian menemukan bahwa kegiatan kelompok imgkar sunnah ini adalah MARIMUS TAKA keturunan indo jerman yang tinggal di Depok Jawa Barat. Marimus mengaku dirinya bisa membaca Al quran tanpa belajar terlebih dahulu. Dia mengajarkan ajaran sesat ini dimana-mana di Jakarta. Akhirnya pada hari jum´at tanggal 4 juni 1983 Marimus Taka ditangkap ramai-ramai ketika sedang mengadakan pengajian di jln Bakti Tanjung Priok. Ketika diperiksa di Kodim Dia menangis-nangis dan terbongkarlah kegitan yang dilakukan nya tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-kariim
http://media-islam.or.id/2007/09/26/fatwa-mui-ingkar-sunnah-sesaat/
http://peperonity.com/go/sites/mview/ingkarsunnah
http://antibidah.org/
http://aulia87.wordpress.com/2007/10/08/al-quran-suci-cs-ingkar-sunnah/
http://www.e-bacaan.com/artikel_antihadis.htm

TAFSIR AL - FATIHAH

BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu Tafsir adalah suatu bidang ilmu yang sangat penting dalam perbendaharaan ilmu-ilmu Islam. Karena kajian serta upaya memahami dan memahamkan al-Qur’an, belajar dan mengajarkannya pada orang lain termasuk tujuan amat luhur dan sasaran yang sangat mulia. Dan ilmu tentang al-Qur’an yang paling Sempurna adalah ilmu tafsir .
A. Latar Belakang Penulisan Makalah
Adapun penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh Dosen Pembimbing Ustadz Mulkan Darajat Sena Silaen, S.Pd.I.
B. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mencoba memahami dan memperdalam pengetahuan kami selaku pemakalah khususnya, dan para pembaca makalah umumnya dalam bidang ilmu tafsir yang sangat jarang sekali pada saat ini kita dapatkan pakar ataupun ahlinya.

BAB II
TAFSIR SURAT AL-FATIHAH
1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai di hari Pembalasan.
5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.
86. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,
7. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
A. Pengertian Al-Fatihah
Surat ini disebut al-Fatihah yang artinya adalah pembuka kitab secara tertulis. Dengan surat inilah dibukanya bacaan dalam shalat. Shalat ini disebut juga Ummul Kitab (induk al-Qur’an) berdasarkan pendapat jumhur.
Surah ini juga mempunyai banyak nama lain, antara lain Ummul-Kitab, Asy-Syifa’, Al-Waqiyah, Al-Kafiyah, Asas Al-Quran, dan sebagainya.
Surat al-Fatihah ini melengkapi unsur-unsur pokok Syariat Islam, kemudian dijelaskan perinciannya oleh ayat-ayat al-Qur’an yang 113 surat berikutnya.

B. Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat per Ayat

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Para sahabat memulai membaca Al-Quran dengan ucapan ini. Membaca bismillahir-rahmanir-rahim dianjurkan di awal setiap pembicaraan dan pekerjaan. Ini berdasarkan sabda Nabi SAW, “Setiap perkara yang tidak dimulai dengan membaca bismillahir-rahmanir-rahim, ia menjadi terputus,” Arti “terputus”, sedikit keberkahannya.
Membaca basmalah juga disunahkan ketika berwudhu , berdasarkan sabda Nabi SAW, “Tidak sempurna wudu seseorang yang tidak menyebut nama Allah.” Menurut mazhab Syafi’I, disunahkan membaca basmalah ketika menyembelih, sedangkan menurut mazhab yang lain hukumnya wajib. Disunahkan juga membaca basmalah ketika hendak bersetubuh, berdasarkan sabda Nabi SAW, “Seandainya salah seorang di antara kalian ketika hendak bersetubuh mengucapkan, “bismillah, Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau berikan kepada kami (yakni anak yang akan Allah berikan)’, seandainya ia ditakdirkan mempunyai anak dari hubungannya disaat itu – anak itu tak akan dicelakakan oleh setan selamanya.
Membaca basmalah disunnahkan pada saat mengawali setiap pekerjaan. Disunnahkan juga pada saat hendak masuk ke kamar kecil (toilet).
Menurut Ibn Jarir, Sifat ar-rahman atau pengasih Allah adalah untuk semua mahluk, dan ar-rahim-Nya untuk orang-orang mukmin. Lafaz ar-rahman juga nama Allah yang khusus yang tidak boleh digunakan oleh selain Dia (Artinya, jika hanya memakai Ar-Rahman atau Rahman saja. Jika seseorang mempunyai nama Abdurrahman tentu sangat bagus, karena artinya “hamba Allah yang bersifat rahman”).

2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Al-Qurthubi mengatakan, Allah menyifati diri-Nya dengan Ar-rahmanir-rahim setelah firman-Nya rabbil-alamin adalah untuk mengiringkan tarhib (pernyataan yang mengandung ancaman, meskipun implisit) dengan targhib (pernyataan yang mengandung kabar gembira) . Sebagaimana firman Allah :
49. Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, 50. dan bahwa Sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.
Didalam kata rabb yang telah kita ketahui maknanya di atas terkandung pengertian ancaman, karena pemilik sesuatu berhak melakukan suatu tindakan terhadap miliknya, sedangkan ucapan ar-rahmanir-rahim mengandung kabar gembira.

4. Yang menguasai di hari Pembalasan.
Maalik adalah zat yang memiliki kekuasaan atau penguasa. Penguasa itu berhak untuk memerintah dan melarang orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Dia juga yang berhak untuk mengganjar pahala dan menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dialah yang berkuasa untuk mengatur segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya menurut kehendaknya sendiri. Bagian awal ayat ini boleh dibaca Maalik (dengan memanjangkan mim) atau Malik (dengan memendekkan mim). Maalik maknanya penguasa atau pemilik. Sedangkan Malik maknanya raja.
Yaumid diin adalah hari kiamat. Disebut sebagai hari pembalasan karena pada saat itu seluruh umat manusia akan menerima balasan amal baik maupun buruk yang mereka kerjakan sewaktu di dunia. Pada hari itulah tampak dengan sangat jelas bagi manusia kemahakuasaan Allah terhadap seluruh makhluk-Nya. Pada saat itu akan tampak sekali kesempurnaan dari sifat adil dan hikmah yang dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan penguasa yang dahulunya berkuasa di alam dunia sudah turun dari jabatannya. Hanya tinggal Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat itu semuanya setara, baik rakyat maupun rajanya, budak maupun orang merdeka. Mereka semua tunduk di bawah kemuliaan dan kebesaran-Nya. Mereka semua menantikan pembalasan yang akan diberikan oleh-Nya. Mereka sangat mengharapkan pahala kebaikan dari-Nya. Dan mereka sungguh sangat khawatir terhadap siksa dan hukuman yang akan dijatuhkan oleh-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat ini hari pembalasan itu disebutkan secara khusus. Allah adalah penguasa hari pembalasan. Meskipun sebenarnya Allah jugalah penguasa atas seluruh hari yang ada. Allah tidak hanya berkuasa atas hari kiamat atau hari pembalasan saja.
Sebagian ahli qiraah membaca maaliki dengan maliki (ma-nya tidak dipanjangkan). Kedua bacaan itu (baik ma-nya dibaca panjang maupun pendek) adalah bacaan yang sahih dan mutawatir (diriwayatkan secara sahih dari berbagai jalur yang sangat banyak). Disebutkannya Allah sebagai yang menguasai di hari kemudian, karena pada saat itu tak seorang pun yang mengakui memiliki sesuatu dan tidak ada yang berbicara kecuali dengan izin-Nya.
Di dalam sebuah ayat dikatakan, “Mereka tidak berkata-kata, kecuali yang telah diizinkan oleh Tuhan, Yang Maha Pemurah, dan ia mengucapkan kata yang benar.” Raja yang sebenarnya adalah Allah, sedangkan penamaan segala sesuatu selain Dia dengan kata “raja” adalah kiasan saja. Sedangkan kata diin pada ayat ini berarti pembalasan dan perhitungan, karena pada hari ini semua mahluk diperhitungkan dan diberi balasan atas perbuatannya.

5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah[, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.
Menurut syara’, ibadah adalah yang menghimpunkan cinta, ketundukan, dan rasa takut yang sempurna. Arti ayat ini, “Kami tidak menyembah kecuali kepada-Mu, dan Kami tidak berserah diri kecuali kepada-Mu juga.” Inilah taat yang sempurna. Agama secara keseluruhannya terpulang kepada dua hal ini. Yang pertama membebaskan diri dari perbuatan syirik, sedangkan yang kedua membebaskan diri dari pengakuan memiliki upaya dan kekuatan, serta menyerahkannya kepada Allah SWT.
Kalimat iyyaka na’budu didahulukan daripada iyyaka nasta’in karena beribadah kepada Allah itulah yang merupakan tujuan, sedangkan meminta pertolongan adalah perantara untuk menuju ke sana. Karena, pada dasarnya segala yang terpenting didahulukan, kemudian setelah itu baru yang penting, dan seterusnya.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahulah berkata, “Didahulukannya ibadah sebelum isti’anah ini termasuk metode penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus. Dan juga dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah ta’ala di atas hak hamba-Nya….”
Beliau pun berkata, “Mewujudkan ibadah dan isti’anah kepada Allah dengan benar itu merupakan sarana yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan yang abadi. Dia adalah sarana menuju keselamatan dari segala bentuk kejelekan. Sehingga tidak ada jalan menuju keselamatan kecuali dengan perantara kedua hal ini. Dan ibadah hanya dianggap benar apabila bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ditujukan hanya untuk mengharapkan wajah Allah (ikhlas). Dengan dua perkara inilah sesuatu bisa dinamakan ibadah. Sedangkan penyebutan kata isti’anah setelah kata ibadah padahal isti’anah itu juga bagian dari ibadah maka sebabnya adalah karena hamba begitu membutuhkan pertolongan dari Allah ta’ala di dalam melaksanakan seluruh ibadahnya. Seandainya dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maka keinginannya untuk melakukan perkara-perkara yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang itu tentu tidak akan bisa tercapai.”

6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,
Setelah memuji Zat yang akan diminta, tepatlah jika kemudian diikuti dengan mengajukan permintaan. Ini adalah kondisi peminta yang sempurna, yakni ia memuji siapa yang akan diminta, setelah itu baru meminta kebutuhannya. Cara demikian tentu akan lebih membawa keberhasilan. Karena itulah, Allah menunjukkan hal tersebut.
Yang dimaksud hidayah di sini adalah bimbingan dan taufik. Para mufasir dari kalangan salaf (ulama terdahulu) maupun khalaf (ulama kini) berbeda pendapat tentang penafsiran ash-shirathal-mustaqim sekalipun semuanya terpulang kepada satu poin yang sama, yaitu mengikuti Allah dan Rasul-Nya. Ada riwayat yang menyebutkan, ash-shirathal-mustaqiim artinya Kitabullah. Ada pula riwayat yang menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah agama islam.
Ibn Abbas mengatakan, yang dimaksud adalah agama Allah yang tidak ada kebengkokan di dalamnya. Sedangkan Ibn Al-Hanafiyah menyebutkan, yang dimaksud adalah agama Allah di mana agama lainnya yang dipeluk oleh seorang hamba tidak akan diterima. Mujahid memberikan keterangan yang lain lagi. Ia mengatakan, ash-shiraahal-Mustaqiim adalah kebenaran. Pengertian ini mempunyai cakupan yang lebih luas dan tidak bertentangan dengan pendapat-pendapat yang disebutkan tadi.
Jika ada yang bertanya, mengapa seorang mukmin meminta hidayah di setiap waktu salat padalah hal itu telah ia miliki, jawabannya sebagai berikut:
Seorang hamba setiap saat dan di setiap keadaan butuh agar Allah menetapkan dan menguatkan hidayah yang telah dimilikinya. Maka Allah memberikan petunjuk kepada hamba-Nya agar ia meminta kepada-Nya di setiap waktu agar memberikannya pertolongan, ketetapan (kemantapan), dan taufik.
Abu Bakar pernah membaca ayat ini dalam rakaat ketiga pada shalat Maghrib secara sirri (tidak keras), setelah selesai membaca al-Fatihah

7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Kalimat shiraathal-ladziina an’amta ‘alaihim menjelaskan ash-shiraathal-mustaqiim. Mereka yang telah diberi nikmat adalah yang disebutkan dalam surah An-nisa’, yang artinya, “Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
Ibn Abbas menjelaskan, mereka adalah para malaikat, para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh. Rabi’ bin Anas mengatakan, mereka adalah para nabi, sedangkan Ibn Juraij dan Mujahid berpendapat, mereka adalah orang-orang mukmin. Penafsiran Ibn Abbas tampak lebih umum dan lebih luas cakupannya..
Pengertian orang-orang yang dimurkai adalah orang –orang yang mengetahui kebenaran tetapi berpaling darinya, sedangkan orang-orang yang sesat adalah yang tidak memiliki pengetahuan sehingga mereka berada dalam kesesatan, tidak mendapatkan petunjuk menuju kebenaran. Pengingkaran pertama (bukan jalan orang-orang yang dimurkai) diikuti dengan pengingkaran kedua (dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat) menunjukan, ada dua jalan yang rusak, yaitu jalan orang-orang Yahudi dan jalan orang-orang Nasrani.
Selain untuk menguatkan pengingkaran, juga untuk membedakan dua jalan yang rusak itu agar kedua-duanya dihindari, karena jalan orang-orang yang beriman mencakup dua hal sekaligus: mengetahui kebenaran dan mengamalkannya. Orang-orang Yahudi mengetahui tapi tidak mengamalkannya, sedangkan orang-orang Nasrani tidak memiliki pengetahuan tentang itu tapi mengamalkannya. Karena itu, orang Yahudi dimurkai dan orang Nasrani berada dalam kesesatan. Hadis-hadis banyak yang menjelaskan hal itu. Di antaranya yang diriwayatkan dari ‘Adiy bin Hatim, ia mengatakan, “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang firman Allah ghairil-maghdhuubi ‘alaihim, beliau menjawab, ‘Mereka orang-orang Yahudi,’ sedangkan waladh-dhaalliin, kata beliau, ‘Mereka orang-orang Nasrani,”
Bagi orang yang membaca surah Al-Fatihah, disunahkan sesudahnya mengucapkan amiin, yang artinya, “Kabulkanlah permintaan kami, Ya Allah,” Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia mengatakan, “Rasulullah SAW, apabila membaca ghairil-maghdhubi ‘alaihim, sesudahnya mengucapkan amiin, sehingga dapat didengar oleh orang yang berada di saf pertama di belakang beliau.”
Orang yang dimurkai adalah orang yang sudah mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau mengamalkannya. Contohnya adalah kaum Yahudi dan semacamnya. Sedangkan orang yang tersesat adalah orang yang tidak mengamalkan kebenaran gara-gara kebodohan dan kesesatan mereka. Contohnya adalah orang-orang Nasrani dan semacamnya. Sehingga di dalam ayat ini tersimpan motivasi dan dorongan kepada kita supaya menempuh jalan kaum yang shalih. Ayat ini juga memperingatkan kepada kita untuk menjauhi jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sesat dan menyimpang
C. Asbabun Nuzul
Mengenai asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya) surat al-Fatihah, sebagaimana diriwatkan oleh Ali bin Abi Tholib (mantu Rosulullah Muhammad saw: “Surat al-Fatihah turun di Mekah dari perbendaharaan di bawah ‘arsy’”
Riwayat lain menyatakan, Amr bin Shalih bertutur kepada kami: “Ayahku bertutur kepadaku, dari al-Kalbi, dari Abu Salih, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Nabi berdiri di Mekah, lalu beliau membaca, Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Kemudian orang-orang Quraisy mengatakan, “Semoga Allah menghancurkan mulutmu (atau kalimat senada).”
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rosulullah saw. bersabda saat Ubai bin Ka’ab membacakan Ummul Quran pada beliau, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, Allah tidak menurunkan semisal surat ini di dalam Taurat, Injil, Zabur dan al-Quran. Sesungguhnya surat ini adalah as-sab’ul matsani (tujuh kalimat pujian) dan al-Quran al-’Azhim yang diberikan kepadaku.”
D. Keutamaan Al-Fatihah
Pertama, al-Fatihah adalah surat yang paling utama. Dari Anas bin Malik ra. berkata: Tatkala Nabi saw dalam sebuah perjalanan lalu turun dari kendaraannya, turun pula seorang lelaki di samping beliau. Lalu Nabi menoleh ke arah lelaki tersebut kemudian berkata: “Maukah kamu aku beritahukan surat yang paling utama di dalam al-Quran? Anas berkata: Kemudian Nabi saw membacakan ayat ’segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.’
Kedua, al-Fatihah dapat digunakan untuk meruqyah. Dari Abi Sa’id al-Khudry dan Abu Hurairah ra (keduanya) berkata: “Rosulullah saw bersabda, surat pembuka al-Kitab dapat menyembuhkan dan menawarkan racun.”
Ketiga, mengucapkan amin akan menghapus dosa-dosa. Dari Abu Hurairah ra., Sesungguhnya Nabi saw bersabda: “Jika imam mengucapkan ‘ghoiril magdhubi ‘alaihim waladh dhallin’, maka sambutlah dengan ucapan ‘amin’, karena para malaikatpun mengucapkan ‘amin’ dan sesungguhnya imampun mengucapkan ‘amin’ pula. Maka barang siapa yang ucapan ‘amin’-nya sesuai dengan ucapan malaikat, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.
Keempat, tanpa al-Fatihah salat akan tidak sempurna. Dari A’isyah ra. berkata: Aku mendengar Rosulullah saw. bersabda: “Setiap salat yang tidak membaca surat al-Fatihah maka salatnya tergolong khaddaj (tidak sempurna).”
Kelima, al-Fatihah adalah induk al-Quran. Dari Abu Hurairah ra., Rosulullah bersabda: Induk al-Quran adalah tujuh ayat yang berulang dan al-Quran yang agung.”

BAB III
KESIMPULAN

Surat yang demikian ringkas ini sesungguhnya telah merangkum berbagai pelajaran yang tidak terangkum secara terpadu di dalam surat-surat yang lain di dalam Al Quran. Surat ini mengandung intisari ketiga macam tauhid. Di dalam penggalan ayat Rabbil ‘alamiin terkandung makna tauhid rububiyah. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatanNya seperti mencipta, memberi rezeki dan lain sebagainya. Di dalam kata Allah dan Iyyaaka na’budu terkandung makna tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam bentuk beribadah hanya kepada-Nya. Demikian juga di dalam penggalan ayat Alhamdu terkandung makna tauhid asma’ wa sifat. Tauhid asma’ wa sifat adalah mengesakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifatNya. Allah telah menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi diri-Nya sendiri. Demikian pula Rasul shallallahu’alaihi wa sallam. Maka kewajiban kita adalah mengikuti Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan sifat-sifat kesempurnaan itu benar-benar dimiliki oleh Allah. Kita mengimani ayat ataupun hadits yang berbicara tentang nama dan sifat Allah sebagaimana adanya, tanpa menolak maknanya ataupun menyerupakannya dengan sifat makhluk.
Selain itu surat ini juga mencakup intisari masalah kenabian yaitu tersirat dari ayat Ihdinash shirathal mustaqiim. Sebab jalan yang lurus tidak akan bisa ditempuh oleh hamba apabila tidak ada bimbingan wahyu yang dibawa oleh Rasul. Surat ini juga menetapkan bahwasanya amal-amal hamba itu pasti ada balasannya. Hal ini tampak dari ayat Maaliki yaumid diin. Karena pada hari kiamat nanti amal hamba akan dibalas. Dari ayat ini juga bisa ditarik kesimpulan bahwa balasan yang diberikan itu berdasarkan prinsip keadilan, karena makna kata diin adalah balasan dengan adil. Bahkan di balik untaian ayat ini terkandung penetapan takdir. Hamba berbuat di bawah naungan takdir, bukan terjadi secara merdeka di luar takdir Allah ta’ala sebagaimana yang diyakini oleh kaum Qadariyah (penentang takdir). Dan menetapkan bahwasanya hamba memang benar-benar pelaku atas perbuatan-perbuatanNya. Hamba tidaklah dipaksa sebagaimana keyakinan kaum Jabriyah. Bahkan di dalam ayat Ihdinash shirathal mustaqiim itu terdapat intisari bantahan kepada seluruh ahli bid’ah dan penganut ajaran sesat. Karena pada hakikatnya semua pelaku kebid’ahan maupun penganut ajaran sesat itu pasti menyimpang dari jalan yang lurus; yaitu memahami kebenaran dan mengamalkannya. Surat ini juga mengandung makna keharusan untuk mengikhlaskan ketaatan dalam beragama demi Allah ta’ala semata. Ibadah maupun isti’anah, semuanya harus lillaahi ta’aala. Kandungan ini tersimpan di dalam ayat Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.
Allah ta’ala berfirman : ‘Aku membagi shalat (Al Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dia minta.’ Kalau hamba itu membaca, ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’, maka Allah ta’ala menjawab, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku’. Kalau dia membaca, ‘Ar Rahmanirrahim’ maka Allah ta’ala menjawab, ‘Hamba-Ku menyanjung-Ku’. Kalau ia membaca, ‘Maliki yaumid din’ maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku mengagungkan Aku’. Kemudian Allah mengatakan, ‘Hamba-Ku telah pasrah kepada-Ku’. Kalau ia membaca, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ maka Allah menjawab, ‘Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya.’. dan kalau dia membaca, ‘Ihdinash shirathal mustaqim, shirathalladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhubi ‘alaihim wa ladh dhaalliin” maka Allah berfirman, ‘Inilah hak hamba-Ku dan dia akan mendapatkan apa yang dimintanya.’.”
Makna dari firman Allah di dalam hadits qudsi ini, “Kalau ia membaca, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ maka Allah menjawab, ‘Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya.” ialah : kalimat yang pertama yaitu ‘Iyyaka na’budu’ mencakup ibadah, dan itu merupakan hak Allah. sedangkan kalimat yang kedua (yaitu wa iyyaka nasta’in, pen) mengandung permintaan hamba untuk memperoleh pertolongan dari Allah dan menunjukkan bahwa Allah berkenan memberikan kemuliaan baginya dengan mengabulkan permintaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Kariim dan Terjemahan. Depag. 1974
Alu Syaikh, Abdullah Bin Muhammad: Tafsir Ibnu Katsir. Pustaka Imam Syafii. Jakarta.2008
Al-Mubarakfuri,Syafiyurrahaman: Shahih Tafsir Ibnu Katsir.Pustaka Ibnu Katsir.Jakarta.2007
As-Sa’di, Abdurrahman: Tafsir As-Sa’di. Pustaka Darul Haq. Jakarta.2008