PENDAHULUAN
Di Indonesia, proses pembelajaran pada siswa di satuan pendidikan dasar saat ini dirasakan masih banyak yang menggunakan pola pembelajaran lama sebagaimana proses pembelajaran yang menggunakan strategi pembelajaran expository. Layaknya sebuah bangunan, sekolah dasar sebagai satuan pendidikan merupakan satu hal yang sangat prinsip dalam membentuk dan membangun serta mengembangkan kemampuan anak dalam banyak hal, seperti proses dan pola berpikir, bertindak, dan mengambil suatu keputusan baik untuk dirinya sendiri, orang lain, maupun untuk kepentingan bersama.
Melalui implementasi dan pengesahan serta diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tiap-tiap sekolah mempunyai otoritas yang lebih besar untuk mengelola, memikirkan, dan mengembangkan arah dan tujuan dari satuan pendidikan tersebut akan bermuara. Pengelolaan secara operasional diserahkan sepenuhnya kepada pengelola dan penanggungjawab satuan pendidikan.
Saat ini, proses pembelajaran yang berafiliasi pada paham kontruktivisme dianggap lebih memanusiakan peserta didik (dalam hal ini, hak dan kemampuan peserta dianggap lebih dipandang sebagai salah satu unsur keberhasilan dalam mencapai proses pembelajaran yang optimal, pandangan bahwa proses pembelajaran bersumber pada guru (teacher centered) telah berpindah pada proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Implikasinya, pada proses pembelajaran yang berlangsung sudah selayaknyalah model pembelajaran seperti expository berangsung-angsur tidak selamanya dan selalu digunakan pada proses pembelajaran tentunya dengan memperhatikan latar belakang materi dan uraian materi pembelajaran yang akan dipelajari.
Pola pembelajaran yang berpusat pada siswa menuntut kekreatifan guru tidak hanya dalam hal mempersiapkan materi pembelajaran yang akan dipelajari tentunya juga perlu memikirkan penggunaan strategi dan model pembelajaran yang akan digunakan. Penggunaan strategi dan metode pembelajaran dengan memperhatikan titik tolak materi pembelajaran yang akan dipelajari merupakan satu langkah kreatif untuk mencapai optimalisasi proses pembelajaran dan bermuara pada proses dan hasil pembelajaran secara tuntas (mastery learning).
Diantara sekian banyak model dan strategi serta metode pembelajaran yang pernah ada dan dikupas banyak ahli pendidikan, satu diantaranya adalah model pembelajaran berpikir induktif (learning inductively). Pembelajaran secara induktif banyak digunakan dan diimplementasikan pada pola pembelajaran secara individual. Merupakan kelompok model pembelajaran yang memproses informasi.
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN INDUCTIVE THINKING
A. PENGERTIAN
Berpikir merupakan bentuk kata yang berasal dari kata dasar pikir yang berarti akal, budi, ingatan, angan-angan; kata dalam hati, pendapat (pertimbangan) . Berpikir dapat diartikan menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan[4] . Proses berpikir merupakan suatu proses terjadi dalam otak seseorang yang mana proses tersebut diharapkan menghasilkan sesuatu yang memang belum ada maupun merupakan suatu bentuk inovasi/pembaruan dari hal yang telah ada.
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus . Model pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis.
Dalam kaitannya pada proses pembelajaran di satuan pendidikan dasar di Indonesia. Model berpikir induktif cenderung lebih mudah digunakan pada materi pembelajaran yang masih bersifat konseptual. Ha ini dapat dilihat pada pola dan karakteristik pembelajaran yang merupakan kategori berpikir induktif ini. Namun, tidak menutup kemungkinan aktifitas yang dikembangkan dalam proses pembelajaran akan melibatkan unsur psikomotorik dari peserta didik.
B. MODEL PEMBELAJARAN BERPIKIR SECARA INDUKTIF
Bruce Joyce dan Marsha Weil mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kaitannya di sini model berpikir induktif merupakan bagian dari kelompok model pembelajaran pengolahan informasi (information-processing).
Model berpikir induktif meyakini bahwa siswa sebagai peserta didik merupakan konseptor ilmiah. Setiap saat seseorang selalu berusaha untuk melakukan suatu konseptualisasi dalam hal apapun, proses berpikir induktif diperlukan Model berpikir induktif mempunyai beberapa karakteristik utama antara lain;
Fokus : Fokus membantu peserta didik untuk berkonsentrasi pada satu ranah/kemampuan berpikir (bidang penelitian) yang dapat mereka kuasai, tanpa mengecilkan keinginan dalam hati mereka yang jelas membuatnya tidak bisa menggunakan seluruh kemampuan untuk menghasilkan suatu gagasan yang luar biasa. Hal utama yang perlu dilakukan adalah menyajikan seperangkat data yang menyediakan informasi terhadap suatu cakupan mata pelajaran tertentu dengan meminta peserta didik mempelajari sifat-sifat objek dalam perangkat yang disajikan tersebut.
Dengan fokus terhadap suatu kajian tertentu yang familiar di telinga dan mata peserta didik hal ini diharapkan dapat mendukung dan mencapai proses pembelajaran yang optimal sebagaimana tujuan yang akan dicapai pada standar isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar).
Pengawasan/kontrol konseptual, ini membantu siswa mengembangkan kemampuan konseptual terhadap satu ranah/bidang kajian tertentu. Dalam hal ini sebagai contoh yaitu siswa disajikan tentang berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi di Indonesia, siswa akan mengklasifikasikan berbagai kegiatan ekonomi tersebut dalam suatu kelompok/jenis seperti kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi.
Melalui pengetahuan awal peserta didik akan lebih mudah mengembangkan pemahaman dan karakteristik kegiatan ekonomi di Indonesia seperti produsen-produsen yang menghasilkan suatu produk makanan ringan dengan merk tertentu, maupun contoh-contoh praktek penjualan yang bukan hanya barang saja yang dapat didistribusikan sebagai objek jual, namun jasa juga dapat dijual pada proses jual-beli sebagai implementasi pada proses distribusi objek tertentu.
Hal ini akan melatih peserta didik untuk memudahkan proses klasifikasi dan kategorisasi dalam membedakan dan memahami karakter produksi, konsumsi, dan distribusi sekalipun dengan banyaknya objek yang disajikan pada proses pembelajaran di tiap awal pertemuan (apersepsi).
Mengkonversi pemahaman konseptual menjadi ketrampilan. Dalam hal proses membangun pemahaman secara konseptual pada proses klasifikasi secara abstrak, peserta didik tanpa disadari tentunya akan melakukan suatu aktifitas yang melibatkan unsur motorik dan tentunya kognitif mereka.
Melalui proses kategorisasi dan pengelompokan ini, peserta didik akan menggunakan tangannya untuk menulis dan memikirkan jenis pengelompokan yang digunakan untuk membedakan mana yang termasuk kegiatan produksi, kegiatan distribusi, dan mana yang termasuk kegiatan konsumsi.
Model berpikir induktif dapat membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi dan mengujinya secara ilmiah (dengan tahap perkembangan usia dan berpikir peserta didik) dengan teliti, mengolah informasi ke dalam konsep-konsep, dan belajar memanipulasi konsep-konsep tersebut. Apabila digunakan secara bertahap, model thinking inductively juga dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk membentuk konsep-konsep secara efisien dan meningkatkan jangkaian perspektif dari sisi mana mereka memandang suatu informasi tertentu.
C. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEKNIK THINKING INDUCTIVE
Ada kelebihan pasti ada kekurangan. Beberapa hal yang kontras namun perlu diketahui adalah apapun jenis metode yang digunakan pastinya akan ada kelebihan dan kekurangan ketika diimplementasikan pada proses pembelajaran yang berlangsung, menurut Restiana rendi dalam sebuah catatan di blognya dipaparkan mengenai kelebihan dan kekurangan dari model berpikir induktif ini, antara lain;
1) Kelebihan Model Pembelajaran Induktif
a) Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, sehingga siswa mempunyai parameter dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
b) Ketika siswa telah mempunyai gambaran umum tentang materi pembelajaran, guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan tersebut sehingga pemerataan pemahaman siswa lebih luas dengan adanya pertanyaan-pertanyaan antara siswa dengan guru.
c) Model pembelajaran induktif menjadi sangat efektif untuk memicu keterlibatan yang lebih mendalam dalam hal proses belajar karena proses Tanya jawab tersebut.
2) Kelemahan Model Pembelajaran Induktif
a) Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) sehingga kesuksesan pembelajaran hamper sepenuhnya ditentukan kemampuan guru dalam memberikan ilustrasi-ilustrasi.
b) Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan untuk membuat siswa berpikir.
c) Model pembelajaran ini sangat tergantung pada lingkungan eksternal, guru harus bisa menciptakan kondisi dan situasi belajar yang kondusif agar siswa merasa aman dan tak malu/takut mengeluarkan pendapatnya. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara sempurna.
d) Saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran induktif, guru harus menyiapkan perangkat yang akan membuat siswa beraktivitas dan mengobarkan semangat siswa untuk melakukan observasi terhadap ilustrasi-ilustrasi yang diberikan, melalui pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dengan metode ini maka kemandirian siswa tidak dapat berkembang optimal.
e) Guru harus menjaga siswa agar perhatian mereka tetap pada tugas belajar yang diberikan, sehingga peran guru sangat vital dalam proses belajar siswa.
f) Kesuksesan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran induktif bergantung pada contoh-contoh atau ilustrasi yang digunakan oleh guru.
g) Pembelajaran tidak dapat berjalan bila guru dan muridnya tidak suka membaca, sehingga tidak mempunyai pilihan dalam proses induktif.
D. STRUKTUR PEMBELAJARAN INDUCTIVE THINKING
Tahap-tahap model induktif meliputi empat aspek antara lain;
1. Mengidentifikasi dan penghitungan data yang relevan dengan materi pembelajaran yang akan dipelajari 2. Mengelompokkan objek-objek data menjadi kategori yang anggotanya bersifat umum, 3. Menafsirkan data dan mengembangkan label untuk kategori sebelumnya (point 2) sehingga data dapat dimanipulasi secara simbolis 4. Mengubah kategori-kategori menjadi ketrampilan/hipotes
KESIMPULAN
Terlihat dari aspek dan karakteristiknya, model inductive thinking cenderung lebih sesuai dipergunakan pada proses pembelajaran yang mana pada saat pembelajaran sedang dipelajari materi pembelajaran yang memang lebih ke materi konsep (bukan penerapan), namun tidak menutup kemungkinan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan secara tersirat yang menggunakan model inductive thinking menggunakan metode pembelajaran seperti discovery yaitu metode pembelajaran yang berafiliasi pada aliran psikologi konstruktivisme.
Inductive thinking dapat dipergunakan pada proses pembelajaran di kelas tinggi maupun rendah, akan tetapi sekalipun ini merupakan satu inovasi dalam strategi pembelajaran, model inductive thinking tidak serta merta dapat digunakan setiap hari. Proses transformasi informasi pada pembelajaran yang menggunakan model ini lebih terlihat.
Terkait dengan kurang atau lebihnya suatu pendekatan model suatu pembelajaran inductive thinking tidak terlepas dari karakteristik model tersebut sekalipun bagus sebuah model pembelajaran diterapkan di kelas berkelompok tidak semua model pembelajaran dapat diterapkan dalam pembelajaran individual.
Terakhir, sebagai manusia yang diciptakan Allah dengan segala kesempurnaan dengan makhluk lainnya yang pernah diciptakan di muka bumi ini, kami selaku manusia biasa tidak pernah hilang dari sebuah kata kekeliruan, masukan dan kritikan serta berbagai hal yang membangun dan menumbuhkan kreatifitas bagi kami dan kita bersama tentunya sangat kami harapkan….
Mari demi pendidikan kita lakukan sesuatu untuk pendidikan di Indonesia yang (kata orang) sedang menuju jurang kehancuran….
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia – edisi ketiga cetakan ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2005
Tim Penyusun. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar Kelas V – standar isi 2006. Jakarta: ESIS. 2007
http://sman1sukaraja.com/strategi%20pembl/induktif-deduktif/deduktif.html
http://restianarendi.wordpress.com/2009/12/05/model-belajar-induktif/
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran#induktif
http://kur2003.if.itb.ac.id/file/CN%20IF2101%20Dasar%20Psikologi.pdf
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar