29 Januari 2008

Dakwah dalam pandangan agama Islam

BAB I
PRINSIP DA'WAH DALAM AL QUR'AN

A. Pengertian dan Tujuan Da'wah
Da'wah Secara lughawi berasal dari bahasa Arab, da'wah yang artinya seruan, panggilan, undangan. Secara istilah, kata da'wah berarti menyeru atau mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk, menyuruh berbuat kebajikan dan melarang perbuatan munkar yang dilarang oleh Allah Swt. dan rasul-Nya agar manusia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Syaikh Ali Mahfuzh -murid Syaikh Muhammad Abduh- sebagai pencetus gagasan dan penyusunan pola ilmiah ilmu da'wah memberi batasan mengenai da'wah sebagai: "Membangkitkan kesadaran manusia di atas kebaikan dan bimbingan, menyuruh berbuat ma'ruf dan maencegah dari perbuatan yang munkar, supaya mereka memperoleh keberuntungan kebahagiaan di dunia dan di akhirat."
Da'wah adalah usaha penyebaran pemerataan ajaran agama di samping amar ma'ruf dan nahi munkar. Terhadap umat Islam yang telah melaksanakan risalah Nabi lewat tiga macam metode yang paling pokok yakni da'wah, amar ma'ruf, dan nahi munkar, Allah memberi mereka predikat sebagai umat yang berbahagia atau umat yang menang.
Adapun mengenai tujuan da'wah, yaitu:
pertama, mengubah pandangan hidup. Dalam QS. Al Anfal: 24 di sana di siratkan bahwa yang menjadi maksud dari da'wah adalah menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya. Hidup bukanlah makan, minum dan tidur saja. Manusia dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya.
Kedua, mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju terang-benderang. Ini diterangkan dalam firman Allah: "Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu untuk mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang-benderang dengan izin Tuhan mereka kepada jalan yang perkasa, lagi terpuji." (QS. Ibrahim: 1)
B. Urgensi dan Strategi Amar ma'ruf Nahi munkar
Dalam Al-Qur'an dijumpai lafadz "amar ma'ruf nahi munkar" pada beberapa tempat. Sebagai contoh dalam QS. Ali Imran: 104: "Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung". Hasbi Ash Siddieqy menafsirkan ayat ini: "Hendaklah ada di antara kamu suatu golongan yang menyelesaikan urusan dawah, menyuruh ma'ruf (segala yang dipandang baik oleh syara` dan akal) dan mencegah yang munkar (segala yang dipandang tidak baik oleh syara` dan akal) mereka itulah orang yang beruntung."
Dalam ayat lain disebutkan "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah" (QS. Ali Imran: 110). Lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar tersebut juga bisa ditemukan dalam QS. At Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A'raf: 165, Al Maidah: 78-79 serta masih banyak lagi dalam surat yang lain.
Bila dicermati, ayat-ayat di atas menyiratkan bahwa amar ma'ruf nahi munkar merupakan perkara yang benar-benar urgen dan harus diimplementasikan dalam realitas kehidupan masyarakat. Secara global ayat-ayat tersebut menganjurkan terbentuknya suatu kelompok atau segolongan umat yang intens mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kejelekan. Kelompok tersebut bisa berupa sebuah organisasi, badan hukum, partai ataupun hanya sekedar kumpulan individu-individu yang sevisi. Anjuran tersebut juga dikuatkan dengan hadits Rasulullah: "Jika kamu melihat umatku takut berkata kepada orang dzhalim, 'Hai dzhalim!', maka ucapkan selamat tinggal untuknya."
Dari ayat-ayat di muka dapat ditangkap bahwa amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan salah satu parameter yang digunakan oleh Allah dalam menilai kualitas suatu umat. Ketika mengangkat kualitas derajat suatu kaum ke dalam tingkatan yang tertinggi Allah berfirman: "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia." Kemudian Allah menjelaskan alasan kebaikan itu pada kelanjutan ayat: "Menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar." (QS. Ali Imran: 110). Demikian juga dalam mengklasifikasikan suatu umat ke dalam derajat yang serendah-rendahnya, Allah menggunakan eksistensi amar ma'ruf nahi munkar sebagai parameter utama. Allah Swt. berfirman: "Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Isra'il melalui lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat." (QS. Al Maidah 78-79). Dari sinipun sebenarnya sudah bisa dipahami sejauh mana tingkat urgensitas amar ma'ruf nahi munkar.
Bila kandungan ayat-ayat amar ma'ruf nahi munkar dicermati, -terutama ayat 104 dari QS. Ali Imran- dapat diketahui bahwa lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar lebih didahulukan dari lafadz iman, padahal iman adalah sumber dari segala rupa taat. Hal ini dikarenakan amar ma'ruf nahi munkar adalah bentengnya iman, dan hanya dengannya iman akan terpelihara. Di samping itu, keimanan adalah perbuatan individual yang akibat langsungnya hanya kembali kepada diri si pelaku, sedangkan amar ma'ruf nahi munkar adalah perbuatan yang berdimensi sosial yang dampaknya akan mengenai seluruh masyarakat dan juga merupakan hak bagi seluruh masyarakat.
Hamka berpendapat bahwa pokok dari amar ma'ruf adalah mentauhidkan Allah, Tuhan semesta alam. Sedangkan pokok dari nahi munkar adalah mencegah syirik kepada Allah. Implementasi amar ma'ruf nahi munkar ini pada dasarnya sejalan dengan pendapat khalayak yang dalam bahasa umumnya disebut dengan public opinion, sebab al ma'ruf adalah apa-apa yang disukai dan diingini oleh khalayak, sedang al munkar adalah segala apa yang tidak diingini oleh khalayak. Namun kelalaian dalam ber-amar ma'ruf telah memberikan kesempatan bagi timbulnya opini yang salah, sehingga yang ma'ruf terlihat sebagai kemunkaran dan yang munkar tampak sebagai hal yang ma'ruf.
Konsisnten dalam ber-amar ma'ruf nahi munkar adalah sangat penting dan merupakan suatu keharusan, sebab jika ditinggalkan oleh semua individu dalam sebuah masyarakat akan berakibat fatal yang ujung-ujungnya berakhir dengan hancurnya sistem dan tatanan masyarakat itu sendiri. Harus disadari bahwa masyarakat itu layaknya sebuah bangunan. Jika ada gangguan yang muncul di salah satu bagian, amar ma'ruf nahi munkar harus senantiasa diterapkan sebagai tindakan preventif melawan kerusakan. Mengenai hal ini Rasulullah Saw. memberikan tamsil: "Permisalan orang-orang yang mematuhi larangan Allah dan yang melanggar, ibarat suatu kaum yang berundi di dalam kapal. Di antara mereka ada yang di bawah. Orang-orang yang ada di bawah jika hendak mengambil air harus melawati orang-orang yang ada di atas meraka. Akhirnya mereka berkata 'Jika kita melubangi kapal bagian kita, niscaya kita tidak akan mengganggu orang yang di atas kita'. Jika orang yang di atas membiarkan mereka melubangi kapal, niscaya semua akan binasa. Tetapi jika orang yang di atas mencegah, maka mereka dan semuannya akan selamat."
Suatu kaum yang senantiasa berpegang teguh pada prinsip ber-amar ma'ruf nahi munkar akan mendapatkan balasan dan pahala dari Allah Swt. yang antara lain berupa:
1. Ditinggikan derajatnya ke tingkatan yang setinggi-tingginya (QS. Ali Imran: 110).
2. Terhindar dari kebinasaan sebagaimana dibinasakannya Fir'aun beserta orang-orang yang berdiam diri ketika melihat kedzalimannya.
3. Mendapatkan pahala berlipat dari Allah sebagaimana sabda Nabi Saw.: "Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun".
4. Terhindar dari laknat Allah sebagai mana yang terjadi pada Bani Isra'il karena keengganan mereka dalam mencegah kemunkaran. (QS. Al-Maidah: 78-79).
Secara prinsipil seorang Muslim dituntut untuk tegas dalam menyampaikan kebenaran dan melarang dari kemunkaran. Rasul Saw. bersabda: "Barang siapa di antara kamu menjumpai kemunkaran maka hendaklah ia rubah dengan tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak mampu hendaklah dengan lisannya, dan jika masih belum mampu hendaklah ia menolak dengan hatinya. Dan (dengan hatinya) itu adalah selemah-lemahnya iman". Hadits ini memberikan dorongan kepada orang Muslim untuk ber-amar ma'ruf dengan kekuasaan dalam arti kedudukan dan kemampuan fisik dan kemampuan finansial. Amar ma'ruf dan khususnya nahi munkar minimal diamalkan dengan lisan melalui nasihat yang baik, ceramah-ceramah, ataupun khutbah-khutbah, sebab semua. Muslim tentunya tidak ingin bila hanya termasuk di dalam golongan yang lemah imannya.
Da'wah dan amar ma'ruf nahi munkar dengan metode yang tepat akan menghantarkan dan menyajikan ajaran Islam secara sempurna. Metode yang di terapkan dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar tersebut sebenarnya akan terus berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat yang dihadapi para da'i. Amar ma'ruf dan nahi munkar tidak bertujuan memperkosa fitrah seseorang untuk tunduk dan senantiasa mengikuti tanpa mengetahui hujjah yang dipakai, tetapi untuk memberikan koreksi dan membangkitkan kesadaran dalam diri seseorang akan kesalahan dan kekurangan yang dimiliki.
Ketegasan dalam menyampaikan amar ma'ruf dan nahi munkar bukan berarti menghalalkan cara-cara yang radikal. Implementasinya harus dengan strategi yang halus dan menggunakan metode tadarruj (bertahap) agar tidak menimbulkan permusuhan dan keresahan di masyarakat. Penentuan strategi dan metode amar ma'ruf nahi munkar harus mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang dihadapi. Jangan sampai hanya karena kesalahan kecil dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar justru mengakibatkan kerusakan dalam satu umat dengan social cost yang tinggi.
Dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar hendaknya memperhatikan beberapa poin yang insya Allah bisa diterapkan dalam berbagai bentuk masyarakat:
1. Hendaknya amar ma'ruf nahi munkar dilakukan dengan cara yang ihsan agar tidak berubah menjadi penelanjangan aib dan menyinggung perasaan orang lain. Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Musa dan Harun agar berbicara dengan lembut kepada Fir'aun (QS. Thaha: 44).
2. Islam adalah agama yang berdimensi individual dan sosial, maka sebelum memperbaiki orang lain seorang Muslim dituntut berintrospeksi dan berbenah diri, sebab cara amar ma'ruf yang baik adalah yang diiringi dengan keteladanan.
3. Menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar disandarkan kepada keihklasan karena mengharap ridla Allah, bukan mencari popularitas dan dukungan politik.
4. Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan menurut Al-Qur'an dan Al-Sunnah, serta diimplementasikan di dalam masyarakat secara berkesinambungan.
Dalam menyampaikan da'wah amar ma'ruf nahi munkar, para da'i dituntut memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, baik kepada Allah maupun masyarakat dan negara. Bertanggung jawab kepada Allah dalam arti bahwa da'wah yang ia lakukan harus benar-benar ikhlas dan sejalan dengan apa yang telah digariskan oleh Al Qur'an dan Sunnah. Bertanggung jawab kepada masyarakat atau umat menganduang arti bahwa da'wah Islamiyah memberikan kontribusi positif bagi kehidupan sosial umat yang bersangkutan. Bertanggung jawab kepada negara mengandung arti bahwa pengemban risalah senantiasa memperhatikan kaidah hukum yang berlaku di negara dimana ia berda'wah. Jika da'wah dilakukan tanpa mengindahkan hukum positif yang berlaku dalam sebuah negara, maka kelancaran da'wah itu sendiri akan terhambat dan bisa kehilangan simpati dari masyarakat.











BAB II
Adab Berdakwah Dalam Islam

Syariat Islam telah menggariskan prinsip-prinsip serta adab untuk bermuzakarah, berdialog dan berbincang dalam sesuatu perkara. Perbincangan tersebut berteraskan kepada akal yang sihat, pemikiran yang bernas serta berdebatan yang dilakukan dengan sebaik-baiknya. Kesemua ini bertujuan untuk mencari kebenaran, kebaikan dan manfaat manusia seluruhnya. Perbezaan pendapat manusia sama ada dalam perkara agama atau dunia merupakan merupakan lumrah hidup dan tabie manusia.
Antara sebab-sebab timbulnya perbezaan pendapat ialah kefahaman terhadap sesuatu nas dan dalil yang dipegang atau perbezaan istilah bahasa. Di samping itu, berpegang kepada taklid semata-mata tanpa ada ilmu pengetahuan., kefanatikan terhadap pandangannya, hasad dengki dan mengikut hawa nafsu. Al-Quran telah menegaskan kerasulan nabi Muhammad dan setengah daripada golongaan musyrikin itu mengakui kebenaran Rasul. Oleh kerana perasaan fanatik, hasad dengki dan sombong menyebabkan mereka mengingkari kerasulan Muhammad s.a.w.
Di samping mengakui adanya perbezaan pendapat, Islam juga menggariskan panduan untuk umatnya bermuzakarah dan berdialog. Dalam tradisi keilmuan Islam, ada puluhan buah buku yang menulis mengenai perkara ini atas berbagai tajuk seperti Ilmu al-Jidal (Ilmu Berdebat), Adab al-Iktilaf (Adab Perbezaan Pendapat) dan Adab al-Hiwar (Adab Berdialog). Antara buku tersebut ialah al-Kifayah fi fann al-Jidal oleh Imam al-Haramain (m,. 478H ), al-Ma’unah fi al-Jidal oleh Syirazi (m. 476H) dan Tarikh al-Jidal oleh Muhammad Abu Zahrah, Adab al-Iktilaf oleh Dr. Taha Jabir al-Alwani dan Adab al-Hiwar oleh Syeikh Sayyid Muhammad al-Tantawi.
Antara adab-adab bermuzakarah yang digariskan oleh syariat Islam ialah muzakarah itu mestilah berprinsipkan kebenaran, jauh dari pembohongan dan waham. Al-Quran telah merakamkan dialog antara nabi Musa dengan firaun ketika mana nabi Musa mengadap firaun atas perintah Allah. Nabi Musa memperkenalkan dirinya sebagai seorang rasul dan membawa bukti keesaan Tuhan dari kejadian alam. Tetapi firaun yang tidak dapat menjawab hujah-hujah nabi Musa menganggap nabi Musa sebagai gila dan ahli sihir. Perbicaraan firaun adalah untuk menegakkan kebatilan. Akhirnya beliau mengugut nabi Musa untuk memenjarakannya. (Taha 42-69, al-Syu’ara 10-48). Perkara yang penting di sini ialah jawapan serta hujah nabi Musa adalah untuk mencari kebenaran yang lahir dari hati yang bersih, jauh daripada penipuan.
Muzakarah itu hendaklah berpegang kepada tajuk yang dibincangkan iaitu tidak keluar dari tema yang mereka perselisihkan. Al-Quran menceritakan kisah kaum nabi Nuh yang menyatakan kepadanya

“ Berkata dari golongan bangsawan kaumnya, sesungguhnya kami melihat engkau dalam kesesatan yang nyata.” (al-Araf 60).

Lalu dijawab oleh nabi Nuh, “Wahai kaumku, sesunguhnya aku bukan berada dalam keadaan kesesatan tetapi aku adalah rasul yang diutuskan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan kepada kamu risalah Tuhanku dan menasihati kamu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu tidak mengetahui” (al-Araf 61-62)
Ternyata ayat diatas, jawapan yang diberikan oleh nabi Nuh berteraskan kepada tema persoalan yang ditimbulkan oleh kaumnya dan tidak lari dari tajuk perbincangan.
Muzakarah itu hendaklah mengemukakan hujah-hujah yang jelas dan benar sehingga mereka tidak mampu berhujah lagi. Setelah terbukti kebenaran mereka hendaklah kembali kepada ajaran yang sebenar sebagaimana kisah ahli sihir firaun yang beriman kepada nabi Musa setelah terbukti kebenaran kerasulannya. Begitu juga kita hendaklah kembali kepada kebenaran walaupun orang yang benar itu adalah orang bawahan kita dan kita sanggup menyatakan saya silap dan engkau betul.
Ahli-ahli muzakarah tersebut mestilah bersifat merendah diri dan menjauhkan diri dari sifat sombong serta banga diri. Lihatlah kisah nabi Sulaiman bersama-sama burung Hud-Hud. Walaupun nabi Sulaiman memiliki kerajaan yang besar namun ia menerima hujah burung itu dengan rendah diri dan bercakap secara hikmah dan lembut. (al-Naml 20-44)
Ahli muzakarah itu hendaklah memberi peluang kepada orang lain memberi pendapat atau hujah sama ada dari pihaknya atau pihak pembangkang. Ia tidak boleh memotong percakapan orang lain atau menyakitinya. Ini terbukti melalui dialog Allah dengan Iblis yang tidak mahu sujud kepada nabi Adam. Allah memberi seluas-luasnya peluang kepada Iblis untuk berhujah dan Iblis menyatakan ia lebih mulia dari Adam kerana Adam dijadikan dari tanah sedangkan dirinya dijadikan dari api.
Setelah Allah menjatuhkan hukuman dengan mengeluarkan Iblis dari Syurga, ia masih lagi mengutarakan hujah-hujah sehingga akhirnya ia bersumpah untuk menyesatkan seluruh manusia kecuali orang yang ikhlas beribadat kepada Allah. Akhirnya Allah menyebutkan bahawa Iblis akan dinantikan di akhirat kelak untuk menerima balasan. (al-Baqarah 34, al-Hijr 30-42, al-Isra’ 61-65, al-Araf 16-17) Di sini Allah memberi peluang kepadanya untuk mengatakan isi hatinya dan keinginan hawa nafsu untuk menyesatkan manusia.
Ahli-ahli muzakarah mestilah menghormati pandangan orang lain yang bercakap baik ketika memberi hujah-hujah yang bernas walaupun berbeza dengan pandangannya. Ini terbukti melalui peristiwa muzakarah Abu Bakar dengan Umar bin Khattab mengenai pengumpulan al-Quran selepas perang Yamamah. Abu Bakar pada mulanya enggan menerima tetapi apabila berlaku muzakarah dengan Umar, maka Abu Bakar mengakui kebenaran Umar dalam mengumpul dan menulis al-Quran. Begitu juga kisah Umar bin Khattab mengakui kebenaran Abu Bakar ketika mengisytiharkan perang terhadap orang murtad dan orang yang enggan mengeluarkan zakat yang pada mulanya dipersetujui oleh
Ahli-ahli muzakarah tidak boleh menghukum secara umum dan hendaklah sentiasa berhati-hati dalam kata-kata. Di samping itu, hendaklah meneliti sesuatu masalah dengan penelitian yang rapi. Tidak menggunakan sesuatu istilah atau lafaz kecuali pada tempat yang betul. Ia perlu berdasarkan maklumat yang tepat dan bukan berdasarkan berita angin.
Firman Allah yang bermaksud : “ Wahai orang yang beriman, apabila datang kepada kamu orang fasik membawa sesuatu berita hendaklah kamu selidiki terlebih dahulu dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan kamu itu.” (al-Hujarat 6)
Perkara yang penting ialah setiap perkataan dan perbuatan merupakan amanah dan tanggungjawab yang akan disoal di Akhirat kelak. Manusia bertanggungjawab atas apa yang dicakapkannya.
Imam Abdullah bin Mubarak menceritakan kisah seorang wanita tua yang ditemui pada musim haji di Madinah al-Munawwarah selepas menziarahi makam Rasulullah s.a.w. yang mana ia tidak bercakap kecuali dengan jawapan dari ayat-ayat al-Quran. Ketika Abdullah memberi salam maka dijawabnya dengan ayat 58 surah Yassin “ Salam sejahtera dari Tuhan yang Maha Penyayang”. Apabila ditanya ke mana ia hendak pergi dijawabnya dengan ayat 1 dalam surah al-Isra’ , “ Maha Suci Allah yang memperjalankan hambanya pada waktu malam dari Masjid al-Haram ke Majid al-Aqsa yang diberkati sekelilingnya.” Begitulah seterusnya dialog antara mereka dan apabila ditanya apakah menyebabkan beliau menjawab dengan ayat-ayat al-Quran, lalu dijawabnya bahawa setiap perkataan merupakan amanah dan beliau telah berbuat demikian lebih dari empat puluh tahun.
Islam juga menyuruh umatnya supaya berdialog dan bermuzakarah dengan orang bukan Islam dengan sebaik-baiknya : Firman Allah yang bermaksud
“ Janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab melainkan dengan cara paling baik kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka.” (al-Ankabut 46) Dalam hadis terdapat sabda Rasulullah yang bermaksud :“ sesiapa yang menyakiti orang kafir zimmi maka ia menyakiti aku, dan sesiapa yang menyakiti aku maka ia menyakiti Allah.”
Dalam konteks sekarang adab bermuzakarah perlu difahami oleh setiap individu masyarakat kerana perkara ini sentiasa dihadapi oleh kita dalam setiap masa dan tempat. Sementara itu, dialog peradaban dan agama amat penting dalam memastikan tamadun yang dibina itu benar-benar mantap. Oleh demikian, adab-adab yang telah digariskan oleh syariat Islam sewajibnya dipatuhi supaya ia menghasilkan natijah yang terbaik dalam setiap perbincangan dan dialog.
Sikap fanatik kepada kumpulannya sebelum berlakunya muzakarah dan dialog tidak akan membawa kebenaran yang diharapkan malah mungkin akan menimbulkan keadaan yang lebih parah lagi,. Sikap keterbukaan amat perlu kepada setiap individu ahli muzakarah dan dialog untuk mencari kebenaran dan keadilan terbaik.
Bermuzakarah dan berdialog ini bukan tertumpu kepada soal pemerintahan tetapi ia juga berlaku antara suami isteri, anak dan bapa, jiran tetanga dan masyarakat. Pendek kata, ia berlaku dalam semua peringkat masyarakat dan adab-adab tersebut mestilah dipatuhi. Apabila adab-adab tersebut dipatuhi dan dihormati nescaya lahirnya masyarakat yang makmur dan dirahmati Allah.





BAB III
AQIDAH DAN DAKWAH

Kalau kita bicara aqidah dalam kaitannya dengan langkah dan strategi dakwah, barangkali yang lebih tepatnya bukan prioritas atau mana yang harus didahulukan, tetapi aqidah adalah landasan yang perlu dibangun dengan baik dan kokoh. Sedangkan mana yang harus didahulukan untuk awalnya, kita sesuaikan dengan kebutuhan real di lapangan.
Misalnya, orang yang sedang ditimpa bencana alam dan rumahnya roboh, masak sih kita ceramahi tentang bahaya syirik? Tentu dakwah untuk mereka kita mulai dari memberi bantuan berupa makanan, pakaian bersih, rumah tempat tinggal, pengobatan gratis dan seterusnya.
Preman insyaf yang tidak punya penghasilan halal, perlu kita carikan pekerjaan halal yang mampu dikerjakannya. Itu lebih utama untuk kita perioritaskan ketimbang kita membahas bab-bab yang membatalkan syahadat. Buat apa bicara tentang syahadat secara panjang dan lebar, sementara kebutuhan hidupnya senin kamis dan teman-teman premannya menawarkan bisnis barang haram?
Petani miskin yang setiap hari dimiskinkan oleh sistem, panennya gagal diserang hama, hartanya habis dilahap rentenir, tentu perlu diberikan jalan keluar yang tepat ketimbang kita tatar dengan materi rububiyatullah, uluhiyatullah serta asma' wa shifat.
Jadi dakwah itu seharusnya memberi solusi dunia dan akhirat. Bukan hanya urusan aqidah semata. Meski aqidah itu merupakan landasan yang penting untuk dibangun secara kokoh, namun bukan berarti pintu gerbang utama dakwah itu harus selalu aqidah dan aqidah saja.
Bahkan boleh jadi jendela pertama kita menjalin hubungan kontak dengan objek dakwah lewat hal-hal yang sepele, misalnya kebetulan kepada teman yang punya hobi sama, atau kebetulan jadi rekan dagang dan bisnis, atau kebetulan langganan cukur rambut di pengkolan jalan.
Pembicaraan tidak harus selalu dimulai dari tema berat tentang aqidah, tetapi dari tema apa saja, syukur-syukur yang bisa memberi solusi nyata dan instan.
Akan tetapi kita tidak menafikan bahwa untuk membangun pribadi muslim yang baik, sisi aqidah perlu dibenahi secara baik. Namun tetap ada kisi-kisinya, sehingga kita masih bisa membedah lagi, pada bagian mana dari aqidah itu yang perlu ditekankan. Mana yang harus didahulukan dan mana yang masih mungkin terjadi beda pendapat.
Mengingat tidak semua materi dan point-point aqidah menjadi batas iman dan kufur, ada sebagian dari materi yang sebenarnya termasuk aqidah, namun tidak mengurangi nilai iman atau menambahinya. Seperti nama-nama surga dan neraka, meski termasuk bagian aqidah, tetapi bila ada orang yang tidak hafal nama-nama itu, tidak mengurangi nilai aqidahnya. Demikian juga dengan nama-nama malaikat, nabi dan seterusnyA.






















BAB III
Peran Organisasi/ Lembaga dakwah dan Optimalisasi dakwah bil Hal

Dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat 104 Allah menyebutkan, “Adakanlah di antara kamu umat yan mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang baik dan melarang untuk berbuat kemungkaran. Mereka itulah orang-orang beruntung”. Ayat ini dijadikan landasan bagi bagi banyak organisasi/lembaga dakwah, dalam mendirikan organisasi/lembaga dakwah, dan bagi menyusun strategi dakwah. Dalam ayat ini umat Islam di perintahkan untuk mengadakan suatu badan/kelompok yang mengambil tugas mengerjakan dakwah.
Tetapi hingga kini kegiatan lembaga-lembaga dakwah Islam yang dikelola oleh kalangan cendikiawan masih memberikan kesan adanya ciri-ciri intelektual salon. Masih kebanyakan diantara kegiatan itu berbentuk serasehan, diskusi, seminar dan pernyataan dan pernyataan-pernyataan yang politis atau kegiatan publisitas. Sedangkan kegiatan di lapangan masih relatif sedikit. Banyak diantara lembaga dakwah kurang terjun ke bawah. Semuanya masih memberikan kesan yang elitis. Kalaupun ada kegiatan yang merakyat sifatnya masih memberi kesan amat politis. Program-progam dakwah yang dijalankan masih kurang nyambung dengan lapisan masyarakat bawah.9
Oleh karena itu sudah tiba waktunya bagi lembaga-lembaga dakwah Islamiyah untuk memulai program pembaharuan dakwah meyeluruh dan program masuk desa secara besar-besaran. Disini perlu ada beberapa langkah dan orientasi gerakan dakwah yang perlu dirumuskan ulang. Pertama, setiap gerakan dakwah perlu merumuskan orientasi yang lebih spesifik dalam memadukan dakwah bi al-lisan dengan bi al-hal bagi daerah atau masyarakat di pedesan. Hal itu diperlukan kekhususan potensi, masalah dan tantangan yang dihadapi tidak sama dengan penduduk dan daerah perkotaan.
Kedua, setiap gerakan dakwah perlu merumuskan perencanaan dakwah yang muatan misinya tetap sesuai dengan ajaran Islam yang dipesankan al-Qur’an dan al-Sunnah, namun orientasi programnya perlu perlu berdasarkan data empirik dari potensi, masalah, kebutuhan, dan tantangan yang dihadapi masyarakat. Ketiga, berkaitan dengan bentuk dan jenis program. Program dan kegiatan dakwah bagi masyarakat pedesaan harus dirumuskan secara lebih bervariasi dan lebih kongkrit berdasarkan kebutuhan, permasalahan, dan tuntutan konkrit masyarakat dakwah setempat.10
Sesuai dengan tuntutan pembangunan umat, maka gerakan dakwah hendaknya tidak hanya terfokus pada masalah-masalah Agama semata, tetapi mampu memberikan jawaban dari tuntutan realitas yang dihadapi masyarakat saat ini. Umat Islam pada lapisan bawah, tak sanggup menghubungkan secara tepat isi dakwah yang sering didengar melalui dakwah bi al-lisan dengan realitas yang begitu sulitnya kehidupan ekonomi sehari-hari. Untuk gerakan dakwah dituntut secara maksimal agar mampu melakukan dakwah bi al-hal (dalam bentuk nyata). dakwah harus mencakup perbuatan nyata (bi al-hal) yang berupa uluran tangan oleh si kaya kepada si miskin, pengayoman hukum, dan sebagainya. Perluasan kegiatan dakwah (desentralisasi) yang dibarengi oleh verifikasi mubaligh, akan sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat kita, yang juga semakin beragam, serta meluasnya diverensiasi sosial.
Dakwah dengan tindakan nyata berupa bantuan materi: pangan gratis, susu gratis, pakaian gratis, pengobatan cuma-cuma, modal untuk membentuk koperasi kecil-kecilan, dana untuk pembuatan sumur-sumur bersih, memperbaiki gubuk tempat tinggal, membiayai sekolah anak-anak mereka, dan sebagainya. Pembangunan masjid juga merupakan bentuk dakwah nyata, tetapi dakwah pembangunan masjid ini tidak terlalu penting apabila jumlah jamaahnya semakin menipis.
Konsep dakwah juga adalah dakwah yang tidak menyempitkan cakrawala umat dalam emosi keagamaan dan keterpencilan sosial. dakwah yang diperlukan adalah dakwah yang mendorong perluasan partisipasi sosial. dakwah demikian juga akan memenuhi tuntutan individual misalnya, untuk saling menolong dalam mengatasi perkembangan atau perubahan sosial yang kian cepat.
Dalam persiapan untuk mulai melaksanakan dakwah bi al-hal diperlukan:
1. adanya badan atau kelompok orang yang terorganisasi, walaupun kecil dan sederhana.
2. adanya tenaga potensial, terdiri dari beberapa orang dengan pembagian tugas sesuai kemampuan masing-masing seperti: tenaga pengelola/koordinator tenaga pelaksana di lapangan yang akrab dengan pekerja-pekerja sosial, tenaga yang berpengetahuan, tentang kesehatan, gizi, pertanian, koperasi dan sebagainya, dan tenaga mubaligh atau guru agama, dan yang terakhir tetapi sangat penting ialah tenaga penghimpun dana.
3. adanya dana dan sarana-sarana yang diperlukan.
4. adanya program walaupun sederhana, yang disusun berdasarkan data-data tentang sasaran yang dituju dan sebagainya.
5. adanya kontak-kontak terlebih dahulu dengan sasaran yang dituju, dengan instansi-instansi dan orang orang yang terkait.
Setelah persiapan matang, maka sesuai dengan hari tanggal yang telah ditentukan, mulai operasional, dengan cara selangkah, dari tepi-tepi mulai masuk ke tengah, dari yang sangat rendah dan ringan hingga yang lebih kompleks. Setelah tiap-tiap langkah diayunkan, perlu diadakan evaluasi, dalam rangka untuk memperbaiki langkah-langkah lebih lanjut.
Dalam membina dan membimbing masyarakat, digunakan asas, memberi pancing agar mereka dapat mencari ikan sendiri, dan bukannya selalu memberi ikan yang sudah matang kepada mereka. Pada dasarnya rakyat mau bekerja, suka kerja, yang perlu adalah diberikan bimbingan dan contoh bekerja yang berdaya guna, misalnya dalam bercocok tanam, beternak dan sebagainya. Petani miskin, sering kesulitan dalam mendapatkan bibit unggul, pupuk dan modal untuk mulai bercocok tanam, diberi modal dan teknik menanam yang baik. Kerja mencangkul itu pekerjaan yang berat, memerlukan energi yang cukup, sehingga orang lapar jelas tidak mampu mencangkul. Pemberian sekedar bahan makanan sebagai modal kerja, sering sangat diperluan.
Di Desa banyak tenaga anak-anak, remaja, pemuda, wanita yang menganggur, tetapi kerena tidak ada yang dikerjakan. Mereka akan senang jika diberi bibit ternak, diajak bekerja gotong royong, diberi bimbingan kerajinan dan sebagainya.
Mereka membutuhkan bantuan seperti tersebut di atas, mereka akan menjadi akrab dengan siapa yang membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan mereka itu. Tabu bagi mereka untuk meminta-minta, tetapi mereka dengan senang hati menerima uluran tangan dari orang-orang yang mereka percayai. Demikianlah cara pendekatan dakwah bi al-hal, didekati kebutuhannya, didekati hatinya menjadi akrablah mereka. Dalam kondisi yang demikian mereka tidak akan sungkan-sungkan untuk diajak membangun desanya, membangun pribadinya dengan iman dan taqwa.







KESIMPULAN
 Dakwah seyogyanya diletakkan di atas fondasi promosi kemanusiaan sehingga memperoleh kemajuan empiris di bidang kesehatan mental dan jasmani, ekonomi, hak politik, cita rasa budaya, kecerdasan emosi dan pikiran, kekayaan informasi serta sikap kritis.
 Setiap gerakan dakwah perlu merumuskan perencanaan dakwah yang muatan misinya tetap sesuai dengan ajaran Islam yang dipesankan al-Qur’an dan al-Sunnah, namun orientasi programnya perlu perlu berdasarkan data empirik dari potensi, masalah, kebutuhan, dan tantangan yang dihadapi masyarakat.
 Perkataan ataupun ucapan menyeru manusia ke jalan Allah adalah suatu amalan yang terbaik dan mulia. Tugas suci ini telah dilaksanakan oleh Rasul-Rasul Allah semenjak mula manusia diciptakan, yang telah dilaksanakan oleh Rasul-Rasul Allah S.W.T. antara lain Adam a.s., Nuh a.s, Hud a.s, Ibrahim a.s, Ismail a.s, .Ishak a.s. Ya'qub a.s. Yusuf a.s, Musa a.s, Daud a.s., Sulaiman a.s., Isa a.s. dan hingga ke akhir Rasulullah Muhammad s.a.w.
 Secara prinsipil seorang Muslim dituntut untuk tegas dalam menyampaikan kebenaran dan melarang dari kemunkaran. Rasul Saw. bersabda: "Barang siapa di antara kamu menjumpai kemunkaran maka hendaklah ia rubah dengan tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak mampu hendaklah dengan lisannya, dan jika masih belum mampu hendaklah ia menolak dengan hatinya. Dan (dengan hatinya) itu adalah selemah-lemahnya iman". Hadits ini memberikan dorongan kepada orang Muslim untuk ber-amar ma'ruf dengan kekuasaan dalam arti kedudukan dan kemampuan fisik dan kemampuan finansial.
 Muzakarah itu hendaklah mengemukakan hujah-hujah yang jelas dan benar sehingga mereka tidak mampu berhujah lagi. Setelah terbukti kebenaran mereka hendaklah kembali kepada ajaran yang sebenar sebagaimana kisah ahli sihir firaun yang beriman kepada nabi Musa setelah terbukti kebenaran kerasulannya.
 Konsep dakwah juga adalah dakwah yang tidak menyempitkan cakrawala umat dalam emosi keagamaan dan keterpencilan sosial. dakwah yang diperlukan adalah dakwah yang mendorong perluasan partisipasi sosial. dakwah demikian juga akan memenuhi tuntutan individual misalnya, untuk saling menolong dalam mengatasi perkembangan atau perubahan sosial yang kian cepat.
 Sesuai dengan tuntutan pembangunan umat, maka gerakan dakwah hendaknya tidak hanya terfokus pada masalah-masalah Agama semata, tetapi mampu memberikan jawaban dari tuntutan realitas yang dihadapi masyarakat saat ini. Umat Islam pada lapisan bawah, tak sanggup menghubungkan secara tepat isi dakwah yang sering didengar melalui dakwah bi al-lisan dengan realitas yang begitu sulitnya kehidupan ekonomi sehari-hari.
DAFTAR REFERENSI
http://www.shiar-islam.com/doc3.htm
http://www.uii.ac.id/index.asp?u=1341&b=I&v=1&id=2
http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/7526102957-apa-prioritas-dakwah-dalam-islam-shahih.htm
http://walausetitik.blogspot.com/2007/05/apa-prioritas-dakwah-dalam-islam-yang.html
http://khairuddinhsb.blogspot.com/
http://mesejdakwah.blogspot.com/2008/01/dakwah-dalam-islam.html
http://www.alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=176&Itemid=37
http://dakwah2u.blogspot.com/2007/08/konsep-dharurat-dalam-islam.html

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Who knows where to download XRumer 5.0 Palladium?
Help, please. All recommend this program to effectively advertise on the Internet, this is the best program!