Hal-Hal Yang Tidak Membatalkan Puasa
Syaikh Muhammad Jamîl Zainu
1. Makan dan minum karena lupa, keliru (maksudnya, mengira sudah waktunya buka ternyata belum, pent.) atau terpaksa. Tidak wajib mengqodho’-nya ataupun membayar kafarat, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam :
”Barangsiapa yang lupa sedangkan ia berpuasa, lalu ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Alloh telah memberinya makan dan minum.” (muttafaq ’alayhi).
Dan sabda beliau : ”Sesungguhnya Alloh mengangkat (beban taklif) dari umatku (dengan sebab) kekeliruan, lupa dan keterpaksaan.” (Shahih, HR Thabrani).
2. Muntah tanpa disengaja, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam :
”Barangsiapa yang mengalami muntah sedangkan ia dalam keadaan puasa maka tidak wajib atasnya mengqodho’.” (Shahih, HR Hakim).
3. Mencium isteri, baik untuk orang yang telah tua maupun pemuda selama tidak sampai menyebabkan terjadinya jima’. Dari ’A`isyah radhiyallahu ’anha beliau berkata : ”Rasulullah pernah menciumi (isteri-isteri beliau) sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa, beliau juga pernah bermesraan sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling mampu menahan hasratnya.” (muttafaq ’alayhi)
4. Mimpi basah di siang hari walaupun keluar air mani.
5. Keluarnya air mani tanpa sengaja seperti orang yang sedang berkhayal lalu keluar (air mani).
6. Mengakhirkan mandi janabat, haidh atau nifas dari malam hari hingga terbitnya fajar. Namun yang wajib adalah menyegerakannya untuk menunaikan sholat.
7. Berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke dalam rongga hidung) secara tidak berlebihan, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam kepada Laqith bin Shabrah :
أَسْبِغْ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
”Sempurnakan wudhu’ dan sela-selailah jari jemari serta hiruplah air dengan kuat (istinsyaq) kecuali apabila engkau sedang berpuasa.” (Shahih, HR ahlus sunan).
8. Menggunakan siwak kapan saja, dan yang semisal dengan siwak adalah sikat gigi dan pasta gigi, dengan syarat selama tidak masuk ke dalam perut.
9. Mencicipi makanan dengan syarat selama tidak ada sedikitpun yang masuk ke dalam perut.
10. Bercelak dan meneteskan obat mata ke dalam mata atau telinga walaupun ia merasakan rasanya di tenggorokan.
11. Suntikan (injeksi) selain injeksi nutrisi dalam berbagai jenisknya. Karena sesungguhnya, sekiranya injeksi tersebut sampai ke lambung, namun sampainya tidak melalui jalur (pencernaan) yang lazim/biasa.
12. Menelan air ludah yang berlendir (dahak), dan segala (benda) yang tidak mungkin menghindar darinya, seperti debu, tepung atau selainnya (partikel-partikel kecil yang terhirup hingga masuk tenggorokan dan sampai perut, pent.).
13. Menggunakan obat-obatan yang tidak masuk ke dalam pencernaan seperti salep, celak mata, atau obat semprot (inhaler) bagi penderita asma.
14. Gigi putus, atau keluarnya darah dari hidung (mimisan), mulut atau tempat lainnya.
15. Mandi pada siang hari untuk menyejukkan diri dari kehausan, kepanasan atau selainnya.
16. menggunakan wewangian di siang hari pada bulan Ramadhan, baik dengan dupa, minyak maupun parfum.
17. Apabila fajar telah terbit sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkan-nya melainkan setelah ia menyelesaikan hajat-nya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam :
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
”Apabila salah seorang dari kalian telah mendengar adzan dikumandangkan sedangkan gelas masih berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajat-nya tersebut.” (Shahih, HR Abu Dawud).
18. Berbekam, ”karena Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam pernah berbekam sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa.” (muttafaq ’alayhi). Adapun hadits yang berbunyi : ”Orang yang membekam dan dibekam batal puasanya” (Shahih, HR Ahmad) maka statusnya mansukh (terhapus) dengan hadits sebelumnya dan dalil-dalil yang lainnya.
Ibnu Hazm berkata : ”Hadits ”orang yang membekam dan dibekam batal puasanya” adalah shahih tanpa diragukan lagi, akan tetapi kami mendapatkan di dalam hadits Abu Sa’id : ”Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam memberikan keringanan berbekam bagi orang yang berpuasa” dan sanad hadits ini shahih sehingga wajib menerimanya. Oleh sebab keringanan (rukhshah) itu terjadi setelah ’azimah (ketetapan), maka (hal ini) menunjukkan atas dinaskh (dihapusnya) hadits yang menjelaskan batalnya puasa karena bekam, baik itu orang yang membekam maupun yang dibekam.” (Lihat Fathul Bari 4:178).
Dialihbahasakan oleh Abû Salmâ al-Atsarî dari Shiyâmu Ramadhân Fadhâ`iluhu Âdabuhu Ahkâmuhu wa Qiyâmuhu karya Syaikh Muhammad Jamîl Zainu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar