09 Februari 2008

amal sosial

KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alhamdulillah telah dapat kami selesaikan sebuah makalah yang kami beri judul AMAL SOSIAL DALAM PANDANGAN ISLAM
Selanjutnya kami sebagai penyusun menghaturkan terima kasih kepada dosen atas kesediaannya menerima makalah kami ini
Akhirnya, kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan-kekurangan karena kami masih dalam pembelajaran dan dengan terbatasnya ilmu yang kami miliki, maka besar harapan kami mengharapkan pendapat, saran serta kritik yang sifatnya membangun (konstruktif) demi kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah kata pengantar dari kami semoga Allah senantiasa melindungi dan melimpahkan rahmatNya bagi kita semua. Amin……

R. Prapat, Februari 2008


Team Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. AMAL SOSIAL DI RAMADHAN, TAHUN BARU ISLAM DAN HAJI 4
A. Sedikit Kisah 4
B. Dakwah sosial di Ramadhan 6
C. Amal sosial dan Masalah Haji 8
D. Amal sosial dan Tahun Baru Islam 10
BAB III ZAKAT DAN AMAL SOSIAL 12
BAB IV FADHILAH / KEUTAMAAN AMAL SOSIAL 15
KESIMPULAN 18
DAFTAR REFERENSI 19

BAB I
PENDAHULUAN

Al-Washliyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Medan 30 Nopember 1930. Yang perkembangannya, terutama sejak paruh ketiga tahun 1930-an menunjukkan grafik meningkat. Disaat gerakan umat Islam seangkatannya justru dilanda perpecahan dan perlahan menunjukkan grafik penurunan, yaitu Sarekat Islam (SI). Yang saat itu SI pecah karena infiltrasi komunis, sehingga muncul SI “Merah” yang jadi onderbow PKI (1920).
Dengan melihat perkembangan Al-Washliyah ini ada sebagian yang menyebutkan sejarah Indonesia 1930-1945 adalah sejarah Al-Washliyah. Mungkin ini tidak berlebihan. Pernyataan ini menyiratkan betapa besar peranan gerakan Al-Washliyah atau kader-kader Al-Washliyah dalam dinamika sejarah umat dan bangsa ini. Sejarah mencatat H. Abdurrahman Syihab (1910-1955), H. Ismail Banda (1910-1951) dan lain-lain yang telah menorehkan tinta emas didalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia umunya, Sumatera Utara khususnya.
Dalam aspek sosial gerakan Al-Washliyah pun banyak memberikan kontribusi pengembangan umat dan bangsa. Misalnya Al-Washliyah memelopori pendirian Panti Asuhan dan Rumah Sakit. Bahkan Lembaga Haji (Badan Penolong Haji) pun Al-Washliyah miliki. Bidang pendidikan itu lebih jelas lagi. Karena strategi gerakan Al-Washliyah diawali dengan perintisan dan pengembangan kader lewat jalur pendidikan formal dan non formal.
Dilihat aspek pengembangan pemikiran keagamaan, Al-Washliyah pun berada di garda depan. Di zaman Belanda Al-Washliyah berhasil upaya de-mistifikasi (penghancuran berpikir mistik) dengan gerakan rasionalisasinya, tetap tetap berpijak pada konsep Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dengan pola pikir yang rasional tetapi tetap mengedepankan jiwa kemanusiaan (kecerdasan emosional), Al-Washliyah berhasil membawa umat sedikit demi sedikit untuk mempergunakan nalar rasional dengan inspirasi ajaran Qur’an dan Sunah. Dari pola pemikiran rasional tsb gerakan Al-Washliyah telah “membangunkan” kesadaran umat Islam yang sebelumnya lebih terkesan tertinggal dan menjauhi kemajuan modern dalam pengembangan sains dan teknologi. Sehingga perlahan Al-Washliyah bisa membawa umat dan bangsa untuk mensejajarkan umat dan bangsa ini dengan umat dan bangsa lainnya.
Bahkan peranan Al-Washliyah sampai kini tetap menjadi harapan umat dan bangsa, selain ormas Islam lainnya seperti NU, Persis, SI dan lain-lain. Terlebih dalam menyikapi isu-isu nasionaol dan internasional selalu tampil di depan sebagai pelopornya. Baik secara kelembagaan ataupun yang diperankan individu kader-kadernya.
Analisis tersebut wajar. Sebab dalam rentang usianya mendekati satu abad, Al-Washliyah telah, sedang dan akan terus mengahasilkan kader-kader intelektual bagi umat dan bangsa. Dari latar belakang tersebut di atas, bila meminjam teori Hero (Tokoh) nya Thomas Carlyle bahwa pemimpin besar (The Great Man) sebagai penggerak idea akan terjadi perubahan sejarah. Bahwa idea dapat membangkitkan gerak sejarah suatu bangsa, jika ada penggeraknya yaitu pemimpin besar. Seperti halnya ajaran Islam, tidak akan berkembang tanpa kehadiran dan peranan pemimpin besarnya, nabi Muhammad. Dengan memakai pendekatan teori sejarah ini, maka gerakan Al-Washliyah tidak akan berkembang dan berpengaruh besar sampai kini jika tanpa kehadiran ideolog dan penggerak awalnya.
Karena itu mencermati dan melakukan studi atas pemikiran Para Pendiri Al-Washliyah menjadi penting dilakukan. Ini akan berguna untuk memahami dinamika perkembangan Al-Washliyah khususnya, dan dinamika umat Islam dan bangsa Indonesia.
Karena bagaimanapun juga Al-Washliyah didirikan sebagai organisasi kemasyrakatan yang yang berkiprah dibidang pendidikan, dakwah, dan amal social.


BAB II
AMAL SOSIAL DI RAMADHAN, TAHUN BARU ISLAM DAN HAJI

A. Sedikit Kisah
Gelandangan yang hidup/tidur dibawah kolong jembatan mungkin tidak pernah ada perasaan khawatir hidup dengan hanya satu baju yang menempel dibadannya, tidak pernah malu jarang mandi, tidak peduli lagi dengan badannya digit nyamuk, tidak mau tahu dengan badannya dihinggapi lalat hijau yang menjijikan, tidak pernah takut berbagai macam penyakit yang telah dan akan menggerogoti tubuhnya, tidak pernah peduli dengan borok yang menempel dikulitnya sampai bopeng dan akut, bahkan sudah tidak peduli lagi bahwa sebenarnya sebagian besar tubuhnya membawa berjuta penyakit yang tidak bisa dihitung lagi. Itu semua karena Si Gelandangan memang tidak memiliki harta secuilpun untuk memelihara
fisiknya.
Tetapi ketika Si Gelandangan berjalan-jalan keluar dari kolong jembatan, dia mulai melihat dunia luar dan mulai tertarik untuk menikmati tidur diemperan toko maka mulailah merasakan nyamanya hidup diemperan toko sehingga ada perasaan ingin mempertahankan dengan segala upaya untuk bisa hidup/tinggal diemperan toko. Saat itu pula Si Gelandangan mulai ada keinginan untuk memiliki rumah/tempat tinggal.
Waktu terus bejalan sehingga Si Gelandang berkeinginan untuk memiliki rumah megah, mobil mewah, emas, intan, permata, berliaan dan lain sebagainya. Dia mendapatkan itu semua dengan perjuangan. Akhirnya Si Gelandangan yang mulai kaya raya itupun rela mengeluarkan sebagian hartanya untuk mendapatkan kekayaan yang lebih besar lagi. Setelah Si Gelandang memiliki semua harta itu, tentu ada keinginan untuk menjaga seluruh kekayaannya dengan mati-matian. Si Gelandangan menyimpan perhiasannya di dalam kotak besi yang dikunci. Karena takut dicuri orang maka kotak besi itupun dimasukkan ke Almari besi yang dikunci juga. Masih khawatir perhiasaan itu dibobol pencuri maka rumahnya dibuatkan kunci, begitu sterusnya sampai dia rela menyediakan pagar besi yang sangat kokoh dan masih rela membayar satpam dan hewan peliharaan demi untuk menyimpan perhisaan dan kekayaannya yang telah dimiliki.
Qolbu sebagai tempat bersemayamnya ruh manusia. Insyaallah senada dengan hal di atas. Yang berbeda adalah bentuk dan wujudnya. Kalau kita salah mengurusnya, qolbu kita sangat mungkin bisa terpeleset menjadi gelandangan yang hidup di kolong jembatan sehingga tidak peduli dengan tidak sholat, puasa, zakat, sedekah, memelihara anak yatim, i'tikaf dan dzikir di tengah malam, merampas hak orang lain, korupsi, memanfaatkan jabatan, durhaka kepada orang tua dan lain lain.
Kalau kita tetap menutup Qolbu dan membiarkan tetap menggelandang maka sangat mungkin segala macam penyakit qolbu: iri, dengki, tamak, kikir, dendam, membenci, bermalas-malasan, riya, Takabur, dll akan bermunculan menjadi selimut qulbu, bahkan mungkin tak terasa bahwa seluruh qolbu telah membawa berjuta penyakit kronis.
Iman dan taqwa adalah kekayaan sebagai tempat tinggal Qolbu. Maka ketika kita memiliki kekayaan berupa iman dan taqwa tentu saja kita akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankannya, menjaga agar orang lain tidak mencurinya, bahkan tidak rela iblis dan syaitan merebutnya. Sehingga pada pribadi seorang muslim akan selalu terasa kehilangan sesuatu ketika tidak puasa sunah, merasa rugi ketika tertidur dan tidak sholat malam, terasa pahit ketika tidak dzikir malam, terasa hambar ketika tidak bersedekah, terasa gelap ketika sehari saja tidak membaca al qur'an, terasa hampa ketika tidak bisa beramal tebaik pada bulan puasa dan seterusnya. Seperti badan kita, semakin qolbu kita banyak memiliki kekayaan maka akan semakin ada keinginan berusaha keras bahkan mempertaruhkan nyawa untuk menjaga dan memperbesar kekayaan itu.
Kekayaan yang dimiliki qolbu bisa ditingkatkan/diperbesar dan dipertajam. Subhanalllah, Yang Maha Agung telah mengkaruniai hadiah agung kepada Rasulullah SAW dan pengikutnya berupa puasa ramadhan dan sholat. Bulan ramadhan merupakan waktu/tempat yang agung untuk memulai dan atau melanjutkan membuka mata qolbu kita lebih lebar, dan lebih tajam agar tidak jadi gelandangan dan tidak buta seperti mata kelelawar yang silau
dengan matahari. Minimal ada 2 pesan yang dapat kita ambil dari kisah diatas yaitu amal individu berupa puasa dan sholat, serta amal sosial berupa zakat, sedekah, infak ataupun hadiah.
B. Dakwah sosial di Ramadhan
Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya (QS 95:4). Hal ini memberikan konsekuensi dinamis bahwa menjadi tugas dan kewajiban bagi setiap muslim yang beriman agar berbuat terbaik untuk Khaliqnya. Tanggung jawab secara pribadi (shalih individu) saja tidak cukup tetapi keshalihan sosial meruapakan kewajiban yang lebih utama untuk percepatan perbaikkan moral agar masyarakat kaya raya dengan kekayaan qolbu dan materi. Bukankah islam mengajarkan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Kehidupan dimuka bumi pasti akan hancur dan berantakan jika kita umat manusia membiarkan fisik dan qulbu menjadi gelandangan maka tunggulah saatnya: "akan dikembalikan kita ke tempat yang serendah-rendahnya. (QS 95:5)". Tugas dakwah agar keshalihan sosial meningkat seperti anak tangga memang tidak mudah sebagaimana telah dikatakan oleh Rasulullah SAW: "Pada masa awal penyebarannya Islam dipandang sebagai ajaran asing. Setelah makin menguat, perlahan ajaran Islam mulai banyak diterima, termasuk dimasa kita sekarang.
Namun, Islam di masa akhir akan kembali dipandang asing. Islam dimulai dengan sesuatau yang asing dan akan kembali menjadi asing seperti permulaannya. Maka beruntunglah orang-orang yang dalam keasingan itu"
Orang-orang yang dipandang asing inilah yang akan menghidupkan kembali ajaran-ajaran agama melalui keshalihan sosial.
Mempercepat keshalihan sosial membutuhkan kesabaran tak terbatas, perlu menumpah ruahkan seluruh kekayaan moral dan material. Memang tidak mudah untuk mendapatkan amal shalih sebagai amal jariyah (cermati QS 4:122-125). Bukankah Allah telah menjanjikan: "Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholih" (QS 18:110). Semoga kita telah merancang pengkayaan Qolbu sejak awal bulan syawal tahun lalu untuk menyongsong bulan ramadhan tahun ini untuk mengisi ruang kosong di qolbu kita agar penuh dengan amal sholeh- amal sholeh dengan niat mencari ridho Allah SWT . Seraya kita berusaha berbuat sebaik-baiknya agar perilaku kita mendapatkan berkah dari Allah agar dapat berbuat lebih baik.
Imam Syafi’i seperti dikutip dalam kitab Idhahu Muhyis Sunnah karya Ibnu Hajar Al-Haitami berikut ini:
“Bahwa kewajiban menyalurkan dana sosial itu lebih utama dari pada kewajiban haji, dan kesunnahan menyalurkan dana sosial itu lebih utama dari pada haji sunnah” Lihatlah betapa pentingnya amal social itu.
C. Amal sosial dan Masalah Haji
Pengertian haji bukan wajib yang ditanyakan adalah termasuk haji fardhu kifayah yaitu haji yang kedua dan seterusnya apabila yang melakukan haji itu orang merdeka, yang mukallaf dan termasuk juga haji sunat yaitu apabila yang melakukannya hamba sahaya dan anak kecil yang belum baliqh serta orang gila.
Pada kenyataannya amal sosial kemasyarakatan pun ada yang fardhu kifayah, dan ada pula yang sunnah. Maka apabila haji tidak wajib dan amal sosial sama-sama fardhu kifayah atau sama-sama sunnah, mengenai mana yang lebih utama pemakalah mengangkat beberapa ibarat kitab yang menjadi rujukan kita: “Melaksanakan haji dan melakukan amal sosial juga keduanya wajib kifayah dilakukan setiap tahun terhadap orang-orang merdeka dan baligh, agar dapat menghidupkan ka’bah yang mulia dan keduanya sunnah bagi hamba sahaya, anak-anak dan orang gila. . I’barat kitab tersebut jelas menunjukkan antara keduanya (haji ghairul wajib dan amal sosial) ada persamaan dan perbedaan pada hukum.
“Dan sebagian dari amal-amal thaat yang paling besar dan ini sesuai dengan pernyataan Imam Syafi’I adalah belajar ilmu pengetahuan itu lebih utama dibandingkan dengan shalat sunat, karena belajar ilmu itu fardhu kifayah dan lebih utama dibandingkan sunat, Kewajiban bersedekah itu lebih utama dari pada haji sunat.
Menurut al-Ibadi, bahwa orang yang berhaji dengan haji sunah itu lebih utama dari pada sedekah sunat .”(Idhahul Muhyis Sunnah,Hal 5.).
Keterangan diatas sangat jelas penunjukan kelebihan salah satu antara pekerjaan haji dan amal sosial.
Mencari ilmu pengetahuan lebih utama dengan lainya bagi seseorang yang sangat awam dalam hal hukum agama dan dunia. Karena setiap amal yang dilakukan tidak disertai dengan ilmu maka amal tersebut tidak diterima.
Sebagian ulama mengibaratkan amal tanpa ilmu dengan pakaian yang dikenakan oleh orang gila yang berlapis-lapis tebalnya tetapi tidak ada harga sedikitpun.
Sangat tidak masuk aqal apabila kita menganjurkan seseorang untuk melakukan satu pekerjaan yang tidak ada ilmu baginya. Banyak ayat Al-qur’an dan Hadist Nabi serta petuah para ulama terdahulu yang melebihkan halaqah ilmu dengan yang lain.
Ke’aliman tidak berguna apabila tidak diterapkan dalam amaliyah baik yang berhubungan dengan Allah Swt dan manusia sesamanya.
“Sebagaimana telah dijelaskan di bab shalat sunah yang dikutip dari Al-Qadhi husen, bahwa haji sunah itu adalah ibadah yang paling afdhal, karena mencakup harta dan badan. Al-Hulaimi berpendapat, haji itu menghimpun seluruh pengertian ibadah. Maka orang yang berhaji, ia se akan-akan sekaligus melaksanakan shalat, berpuasa, ber’itikaf, berzakat dan berjuang di jalan Allah Swt. Menurut Al-Allamah Abdurrauf Al-Munawi, yang jelas bahwa pendapat al-Qadgi husen tentang keutamaan haji tersebut adalah selain yang terkait dengan ilmu pengetahuan.”

D. Amal sosial dan Tahun Baru Islam
Sejalan dengan kegiatan peringatan hari besar Islam lainnya, hendaknya peringatan Tahun Baru Islam lebih digalakkan dan dioptimalkan dengan amal ibadah dan amal sosial demi umat sebagai bentuk pelaksanaan perintah Allah. Perintah itu berbunyi: "Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad pada jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka. Itulah orang-orang yang merebut kemenangan " (At-Taubah: 20).
Meningkatkan dan memberdayakan peran serta umat Islam dalam peringatan Tahun Baru Islam melalui wadah ormas-ormas Islam di wilayah, cabang, ranting, dan tempat ibadah seperti masjid, dan pondok pesantren dengan berbagai amal ibadah dan bakti sosial.
Pertama, melalui gerakan masyarakat (geram) mengajak seluruh ormas-ormas Islam memeriahkan Tahun Baru Islam dengan meningkatkan kerja sama instansi, terkait dengan pelayanan kepada masyarakat; misalnya pengajian umum, penyuluhan pentingnya zakat, pengobatan massal, kitan massal, dan basar sembilan bahan kebutuhan pokok dengan harga di bawah pasar.
Kedua, melalui gerakan takmir masjid (gertak) mengadakan kegiatan kebersihan sebagai revitalisasi rintisan gerakan jumat bersih dan usaha kesehatan masjid, bersamaan dengan gerakan remaja masjid (geram), misalnya menyelenggarakan lseni baca Alquran, penyuluhan narkoba, penyuluhan kesehatan, HIV/AIDS, flu burung, bekerja sama dengan organisasi kemahasiswaan dan instansi terkait.
Ketiga, melalui gerakan remaja (Geram). Lembaga-lembaga pendidikan Islam mengadakan pekan lomba puisi antinarkoba, antikekerasan, antipornografi, lomba lukis, indahnya hutan tanpa ditebang, karikatur indahnya perbedaan perilaku, serta lomba lukis tembok lingkungan dan permukiman sehat.
Keempat, melalui gerakan lembaga/institusi (gelut). Baik pemerintah maupun swasta, mayoritas pegawainya adalah kaum muslim sehingga dapat memeperingati Tahun Baru Islam dengan mengadakan anjangsana, memberikan bingkisan, kunjungan silaturakhim kepada para penerima pensiun dan masyarakat sekitar, basar atau pasar murah.
Menurut kami, perlu kesepakatan paradigma baru bahwa peringatan Tahun Baru Islam hendaknya dapat membumi, artinya dapat dibaca, dipahami dan diamalkan masyarakat. Melalui doktrin Islam, sikap kritis dan korektif dapat diekspresikan melalui gerakan-gerakan dan dakwah-dakwah amar ma'ruf nahy munkar dengan mengoptimalkan berbagai kegiatan. Dengan saling berwasiat kepada kebenaran dan kesabaran, yakni berbagai pendekatan amal ibadah dan layanan sosial kemasyarakatan.
Banyak pintu menuju Allah. Banyak jalan arteri menuju Allah, kata Muhammad Sobari, yang artinya beramal dapat di mana-mana dan kapan saja. Memperingati Tahun Baru Islam, merupakan tantangan sekaligus kesempatan dan peluang emas untuk dicanangkan dengan gerakan-gerakan pemberdayaan umat Islam untuk meningkatkan pengetahuan, mempertebal iman, serta memperluas ladang amal pengabdian kepada sesamanya.
BAB III
ZAKAT DAN AMAL SOSIAL

Sebagaimana di ujung akhir bulan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, umat Islam sejak dini mencanangkan zakat fitrah, sebentuk amal sosial-praktis yang menjadi kewajiban setiap muslim yang mampu. Zakat fitrah, yang waktunya
telah ditentukan, dipandang merupakan amal penghabisan sebagai penyucian jiwa akhir muslim. Pun, zakat ini dipandang amal-penyempurna, atas amalan selama bulan suci. Karenanya, keberadaan zakat bagi seorang muslim, adalah meniscaya adanya.
Hanya saja, fungsi sosial zakat fitrah, selama ini, masih belum tampak menonjol. Paling maksimal, ia (zakat fitrah) hanya berfungsi karitatif, hanya menyelesaikan persoalan lahiriyah, permukaannya per sekian. Zakat ini, tidak sampai mengarah pada dataran subtansial; mengerahkan seluruh energinya pada pengentasan kemiskinan yang menjadi ruh atau spiritnya semula. Zakat, dalam bentukan ini adalah "mandul" karena sama sekali belum mampu menghadirkan fungsi sosialnya.
Dalam konteks Indonesia, bentukan zakat yang "mandul" diperparah lagi dengan organisasi dengan kinerja buruk, mengakibatkan tidak saja 'kekaburan' sasaran, akan tetapi juga 'ketidaktepatan' mana prioritas yang hendak dituju. Kekaburan berikut ketidaktepatan karena organisasi yang buruk, menjadi tipologi umum badan amil zakat di seantero nusantara. Sehingga, dari tahun ke tahun, kehadiran badan amil zakat ini tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Dus, amanat fungsi sosial zakat yang diembannya kian jauh dari kenyataan.
Seharusnya, persoalan di atas tidak terjadi jika -- istilah kami -- diajukan
revitalisasi atas zakat fitrah. Revitalisasi ini menyangkut dua hal; makna dan instrumen. Revitalisasi makna zakat fitrah, berlandas-tumpu atas aras filosofiknya. Tidak sebagaimana alur pikir normatif mengenai zakat, landas filosofik mempertanyakan eksistensi zakat fitrah; mengapa harus ada zakat fitrah? Apakah kehadirannya dirasa perlu dalam tata-sosial muslim ? Dan lalu, apa juga fungsi yang diembannya jika keberadaannya diakui di dunia muslim ?
Jawabannya; zakat fitrah meniscaya adanya karena (ia) menjadi bagian -- yang
integral dengan zakat mal -- dalam hal distribusi pendapatan. Bahwa siapa
pun sepakat tentang adanya tata-sosial yang timpang; kaya-miskin, dzalim-madzlum, kuat-lemah (Hasan Hanafi:1981), adalah sebuah argumen logis mengapa harus dimulai dari zakat. Lebih gamblangnya, karena sebuah struktur sosial yang senantiasa tidak adil (unjust) menyebabkan seseorang kemiskinkan.
Islam, melalui seperangkat aturannya, mafhum jika struktur sosial ini tidak serta-merta mudah dimusnahkan. Merobohkan struktur sosial secara revolusioner, dalam angan-angan Islam, adalah hal yang utopis. Karena, yang demikian sama halnya, dengan mengingkari sunnatullah. Sunnatullah menegaskan selalu ada jurang ekonomi antarkelas sosial yang berbeda. Dengan ini, maka yang dikembangkan Islam bukanlah kesamaan ekonomi, akan tetapi kesamaan sosial.
Dalam rangka kesamaan sosial, Islam menedaskan pentingnya kesempatan yang sama dalam pemerataan distribusi kekayaan. Kata kunci (key word) "pemerataan yang sama", oleh Islam, disinambungkan dengan gagasan kewajiban zakat bagi setiap muslim yang mampu. Zakat, dalam koridor ini, bukan merupakan rasa belas kasih orang kaya (the have) terhadap mereka yang miskin (the poor). Tapi, lebih merupakan kewajiban yang meniscaya karena dalam harta setiap orang yang mampu terdapat hak kaum miskin. (QS. Ad-Dzariyat:9). Paling tidak, dengan zakat, timbunan harta di segelintir elite kaya senantiasa akan berkurang. (QS.Al-Hasyr: 7). Karenanya, menjadi logis, jika yang diemban utama dalam zakat adalah misi keadilan sosial (social justice). Tidak salah, jika dalam misi ini, perombakan struktur menuju tatanan yang berkeadilan sosial dijadikan cita ideal Islam sepanjang zaman.
Pengentasan kemiskinan, adalah sebuah medium pertama dan utama dalam penegakan tata sosial yang berkeadilan. Seluruh energi dalam zakat, semestinya diabdikan untuk pengentasan kemiskinan. Karenanya, pilihan --dalam domain pembahasan kali ini -- zakat fitrah jenis produktif (dalam bentuk pemberian modal misalnya), daripada zakat konsumif sudah seharusnya dijadikan rujukan utama. Demikian ini karena Islam menghargai usaha-usaha produktif manusia, yang dalam Islam dilukiskan sebagai "karunia Tuhan". (QS.Al-Jumu'ah, 9-10).
Pun, paralel dengan ini, Islam juga mendorong manusia agar berfaedah bagi dirinya sendiri dari kesempatan yang banyak sekali diberikan untuk berusaha produktif sebagai karunia Tuhan yang tak berhingga. (QS. al-An'am: 10, Ibrahim: 34 dan QS. al-Hijr: 19-20). Pun, melihat catatan sejarah, Nabi Muhammad SAW sendiri lebih memilih memberikan kapak daripada kayu terhadap seorang yang miskin. . Melihat ini, tampak bahwa yang dikehendaki Islam adalah zakat produktif karena lebih berupaya mengentaskan kemiskinan struktural umat.









BAB IV
FADHILAH / KEUTAMAAN AMAL SOSIAL

1. Mengagungkan Syi’ar Agama Alloh.
Membangun Mesjid, Madrasah, Pesantren dan bangunan untuk syi’ar agama Alloh lainnya, adalah bukti positif ketaqwaan kepada Aloh SWT. Sebagaimana Firman Alloh dalam al-Quran surat 22 Al-Hajj ayat 32 :
"Demikianlah (perintah Alloh). Dan barang siapa yang membesarkan syi’ar-syi’ar ( tanda-tanda ) Agama Alloh, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati."
2. Tawassul.
Nabi Ibrohim AS. bertawasul dengan membangun Ka’bah Baitulloh agar diterima segala amal baiknya dan seluruh keluarganya dijadikan orang-orang yang Muslim, dan ternyata semua Nabi dan Rosul setelahnya adalah keturunannya. Sebagaimana diungkapkan dalam al-Quran surat 2 Al-Baqoroh ayat 127-128 :
"dan (ingatlah), ketika Ibrohim AS meninggikan/membina dasar-dasar Baitulloh beserta Isma’il (seraya berdo’a) : “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang maha mendengar lagi Mengetahui” Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk dan patuh kepada Engkau dan tunjukanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat Ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya engkaulah Yang Maha Penerima Taubat kami lagi maha Penyayang."
3. Tabungan Bank Akhirat (TABARAT).
Segala sesuatu yang ada di sisimu akan habis, tapi apa yang dititipkan di jalan Alloh akan kekal. FirmanNya dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 96 :
"Apa yang di sisimu akan lenyap dan apa yang ada disisi Alloh adalah kekal. Dan sesungguhnya kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
4. Kifarat ( Penghapus ) Dosa.
Firman Alloh dalam al-Quran surat 29 Al-Ankabut ayat 7 :
"Dan orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. "
5. Jihad.
Berjuang membela agama Alloh, jihad bil’amal. Firman Alloh dalam al-Quran surat 09 At-Taubat ayat 41 :
"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan perasaan ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Alloh. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. "
6. Menemani diri kita di Alam Barzah/Alam Qubur
Sebagaimana disebutkan oleh Mu’alif kitab Nashoihul 'Ibad telah menadzomkan di halaman 7 :
"Maut itu datang dengan tiba-tiba, dan Qubur adalah petinya amal."
7. Dibuatkan Gedung / Rumah di Surga
Sabda Roshululloh SAW, yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah :
"Barang siapa yang membangun Mesjid dengan ikhlas karena Alloh, maka Alloh akan membangun baginya sebuah rumah di Sorga.
8. Sebagai Penolak Bala' ( Bencana ).
9. Memperpanjang Umur
Sebagaimana sabda Rosululloh SAW :
Shodaqoh itu menolak bala' (kecelakaan) dan menambah umur.
10. Diampuni dosanya dan Diridloi oleh Alloh SWT.



















KESIMPULAN

 Al-Washliyah didirikan sebagai organisasi kemasyrakatan yang yang berkiprah dibidang pendidikan, dakwah, dan amal social.
 Tugas dakwah agar keshalihan sosial meningkat seperti anak tangga memang tidak mudah sebagaimana telah dikatakan oleh Rasulullah SAW: "Pada masa awal penyebarannya Islam dipandang sebagai ajaran asing. Setelah makin menguat, perlahan ajaran Islam mulai banyak diterima, termasuk dimasa kita sekarang.
 Ke’aliman tidak berguna apabila tidak diterapkan dalam amaliyah baik yang berhubungan dengan Allah Swt dan manusia sesamanya.
 Imam Syafi’i seperti dikutip dalam kitab Idhahu Muhyis Sunnah karya Ibnu Hajar Al-Haitami berikut ini:
“Bahwa kewajiban menyalurkan dana sosial itu lebih utama dari pada kewajiban haji, dan kesunnahan menyalurkan dana sosial itu lebih utama dari pada haji sunnah” Lihatlah betapa pentingnya amal social itu.
 fungsi sosial zakat fitrah, selama ini, masih belum tampak menonjol. Paling maksimal, ia (zakat fitrah) hanya berfungsi karitatif, hanya menyelesaikan persoalan lahiriyah, permukaannya per sekian. Zakat ini, tidak sampai mengarah pada dataran subtansial; mengerahkan seluruh energinya pada pengentasan kemiskinan yang menjadi ruh atau spiritnya semula. Zakat, dalam bentukan ini adalah "mandul" karena sama sekali belum mampu menghadirkan fungsi sosialnya.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mansur Suryanegara, Prof.Ph.D, Filsafat Sejarah (Makalah Mata Kuliah), Jurusan SPI Fak.Adab IAIN SGD, Bandung, 2003
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia: 1900-1942, LP3ES, Jakarta, 1995
http://www.rakyataceh.com/index.php
http://www.imm.or.id/content/view/168/2/
http://www.suaramerdeka.com/harian/0701/22/opi04.htm
http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-m/2002-November/000479.html
http://kipsaint.com/isi/problematika-sosial-kota-besar.html

Tidak ada komentar: