Afwan sebelumnya, Catatan ini teruntuk bagi yang haus ilmu dan bersabar dalam membacanya sehingga mendapat manfaatnya, bukan untuk pembaca yang tidak menghargai ilmu…..
Rosululloh صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
« إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِى الْجَنَّةِ فَيَقُولُ يَارَبِّ أَنَّى لِى هَذِهِ فَيَقُولُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ ».
Di riwayatkan dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, beliau berkata, Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Allah ’Azza Wa Jalla benar-benar akan meninggikan derajat hamba-Nya yang sholih ketika berada di surga,” kemudian dia bertanya, ‘Wahai Robb ku, dari manakah kiranya derajat yang ku peroleh ini ?’ Allah menjawab, “Dari istighfar anakmu untukmu.” ( Lihat : Sunan Ibnu Majah 2/1207 dan Musnad Imam Ahmad 2/509. )
Kisah 1 : Demi kebaikanmu, wahai anakku
Di riwayatkan bahwa pada suatu malam, Shohabat Abdulloh bin Abbas رضي الله عنه sedang melaksanakan Qiyamul lail sedangkan putranya yang masih kecil tidur terlelap. Ketika beliau melihat putranya, beliau berkata, “Demi kebaikanmu, wahai anakku.”
Dan ketika membaca QS. Al-Kahfi ayat 82, “Sedangkan ayahnya adalah seorang yang sholih.” beliau menangis.
Sa’id bin Jubair juga pernah berkata, “Sesungguhnya aku betul-betul akan menambah sholatku untuk kebaikan putraku ini.” (Hilyatul Auliya’ : 4/279)
Kisah 2 : Indahnya saudara seiman
Diriwayatkan oleh Ka’ab Al-Ahbar رضي الله عنه bahwa beliau berkata, “Berapa banyak orang yang Qiyamul lail dikaruniai rasa syukur oleh Allah dan berapa banyak orang yang tidur terlelap diampuni oleh Allah; yaitu pada dua insan yang saling mencinta karena Allah. Kemudian salah seorang dari keduanya melaksanakan sholat malam lalu Allah meridhoi sholat dan do’anya sehingga Dia tidak menolak do’anya sedikitpun. Di sela-sela do'an tersebut, dia tertidur saudaranya yang tertidur dengan berdo’a, “Ya Allah, ampunilah saudaraku, fulan.” Allah pun mengampuni saudaranya padahal dia dalam keadaan tidur. (Hilyatul Auliya’ : 6/31 dan Al-Faiq karya Az-Zamahsyary : 3/234-235)
Kisah 3 : Anakku, Aku telah berbuat baik kepada kalian ketika kalian besar, ketika kalian masih kecil dan ketika kalian belum dilahirkan.”
Tabi’in yang mulia, Abul Aswad Ad-Du’ali yang di kenal sebagai Qodhi di bashroh dan pencetus ilmu nahwu yang meninggal pada tahun 69 H, pernah berkata kepada putra-putrinya, “Aku telah berbuat baik kepada kalian ketika kalian besar, ketika kalian masih kecil dan ketika kalian belum dilahirkan oleh ibu kalian.”
“Bagaimana ayah bisa berbuat baik kepada kami sebelum kami dilahirkan ?” tanya mereka keheranan.
“Aku telah memilih ibu yang tidak kalian cela untuk kalian.” Jawab beliau menerangkan. ( At-Tarikhul Kabir : 4/273, Al-‘Ibar Fi Khobarin Man Ghabar : 1/77, Al-Kamil Fit Tarikh : 4/91 dan Syadzarotud Dzahab : 1/76)
Kisah 4 : “Kami telah kehilangan moment untuk mendidik putra-putri kami.”
Ar-Roghib Al-Asfahani pernah berkisah, “Bahwa Kholifah Abbasiyah, Al-Manshur, mengutus seseorang kepada para tawanan dari kalangan bani Umayyah untuk menanyakan kondisi mereka, ‘Apa penderitaan paling berat yang kalian rasakan di dalam penjara ini ?’ “Kami telah kehilangan moment untuk mendidik putra-putri kami.” jawab mereka.
Kisah 5 : Pahala untuk ayahku
Seorang pemuda yang hidup pada abad ke 5 hijriyah pernah bercerita, “Saya mewajibkan sholat dua roka’at untuk diriku sendiri pada setiap malamnya dengan banyak membaca Al-Qur’an pada dua roka’at tersebut.
Dan aku hadiahkan pahala sholat dan tilawahku untuk ayahku, sehingga aku bermimpi melihat ayah sembari berkata kepadaku, ‘Jazaakallohu, Semoga Allah memberi balasan kebaikan kepadamu, wahai putraku. Sungguh, kebaikan dan apa saja yang engkau hadiahkan kepadaku telah sampai kepadaku.’ ( Mu’jamu As-Safar : 1/217 )
Kisah 6 : Tangisilah Akheratku
Di masa tabi'in, ada seorang ahli ibadah bashroh yang sedang menghadapi kematian, kemudian para kerabatnya datang menjenguk sedangkan dia kelihatan tersiksa dengan apa yang dialaminya, sehingga ayahnya menangis.
Ketika melihat ayahnya menangis, ahli ibadah ini bertanya, "Wahai ayah, apa yang membuatmu menangis ?"
“Wahai putraku, aku menangis karena akan kehilangan dirimu dan kepayahan yang sedang engkau rasakan.” Jawab Ayahnya.
Mendengar percakapan keduanya, ibunya pun ikut menangis juga.
"Wahai ibu yang penuh cinta dan kasih, apa yang membuatmu menangis tersedu sedan ?” tanya ahli ibadah bashroh ini.
Ibunya menjawab, “Wahai putraku, aku menangis karena akan berpisah denganmu dan aku bersedih karena akan merasa kesepian sepeninggalmu.”
Kemudian keluarga dan putra-putranya ikut menangis juga.
Melihat mereka menangis, ahli ibadah bertanya kepada mereka, "Wahai putra-putraku yang akan menjadi yatim sepeninggalku, apa yang membuat kalian menangis ?”
“Wahai ayah, kami menangis karena akan berpisah denganmu dan akan menjadi yatim sepeninggalmu.” Jawab putra-putranya.
Sang ahli ibadah pun berkata, “Dudukkanlah aku, dudukkanlah aku. Menurutku, kalian semua hanya menangisi duniaku. Tidakkah ada di antara kalian yang menangisi akheratku ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis ketika Allah menelungkupkan wajahku ke dasar bumi ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis karena pertanyaan malaikat munkar nakir yang ditujukan kepadaku ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis ketika aku berdiri di hadapan Robbku, Allah Ta’ala ?”.
Kemudian beliau berteriak dengan teriakan yang keras lalu meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. ( Shifatus Shofwah : 4/18 ).
Kisah 7 : Hati-hati dengan doa orang tua
Di riwayatkan dari Al-Hasan bin Ali رضي الله عنه bahwa beliau pernah bercerita, "Ketika aku dan ayah sedang melaksanakan thowaf di sekitar Ka'bah di malam yang gelap gulita, tepatnya di saat mata sudah terlelap tidur dan suasana sunyi sepi, tiba-tiba ayahku mendengar suara rintihan yang memelas dengan menyenandungkan do'a,
Duhai Dzat yang menjawab do'a orang yang berada dalam kesulitan di kegelapan malam
Wahai Dzat yang menyingkap mudhorot, musibah dan penyakit
Utusan yang mendatangimu di sekitar Ka'bah telah tidur lalu mereka terjaga
Namun mata-Mu tidak pernah tidur, wahai Dzat yang Maha selalu mengurusi hamba-Nya
Dengan kedermawanan-Mu, karuniakanlah ampunan-Mu atas dosa-dosa hamba
Wahai Dzat yang d tuju oleh seluruh hamba yang pergi ke tanah haram
Jika ampunan-Mu tidak bisa di raih oleh orang yang melampaui batas
Maka siapakah yang dengan kedermawanannya mampu memberikan ampunan kepada orang-orang yang bergelimang dosa?
Maka ayah berkata kepadaku, "Tolong cari orang yang mengucapkan do'a tersebut."
Akupun pergi mendatanginya sembari berkata, 'penuhilah panggilan Amirul mukminin !'
Lalu dia pergi menghadap Amirul mukminin dengan menarik setengah bagian tubuhnya sebelah kanan karena lumpuh, hingga sampai di hadapan Ayah.
Ayahku bertanya, "Aku telah mendengar keluh kesahmu, maka ceritakanlah kepadaku perihal musibah apa yang menimpamu ?"
Dia pun bercerita, 'Aku adalah seorang laki-laki yang menyibukkan diri dengan lumpuran dosa dan maksiat dan ayahku selalu menasehatiku, "Hati-hatilah terhadap kesalahan dan ketergelinciran di masa muda karena Allah memiliki kekuasaan dan amarah yang tidak akan jauh dari orang-orang yang berbuat dzolim.” Ketika ayah berulang-ulang menasehatiku dengan nasehat tersebut, aku memukulnya dengan pukulan yang amat keras, lalu ayah bersumpah dengan nama Allah dan dengan penuh kesungguhan bahwa beliau benar-benar akan mendatangi Baitulloh Al-Haram kemudian menggantungkan dirinya kepada Allah di tabir-tabir ka'bah untuk mendo'akan kecelakaan bagiku.
Akhirnya Ayah pergi keluar hingga sampai di Baitul Haram lalu bersimpuh di tabir-tabir ka'bah dan berdo'a di sana. Belum selesai lantunan do'anya, bagian tubuhku yang sebelah kanan tidak bisa bergerak –terkena lumpuh pada setengah tubuhnya -.
Akupun menyesali perbuatan yang ku lakukan terhadap ayahku. Aku pun berusaha membujuk agar ayah menaruh iba dan meridhoiku, sehingga beliau menjamin akan mendo'akan kesembuhan bagiku sebagaimana beliau mendo'akan kecelakaan bagiku di Ka'bah.
Akupun mempersiapkan onta untuk ayah dan menaikkan beliau di atas onta namun malang nian, onta tersebut lari dan menjatuhkan ayah di antara dua batu besar sehingga beliau meninggal dunia.
Mendengar alur ceritanya, Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه berkata kepadanya, "Bergembiralah, karena pertolongan Allah telah datang kepadamu."
Al-Hasan melanjutkan ceritanya, “Kemudian ayah berdiri untuk melaksanakan sholat dua roka'at lalu memerintahkan pemuda tersebut untuk menyingkapkan tubuh bagian kanannya yang lumpuh, dengan tangannya. Ayahku langsung mendo'akan kesembuhan baginya berulang-berulang kali. Sehingga dia kembali sehat sebagaimana semula.”
Kemudian ayah berkata kepadanya, "Kalau kamu tidak bersumpah bahwa ayahmu ridho kepadamu, aku tidak akan berdo'a untuk kesembuhanmu."
Ali juga pernah berkata, "Hati-hatilah kalian terhadap do'anya ke dua orang tua karena do'a mereka bisa menambah rizki dan memulihkan penyakit atau mendatangkan kebinasaan dan mengundang malapetaka.. (Thobaqotus Syafi'iyyah Al-Kubro : 2/328-329 dan At-Tawwabin : 1/237-241).
Kisah 8 : Barokah nasehat anak shaleh
Dan di riwayatkan juga bahwa As-Surry bin Muflis As-Saqothi membacakan ayat-ayat Al-Qur’an kepada gurunya, yaitu ayat
وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِينَ إِلَى جَهَنَّمَ وِرْدًا {86}
"Dan kami menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka jahannam dalam keadaan dahaga." ( QS. Maryam : 86 )
Kemudian As-Surry bertanya kepada gurunya, "Wahai ustadz, apa itu Al-Wirdu."
"Saya tidak tahu." Jawab gurunya.
As –Surry melanjutkan ayat setelahnya,
لاَيَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ إِلاَّ مَنِ اتَّخَذَ عِندَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا {87}
“Mereka tidak berhak mendapat syafa’at kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Allah Yang Maha Pemurah.” ( QS. Maryam : 87 )
Dan bertanya, "Wahai ustadz, apa makna dari Al-Ahdu ?"
"Saya tidak tahu." Jawab gurunya lagi.
Akhirnya, As-Surry menghentikan bacaannya dan berkata dengan lantang, "Kalau anda tidak tahu, mengapa anda menipu manusia ?"
Gurunya pun memukul As-Surry yang di anggap telah berbuat lancang.
"Wahai ustadz, tidak cukupkah kebodohan dan ketertipuan yang ada pada diri anda sehingga anda menambahnya dengan kedzoliman dan penganiayaan !" Jelas As-Surry
Kemudian sang guru sadar akan kekeliruannya dan meminta kehalalan apa yang telah dia lakukan kepada muridnya, As-Surry. Sang guru juga bertobat kepada Allah dan menuntut ilmu lagi.
Setelah beberapa waktu, Gurunya tersebut berkata, "As-Surry telah membebaskan aku dari kebodohan. ( Anba'u Nujaba'il Abna' : 146-148 ).
Kisah 9 : Bebaskan ayahmu dari neraka nak…
Kebiasaan Umar bin Abdul Aziz Rohimahulloh setelah melaksanakan sholat Isya', menemui putri-putrinya dengan memberi salam kepada mereka. Pada suatu malam, ketika beliau datang, putrid-putrinya meletakkan tangan-tangan mereka di mulut, kemudian mereka buru-buru pergi ke dekat pintu untuk menjauh dari Umar bin Abdul Aziz.
Melihat tingkah laku mereka, Umar bertanya kepada pengasuhnya, "Kenapa mereka berbuat demikian ?"
"Mereka tidak memiliki makan malam kecuali hanya kacang adas dan bawang merah sehingga mereka tidak suka kalau anda sampai mencium bau tak sedap dari mulut-mulut mereka" Jawab sang pengasuh.
Setelah mendengar hal tersebut, Umar menangis kemudian berkata kepada mereka, "Wahai putri-putriku, jika kalian bisa makan dengan berbagai macam menu makanan, maka itu tidak akan memberi manfaat kepada kalian bila dengan hal tersebut ayah kalian di perintahkan untuk masuk neraka."
Merekapun menangis hingga suara mereka meninggi. Kemudian Umar pergi meninggalkan mereka. ( Siyaru A'lamin Nubala' : 1/54 )
Kisah 10 : Anakku, ingatlah si empunya roti
Ketika Abu Musya Al-Asy'ari ingin meninggal dunia, beliau memanggil putra-putranya seraya berkisah kepada mereka, "Wahai putra-putraku, Ingatlah selalu kisah si empunya roti."
Beliau melanjutkan, "Dahulu, dari kalangan bani isro'il terdapat seorang laki-laki yang beribadah kepada Allah di sinagog selama 70 tahun. Lalu syetan berusaha menggodanya dengan menjelma menjadi seorang perempuan yang rupawan nan cantik jelita.
Lelaki tersebut tinggal bersama perempuan ini selama 7 malam secara tidak halal. Setelah itu, aibnya tersingkap. Lalu dia pergi meninggalkan perkampungannya untuk bertaubat kepada Allah.
Setiap menginjakkan satu langkah kaki, dia selalu sholat dan sujud. Hingga datangnya malam membuatnya menginap di sebuah gubuk yang dihuni oleh 12 orang-orang miskin.
Dia langsung menyelusup di antara dua orang miskin. Dan kebetulan pada waktu malam hari, seorang rahib membawa dan memberikan 12 roti sesuai dengan jumlah orang-orang miskin yang bertempat tinggal di sana.
Rohib tersebut membagi satu persatu hingga roti tersebut habis. Namun ada satu orang miskin yang datang terlambat, dia tidak mendapat roti. Lalu bertanya kepada rohib, "Mengapa kamu tidak memberikan roti kepadaku ?"
Sang rohib menjawab, "Apakah kamu melihat aku masih membawa dan menahannya darimu ? Tanyakan kepada mereka, apakah ada di antara mereka yang aku beri dua roti ?"
"Tidak." Jawab mereka secara serempak.
Rohib berkata lagi, "Apakah kamu melihatku menahannya darimu. Demi Allah, aku tidak akan memberimu apa-apa malam ini."
Kemudian ahlul ibadah yang sejak tadi mendengar percakapan mereka berdua, langsung memberikan rotinya kepada lelaki yang tidak mendapat rotinya. Ketika hari memasuki waktu pagi, ternyata ahlul ibadah yang bertaubat tersebut meninggal dunia.
Abu Musa Al-Asy'ari melanjutkan kisahnya, "Lalu ibadah yang dia kerjakan selama 70 puluh tahun di timbang dengan dosa yang dia lakukan selama 7 malam. Ternyata, dosa yang dia kerjakan selama 7 malam lebih berat dari pada ibadahnya selama 70 tahun. Kemudian roti yang dia berikan kepada orang miskin ditimbang dengan dosanya selama 7 malam. Ajaibnya, pahala roti yang dia berikan lebih berat timbangannya dari pada dosa yang dia lakukan selama 7 malam."
Setelah selesai berkisah, Abu Musa menasehati putra-putranya, "Wahai putra-putraku, Ingatlah selalu kisah si empunya roti…( Shifatus Shofwah : 1/ 561-562 -dengan sedikit perubahan.)
Kisah 11 : Kebahagiaan tidak terkira
Pada suatu hari Ma'ruf Al-Kurkhy –abid Baghdad yang wafat pada 200 H- duduk di tepian sungai dajlah yang terletak di kota Baghdad sambil berbincang-bincang dengan para sahabatnya, tiba-tiba ada sebagian pemuda yang melewati mereka dengan mengendarai sampan sembari mendendangkan alat-alat musik dan meminum khomer.
Para sahabat Ma'ruf berkata kepada beliau, "Tidakkah kamu melihat, mereka berada di sungai ini untuk bermaksiat kepada Allah, maka berdo'alah untuk kebinasaan mereka.”
Ma'ruf Al-Kurkhy pun mengangkat tangannya ke langit dan berdo'a, "Ya Allah, ya Tuhanku…., aku memohon kepada-Mu agar Engkau memberikan kebahagiaan kepada mereka di jannah sebagaimana Engkau memberikan kebahagiaan kepada mereka di dunia."
Para sahabatnya mencela Ma'ruf dengan berkata, "Kami hanya menginginkan agar anda mendo'akan kecelakaan buat mereka bukan malah mendo'akan kebaikan untuk mereka."
"Jika Allah memberikan kebahagiaan mereka di akherat, Allah akan memberi pintu taubat bagi mereka ketika di dunia. Dan hal itu tidak memberikan mudhorot bagi kalian." Jawab Ma’ruf. ( Shifatus Shofwah : 2/321 )
Kisah 12 : Doa ayah untuk anaknya
Di riwayatkan bahwa Fudhoil bin Iyadh, abidul Haramain, pernah mendo'akan untuk kebaikan putranya, Ali dengan do'a, "Ya Allah, sesungguhnya aku telah bersungguh-sungguh untuk mendidik putraku, Ali namun aku tidak mampu untuk mendidiknya maka didiklah dia untukku, ya Allah."
Allah pun mengabulkan do'a beliau sehingga putra beliau, Ali menjadi ahli ibadah, zuhud, waro' dan bertaqwa. ( Siyaru A'lamin Nubala' : 8/445 dan Hilyatul Auliya' : 8/299 )
Kisah 13 : Menghargai Hadits Nabi.
Seorang pakar hadits yang terkenal zuhud, Ibrohim bin Adham berkata, “Ayah pernah berkata kepadaku, “Wahai putraku, carilah hadits Nabawi. Setiap hadits yang kamu dengar dan kamu hafalkan akan aku ganti dengan satu dirham." Lalu aku mencari hadits karena perintah ini… ( Lihat, Syarofu Ashabil Hadits, halaman : 10 )
Dikisahkan juga bahwa di kota Baghdad ada seorang pakar hadits, Amir bin Ashim yang hidup pada masa Abad 2 hijriyah. Beliau menceritakan pengalamannya dalam memburu hadits Nabi dengan berkata, “Ayahku akan membayar 100.000 dirham dan akan membelikan satu binatang tunggangan yang senilai dengan 1000 dirham kepadaku.”
Ayahku juga pernah berkata, “Pergilah memburu hadits Nabi hingga aku tidak melihat wajahmu kecuali engkau kembali dengan membawa 100.000 hadits Nabawi yang mulia.”
Ali bin Ashim melanjutkan kisahnya, “Aku pun melalang buana untuk mencari hadits Nabi hingga aku kembali dengan membawa 100.000 hadits untuk ayahku. (Al-Muntadzom : 10/103, Tarikhu Baghdad : 11/447 dan Al-Ansab : 4/473 )
.
Kisah 14 : Anakku, Hati-hatilah dengan Doa Orang yang Terdzalimi
Dahulu, Yahya Al-Barmaki adalah seorang menteri yang memiliki kekuasaan dan kekuatan di masa Kholifah Harun Ar-Rosyid. Kemudian kondisinya berubah, beliau dan putra-putranya masuk ke dalam penjara. Di kisahkan bahwa putra Yahya berkata kepada ayah dan orang yang berada dalam penjara dalam keadaan di borgol, “Wahai Ayah, setelah berkuasa memerintah dan melarang serta berkuasa dalam memegang harta, kita menjadi seperti ini…?"
Sang ayah, Yahya menjawab dengan bijak, “Wahai putraku, do’a orang terdzolimi yang bersembunyi di kegelapan malam lah yang membuat kita demikian. Kita mungkin lupa dengan do’a mereka namun Allah tidak akan pernah lalai akan do’a-do’a mereka. ( Siyaru A’lamin Nubala’ : 9/60-61 ) .
Kisah 15 : Apa Cita-citamu ?
Pada suatu hari, Umar bin Khottob رضي الله عنه berkata kepada orang-orang yang berada di sekitar beliau, “Ungkapkanlah harapan-harapan dan cita-cita kalian !”
Sebagian dari mereka berkata, “Saya berharap kalau seandainya rumah ini di penuhi dengan emas sehingga saya bisa menginfakkannya di jalan Allah.”
Umar رضي الله عنه berkata lagi, “Ungkapkanlah harapan-harapan dan cita-cita kalian !”
Lalu seorang laki-laki yang lain berkata dengan mantap, “Saya berharap kalau rumah ini penuh dengan intan, berlian dan permata, sehingga saya bisa menginfakkan dan mensedekahkannya di jalan Allah."
Sampai di sini, Umar bin Khottob رضي الله عنه berkata, “Saya berharap kalau seandainya rumah ini dipenuhi oleh para lelaki semisal Abu Ubaidah bin Jaroh, Muadz bin Jabal, Salim maula Abu Hudzaifah dan Hudzaifah bin Yaman رضي الله عنهم . ( Fadhoilus Shohabah : 2/740, Hilyatul Auliya’ : 1/102, Siyaru A’lamin Nubala’ : 1/14 dan Sifatush Sofwah : 1/367-368 )
Kisah 16 : Persiapkanlah Bekalmu, wahai anakku…
Ada orang sholih yang berkata bijak kepada putranya, “Wahai putraku, hanyasanya engkau hanyalah kumpulan hari-hari yang berbilang. Jika sebagian harimu hilang maka seluruh hidupmu juga ikut hilang. Wahai putraku, ketahuilah bahwa para penghuni kubur sedang menunggumu di antara waktu yang satu dengan waktu yang lain, maka waspadalah, jangan sampai kamu pergi menyusul mereka tanpa membawa perbekalan…”
Kisah 17 : Karena Surat Al-Fatihah Begitu Berharga….
Ketika Hammad bin Abu Hanifah menguasai surat Al-Fatihah dengan baik, Abu Hanifah memberi uang 500 dirham kepada gurunya padahal harga satu kambing pada saat itu adalah satu dirham. Sang guru menganggap bahwa apa yang di berikan oleh Abu Hanifah terlampau banyak karena dia tidak mengajari putranya kecuali hanya surat Al-Fatihah.
Maka Abu Hanifah berkata, “Janganlah kamu menganggap remeh perihal apa yang telah engkau ajarkan kepada putraku. Kalau seandainya kami memiliki dirham yang lebih banyak dari yang kami berikan niscaya kami akan memberikannya kepadamu juga demi menghormati Al-Qur’an. ( Fathu Babil ‘Inayah yang di tahqiq oleh Abdul Fattah Abu Ghuddah, Hal : 19 )
.
Jazakumullah, Ibnu Abdul Bari el-‘Afifi. Semoga bermanfaat.
Disadur dari buku Syahrun Wahid li Tarbiyati Jilin Wa’id
karya Abdulloh Muhammad Abdul Mu'thi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar