09 April 2010

WEWENANG KEPEMIMPINAN DITINJAU DARI SEGI SOSIOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

Jika kita mempelajari ilmu-ilmu sosial, maka kita akan mempunyai kesimpulan yang sama tentang obyek dari ilmu-ilmu sosial tersebut, yaitu bahwa semua ilmu sosial pada hakikatnya mempunyai obyek yang sama yakni masyarakat. Masyarakat merupakan sekumpulan individu yang tinggal dalam suatu wilayah yang membentuk suatu komunitas di dalam kehidupan sosial. Kumpulan individu yang membentuk komunitas tersebut mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan antara masyarakat yang satu dengan lainnya.
Salah satu cabang dari ilmu sosial adalah sosiologi. Adapun defenisi sosiologi jika kita lihat dari Wikipedia (situs ensiklopedia dunia) adalah Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842. Sehingga Comte dikenal sebagai Bapak Sosiologi.
Dan disini kami selaku pemakalah diberi amanah oleh dosen pembimbing untuk membahas tentang “Wewenang Kepemimpinan Ditinjau dari Segi Sosiologi” .

BAB II WEWENANG KEPEMIMPINAN DITINJAU DARI SEGI SOSIOLOGI

Masalah kepemimpinan adalah salah satu masalah public. Sedangkan masalah publik adalah suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang yang menginginkan pertolongan atau perbaikan.
A. Pengertian Pemimpin
Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu . Sedangkan menurut Robbins Kepemimpian adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1991:26) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.

B. Wewenang Pemimpin
Seorang pemimpin tentunya memiliki wewenang. Wewenang ini menurut Soerjono Soekanto lebih bersifat hak dari seorang pemimpin daripada kekuasaan. Menurut Max Weber wewenang dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Wewenang kharismatis
2. Wewenang tradisional
3. Wewenang rasional (legal).
Perbedaan ini didasarkan pada hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku. Di dalam ketiga bentuk wewenang itu Max Weber memperhatikan sifat dasar wewenang tersebut, karena itulah yang menentukan kedudukan seorang pemimpin yang mempunyai wewenang tersebut.

a. Pemimpin Kharismatis
Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus yang ada pada diri seseorang. Kemampuan khusus ini melekat pada seseorang dan bersifat given, dalam arti pemberian dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang-orang disekitarnya mengakui akan adanya kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan mitos (taklid), karena pada dasarnya mereka menganggap bahwa sumber dari kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada di atas kemampuan dan kekuasaan manusia pada umumnya. Sumber kepercayaan dan pemujaan karena kemampuan khusus itu setidaknya pernah terbukti manfaat serta kegunaannya bagi masyaraat, walau terkadang masih sebatas sugesti sekalipun. Wewenang kepemimpinan kharismatis tersebut akan tetap bertahan selama dapat dibuktikan keampuhannya bagi seluruh masyarakat. Pemimpian kharismatis berwujud pada suatu wewenang untuk diri orang itu sendiri, dan dapat dilaksanakan terhadap segolongan orang atau bahkan terhadap bagian terbesar dari masyarakat. Jadi, dasar wewenang kharismatis bukanlah terletak pada suatu peraturan (hokum), akan tetapi bersumber pada diri pribadi individu sang pemimpin.
Contoh dari bentuk kepemimpinan kharismatis ini dapat dilihat pada kisah sejarah Nabi dan Rasul dahulu, penguasa-penguasa terkemuka dalam sejarah lainnya dan seterusnya. Bentuk wewenang kharismatis ini memang berasal dan lahir begitu saja; pemberian dari Tuhan atau memang dilahirkan alam

b. Pemimpin Tradisional
Wewenang tradisional dapat dimiliki oleh seseorang maupun sekelompok orang. Dengan kata lain, wewenang tersebut dimiliki oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Kelompok mana sudah lama sekali mempunyai kekuasaan di dalam suatu masyarakat. Wewenang tadi dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang bukan karena mereka memiliki kemampuan-kemampuan khusus seperti pada Wewenang Kharismatis. Melainkan kekuasaan dan wewenang tersebut telah melembaga dan bahkan menjiwai masyarakat. Demikian lamanya golongan tersebut memegang tampuk kekuasaan, masyarakat percaya dan mengakui kepemimpinannya. Ciri-ciri utama kepemimpinan tradisional adalah
1. Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat sang pemimpin yang memiliki wewenang, serta orang-orang lainnya di dalam masyarakat
2. Adanya wewenang yang lebih tinggi ketimbang kedudukan seseorang yang hadir secara pribadi
3. Selama tidak ada pertentangan dengan ketentuan-ketentuan tradisional, orang-orang dapat bertindak secara bebas. Sebagai contoh dari kepemimpinan ini adalah kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin adat. Jenis kekuasaan ini lahir dan kemudian melembaga dan dipercayai secara turun temurun.

c. Pemimpin Legal – Rasional
Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang disandarkan pada system hokum yang berlaku di masyarakat. System hokum disini dipahamkan sebagai kaidah-kaidah yang telah diakui serta ditaati masyarakat, dan bahkan yang telah diperkuat oleh Negara. Pada wewenang yang didasarkan pada system hokum harus dilihat juga apakah system hukumnya bersandar pada tradisi, agama atau lainnya. Kemudian harus ditelaah juga hubungannya dengan system kekuasaan serta diuji pula apakah system hokum tadi cocok atau tidak dengan system kebudayaan masyarakat, supaya kehidupan dapat berjalan dengan tenang dan tenteram
Bentuk pemimpin yang cocok menggambarkan hal ini adalah wewenang yang dimiliki oleh Kepala Desa. Pada dasarnya pemimpin pada wilayah desa ini ditetapkan atas dasar consensus warganya, yang kemudian dilegalkan oleh aturan Negara (Kepala Desa).
Selain itu wewenang atau Fungsi kepemimpinan ditinjau dari sisi kemasyarakatan adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Perencanaan
Seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku penanggung jawab tercapainya tujuan dari kepemimpinan
2. Fungsi memandang ke depan
Seorang pemimpin yang senantiasa memandang ke depan berarti akan mampu mendorong apa yang akan terjadi serta selalu waspada terhadap kemungkinan. Hal ini memberikan jaminan bahwa jalannya proses pekerjaan ke arah yang dituju akan dapat berlangusng terus menerus tanpa mengalami hambatan dan penyimpangan yang merugikan. Oleh sebab seorang pemimpin harus peka terhadap perkembangan situasi baik di dalam maupun diluar organisasi sehingga mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, baik yang kecil maupun yang besar.
3. Fungsi pengembangan loyalitas
Pengembangan kesetiaan ini tidak saja diantara pengikut, tetapi juga unutk para pemimpin tingkat rendah dan menengah dalam organisai. Untuk mencapai kesetiaan ini, seseorang pemimpin sendiri harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-kata, maupun tingkah laku sehari – hari yang menunjukkan kepada anak buahnya pemimpin sendiri tidak pernah mengingkari dan menyeleweng dari loyalitas segala sesuatu tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
4. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan fungsi pemimpin untuk senantiasa meneliti kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya pengawasan maka hambatan – hambatan dapat segera diketemukan, untuk dipecahkan sehingga semua kegiatan kembali berlangsung menurut rel yang elah ditetapkan dalam rencana .
5. Fungsi mengambil keputusan
Pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang tidak mudah dilakukan. Oleh sebab itu banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan pengambilan keputusan. Bahkan ada pemimpin yang kurang berani mengambil keputusan. Metode pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individu, kelompok tim atau panitia, dewan, komisi, referendum, mengajukan usul tertulis dan lain sebagainya.
Dalam setiap pengambilan keputusan selalu diperlukan kombinasi yang sebaik-baiknya dari :
a. Perasaan, firasat atau intuisi
b. Pengumpulan, pengolahan, penilaian dan interpretasi fakta-fakta secara rasional – sistematis.
c. Pengalaman baik yang langusng maupun tidak langsung.
d. Wewenang formal yang dimiliki oleh pengambil keputusan. Dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin dapat menggunakan metode – metode sebagai berikut :
i. Keputusan – keputusan yang sifatnya sederhana individual artinya secara sendirian.
ii. Keputusan – keputusan yang sifatnya seragam dan diberikan secara terus menerus dapat diserahkan kepada orang – orang yang terlatih khusus untuk itu atau dilakukan dengan menggunakan komputer.
iii. Keputusan – keputusan yang bersifat rumit dan kompleks dalam arti menjadi tanggung jawab masyarkat lebih baik diambil secara kelompok atau majelis. Keputusan – keputusan yang bersifat rumit dan kompleks sebab masalahnya menyangkut perhitungan – perhitungan secara teknis agae diambil dengan bantuan seorang ahli dalam bidang yang akan diambil keputusannya.

6. Fungsi memberi motivasi
Seorang pemipin perlu selalu bersikap penuh perhatian terhadap anak buahnya. Pemimpin harus dapat memberi semangat, membesarkan hati, mempengaruhi anak buahnya agar rajinbekerja dan menunjukkan prestasi yang baik terhadap organisasi yang dipimpinnya. Pemberian anugerah yang berupa ganjaran, hadiah, piujian atau ucapan terima kasih sangat diperlukan oleh anak buah sebab mereka merasa bahwa hasil jerih payahnya diperhatikan dan dihargai oleh pemimpinnya.
Di lain pihak, seorang pemimpin harus berani dan mampu mengambil tindakan terhadap anak buahnya yang menyeleweng, yang malas dan yang telah berbuat salah sehingga merugikan organisasi, dengan jalan memberi celaan, teguran, dan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya.

BAB III
KESIMPULAN

Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.
Wewenang ini menurut Soerjono Soekanto lebih bersifat hak dari seorang pemimpin daripada kekuasaan.
Menurut Max Weber wewenang dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Wewenang kharismatis
2. Wewenang tradisional
3. Wewenang rasional (legal).
Selain itu wewenang atau Fungsi kepemimpinan ditinjau dari sisi kemasyarakatan adalah sebagai berikut :
Fungsi Perencanaan, Fungsi memandang ke depan, Fungsi pengembangan loyalitas, Fungsi Pengawasan, Fungsi mengambil keputusan, Fungsi memberi motivasi.

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, M. Ngalim. 1991. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga.
_________________1996 Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Jakarta : PT Prenhalinddo.
Thoha, Miftah. 1983. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik : Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo

Tidak ada komentar: