09 September 2009

Soraya Abdullah Balvas, Mendapat Hidayah Setelah Masuk Pesantren

Sebagai manusia, hal yang sangat wajar mendambahkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Bagi artis Soraya Abdullah Balvas (29 th), konsep ini pun berlaku untuknya. Meski hidupnya penuh dengan glamor, tetapi ketika dirinya sadar telah berumah tangga, ia pun berusaha untuk menjadi istri yang salehah. Tetapi, takdir Tuhan ternyata berkata lain. Di tengah jalan, rumah tangga yang berusaha dipertahankannya tiba-tiba diterjang badai dan tidak bisa diselamatkan lagi.


Soraya pun berduka. Ternyata “hal terpahit dalam hidupnya” itu bukan saja fenomena lumrah yang dilihatnya dalam adegan-adegan sinetron di televisi, tapi drama kehidupan yang nyata dijalaninya.

Hari demi hari ia merasakan “bumi” ini seperti hendak menghimpitnya. Sangat sesak sekali. Apalagi, ada “anak semata wayang” yang harus dihidupinya. Bagaimana ia bisa keluar dari ujian Tuhan yang sangat berat ini? Siapa saja sosok yang paling berperan di belakangnya?


Ditemui habis mengikuti pengajian di rumah Rina Umar, anak dari Umar Wirahadikusumah (almarhum), mantan Wakil Presiden RI, pada Selasa, 26 Juni 2007, jam 12.00 WIB, Soraya pun bertutur terus terang kepada Hidayah mengenai kisah hidupnya yang sempat terpuruk akibat perceraian, kemudian bisa bangkit setelah “hidayah” Tuhan datang melalui sebuah pesantren, tempat dirinya berlabuh dari segala duka yang menghimpitnya.

Masuk Pesantren

Sebagai seorang artis, sosok Soraya Abdullah terbilang cukup sukses. Berbagai peran sinetron dibintanginya dan menuai sukses di pasaran seperti Teman Ajaib, Bajaj, Kehormatan, Hidayah, dan Misteri Ilahi. Sebagai presenter pun pernah ia lakoni di Hello Selebriti.


Layaknya seorang artis, Soraya pun menjalani hari-hari hidupnya penuh dengan glamor. Bersenang-senang dan gaya hidup metropolis dilakoninya, meski tidak sampai terjerembab ke dalam pesta narkoba atau minuman keras. “Popularitas di sebelah kanan dan duit di sebelah kiri,” ujar Soraya menggambarkan kejayaannya sebagai seorang artis kala itu.

Imbas gaya hidup dan ketenaran yang ia raih, agama pun mulai ditinggalkan. Shalat lima waktu mulai bolong-bolong dikerjakan. Ia menyadari konsekuensi dirinya sebagai seorang artis, yang sangat padat dengan jadwal shoting dan kegiatan. Jika sedang shoting dan datang waktu shalat, ia sering lalai menunaikannya. Begitu juga ketika ia sedang berada di mal untuk melampiaskan ambisi “anak mudanya”, sampai melupakan shalat.


“Saya shalat di rumah saja. Jika saya pergi ke mal habis Dzuhur misalnya, lalu pulang habis Isya. Otomatis saya tidak shalat Ashar dan Maghrib di luar. Di rumah saya hanya mengerjakan shalat Isya,” aku Soraya. Baginya, ibadah shalat belum menjadi keharusan saat itu. Jika ada waktu saja, shalat itu mau dikerjakan.

Padahal, jika saja saat itu ia mau mendengarkan saran sang pacar, mungkin kisahnya akan lain. “Saat itu saya punya pacar dengan pria yang sangat mengerti agama. Ia tidak mau pacaran, maunya langsung kawin saja. Sebab, di matanya pacaran tidak baik imbasnya,” ujar Soraya.
Tetapi, ajakan sang pacar ditolaknya. Bahkan, Soraya kemudian memutuskan hubungan tanpa sebab yang jelas. Laki-laki itu digantungnya. Sms-smsnya tidak dijawab oleh Soraya. Saat itu “gengsi selebritisnya” masih sangat tinggi.


“Saat itu usia saya masih 20-an, masih senang-senangnya hura-hura. Apalagi, popularistas saya semakin meningkat. Berbagai sinetron terus-menerus saya bintangi dan duit pun seperti dalam genggaman,” tutur Soraya.

Putus dari pacar, Soraya pun semakin larut dalam dunianya. Ia pun merasakan dunia seolah dalam genggamannya. Segala cita-cita yang diimpikan sejak kecil seperti telah ia raih. Apalagi, beberapa saat kemudian ia menemukan tambatan hatinya yang tidak akan mengusik-usik karirnya sebagai seorang artis, tidak sepeti pacar sebelumnya.


Ketika tambatan hati itu melamar Soraya, ia pun tak kuasa menolaknya. Mereka pun menikah. Setahun setelah pernikahan, mereka dikaruniai anak. lengkap sudah kebahagian Soraya. Karir cemerlang, duit banyak dan keluarga bahagia.

Tapi, kebahagiaan Soraya merajut rumah tangga ternyata hanya berlangsung 2,5 tahun. Kelahiran sang baby, ternyata tak membuat hubungan Soraya dengan sang suami semanis gula. Setelah usia sang baby memasuki dua bulan, justru pernikahan Soraya yang didambakan itu menuai kehancuran.


“Tanpa sebab yang jelas tiba-tiba suami menceraikanku,” jujur Soraya.

Berbagai upaya dilakukan Soraya agar pernikahannya tidak pupus di tengah jalan. Apalagi, bila ia melihat sang baby masih berusia dua bulan. Tapi, keputusan mutlak sang suami untuk berpisah tidak bisa dielakkan lagi. Laki-laki itu dengan tegas mengatakan akan berpisah dengan Soraya.


Hati Soraya hancur berkeping-keping, bagai daging diiris-iris pisau. Dadanya bergolak keras seperti air mendidih. Ia tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Sang arjuna telah mengkhianati perkawinan suci yang sejak awal menjadi komitmen mereka untuk dipertahankan. “Saya tidak tahu apa yang menyebabkan ia menceraikanku,” ujar Soraya masih tidak percaya.

Sejak bercerai setiap hari Soraya lakoni hidupnya seperti suasana di malam hari, sangat gelap dan sunyi. Ia merasakan seolah bumi telah menelannya dan langit seperti mau jatuh lalu menghimpitnya. Dadanya sesak sekali. “Aku hanya bisa menangis dan menangis,” ujarnya.


Padahal, sebagai seorang istri, Soraya merasa dirinya telah menjalani kewajibannya. Hak-hak suami telah dipenuhinya dengan baik. Lalu apa yang didapatkan dari semuanya ini? Inikah balasannya?


Soraya terus memikirkan gagalnya pernikahan yang telah dirajutnya dengan baik. Ia masih tidak percaya atas apa yang terjadi di depannya. Kenapa suami begitu tega menceraikannya?
Imbasnya, Soraya menjadi wanita pemurung. Ia menjadi tidak bergairah dan bersemangat lagi.


“Satu bulan kondisi saya dalam keadaan tidak stabil. Diajak bicara tidak nyambung. Pikiran saya seperti blank (kosong). Tidak bisa konsentrasi,” ujar anak ke 3 dari 4 bersaudara dari pasangan Abdullah Saleh Balvas dan Sallymah ini.

Melihat keadaan Soraya yang demikian memprihatinkan, keluarga bertindak cepat. “Hal ini tidak boleh dibiarkan. Ia tidak boleh dibawa ke psikiater. Ia harus dipesantrenkan,” tiru Soraya atas ucapan keluarganya kala itu.


Soraya lalu dibawa ke Pesantren Al-Ihya di Ciomas, Bogor pimpinan KH. M. Husni Thamrin. Saat itu menjelang bulan Ramadhan 2004. “Hari-hari pertama di pesantren, saya masih belum bergairah. Pikiran saya masih suka blank. Berat badan pun turun 20 kg,” ujar Soraya.

Tetapi, di tengah ketidakstabilan emosi dan pikiran Soraya saat itu, ia masih memiliki “setitik” kesadaran untuk bisa melihat dan berpikir. “Meski masih stress, setiap hari saya selalu mendengar bacaan al-Qur’an di sini,” ujarnya.


Seminggu di pesantren, hati Soraya semakin tenang. Kondisinya mulai stabil. “Sebab setiap saat para ustadz dan ustadzah di sini selalu membimbing saya. Saya tidak bisa dibiarkan sendirian. Setiap satu jam selalu saja ada ustadz dan ustadzah yang menemani saya,” ujar Soraya.

Pada saat itulah, para ustadz dan ustadzah tersebut selalu memberikan motivasi pada Soraya. Ia juga diberikan pendidikan agama seperti tentang al-Qur’an, hadits, fikih, tauhid dan sebagainya. “Saking stressnya saya hampir lupa bacaan al-Fatihah,” aku Soraya.


Setelah seminggu berlalu, kondisi emosi dan kejiwaan Soraya pun benar-benar mulai tenang. Ia mulai belajar al-Qur’an lagi dari titik nol. “Saya mulai belajar ta’awudz dan basmalah lagi,” ujarnya. Ia juga mulai rajin menunaikan shalat malam setiap hari. “Saya juga mulai berjilbab. Sebab, di sini seluruh santri putri pakai jilbab. Saya melihat mereka kok anggun sekali. Saya lalu tertarik untuk mencobanya, ternyata sangat nyaman sekali,” ujarnya.

Niat sebentar di pesantren, akhirnya tidak jadi. Soraya justru semakin betah di pesantren. Ramadhan pun dihabiskan di pesantren. “Selama 40 hari saya di pesantren. Sebelum saya memastikan tinggal lama di pesantren saya telpon keluarga saya di rumah agar membatalkan semua kontrak saya dengan para Production House (PH). Rupanya mereka mengerti. Setiap sinetron yang melibatkan adegan saya pun akhirnya ditiadakan,” ujar Soraya.


Setelah 40 hari di pesantren Soraya pamitan pada pak kiayi, para ustadz dan ustadzah di sana, dalam kondisi yang sudah benar-benar stabil. Kini, ia pun mulai menatap masa depannya lebih cerah lagi. Dengan penampilan baru yakni berjilbab, ia pun mulai merengkuh kembali dunia selebritis yang sempat ditinggalkannya selama di pesantren.

Ujian Berjilbab

Keluar dari pesantren, Soraya mendatangi kembali PH yang pernah mengontraknya. Ia pun ditawari kembali. “Tetapi, saya diharuskan membuka jilbab. Saya akhirnya terpaksa melakukannya,” ujar Soraya.


Demi mendapatkan penghasilan, Soraya terpaksa membuka jilbab saat shoting. Tetapi, selesai shoting ia kembali mengenakan jilbabnya. “Tapi, saya merasa kok orang-orang sedang menelanjangi saya,” ucap Soraya.

Di tengah hiruk pikuk para kru sinetron saat shoting, Soraya merasa mereka telah menelanjangi dirinya karena tidak berjilbab. Ia malu pada seluruh orang di Indonesia. Hati kecilnya tidak terima atas keharusan dirinya untuk membuka jilbab. Karena itu ketika kontrak selesai dan mau diperpanjang lagi, Soraya pun berkata pada para produser, termasuk kepada Ilham Bintang, Manoj Punjabi dan Shanker,


“Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak yang telah memperpanjang kontrak saya lagi. Tapi, sekarang saya sudah berjilbab. Mohon maaf lahir dan batin, mungkinkah adegan nanti saya memakai jilbab. Kalau Bapak bisa mempertimbangkannya, saya ucapkan terima kasih sekali. Tapi, kalau tidak bisa, saya akan mundur.”

Ternyata tawaran Soraya ditolak oleh para produser. Ia pun meminta mundur dari kontrak itu. Soraya lalu mencari PH-PH lain yang mau mengontraknya dalam beberapa adegan sinetron yang digarap mereka. Tetapi syarat yang diajukan Soraya untuk berjilbab ternyata dirasa berat. Soraya pun tidak pernah mendapatkan kontrak sinetron lagi selama beberapa bulan.


“Selama 3-4 bulan saya menganggur. Saya ke sana kemari mencari pekerjaan. Tetapi, satu pun tidak ada yang menerima saya dalam keadaan berjilbab,” ujar Soraya.

Tabungan Soraya pun makin lama semakin ludes. Puncaknya, ia hanya punya uang sepuluh ribu rupiah. “Saya sampai bilang pada empat pembantu saya. Kebetulan sejak saya bercerai, keempat pembantu saya ikut saya semua. Saya katakan pada mereka saat itu, jika kalian ikut sama saya, saya tidak ada uang untuk menggaji kalian. Tetapi, mereka bilang tidak apa-apa,” ujar Soraya.


Bagi Soraya keadaan seperti ini merupakan ujian terberat baginya ketika pertama kali mengenakan jilbab. “Saya merasa Tuhan sedang menguji saya, apakah saya bisa tahan dengan kondisi seperti ini atau tidak?” ujarnya.

Selama itu Soraya hanya makan pakai lauk seadanya dan mie rebus. Bagi seorang artis seperti dirinya, keadaan seperti ini cukup memprihatinkan sekali. “Saya sampai bilang pada pembantu saya, bagaimana jika kita puasa Nabi Daud? Ternyata mereka bilang tidak apa-apa,” ujar Soraya.


Selama itu Soraya pun terpaksa puasa Nabi Daud, hari ini puasa dan besok tidak. Begitu seterusnya. Soraya sengaja tidak memberitahukan keadaan ini pada keluarganya. Ia tidak ingin keluarganya sedih ketika mendengar keadaannya yang memprihatinkan. “Mereka hanya tahu saya dapat uang gono-gini dari suami, padahal saya tidak mendapatkan apa-apa,” terang Soraya.

Selama empat bulan Soraya hidup dalam kondisi memprihatinkan. Setelah ia sabar menjalaninya, balasan Tuhan pun akhirnya datang kepadanya. “Kebetulan saat itu sinetron-sinetron religius mulai merambah televisi. Saya pun ditawari main di Hidayah, Misteri Ilahi dan sinetron-sinetron agama lainnya,” ujar Soraya.


Keadaan Soraya yang berjilbab berbuah berkah sendiri. Sinetron-sinetron yang bertema religius yang mulai merambah televisi, bahkan kemudian booming, akhirnya menggunakan peran Soraya. Ia pun mulai kebanjiran tawaran main sinetron lagi. “Saking banyaknya, saya sampai kewalahan menerimanya. Inilah mungkin balasan Tuhan atas kesabaran saya,” ujar Soraya.

“Habis Gelap Terbitlah Terang,” seperti judul buku karya RA. Kartini itu pun benar-benar terjadi pada Soraya. Kini, hidupnya mulai terang kembali setelah dirinya banyak dipakai dalam sinetron-sinetron religius.

Kini, Konsisten Berjilbab


Satu tahun setelah Soraya bercerai dengan suaminya, mantan pacarnya tujuh tahun yang lalu tiba-tiba menelponnya kembali. Dalam telpon itu, ia mengajak Soraya untuk bertemu. Mereka pun bertemu. Betapa kagetnya laki-laki itu setelah melihat Soraya sudah berjilbab. “Saya dikira habis pergi umroh karena saya berjilbab,” ujar Soraya.

Laki-laki itu begitu tersentuh melihat perubahan Soraya yang semakin religius. Panah asmara yang telah menancapnya tujuh tahun lalu, kini bertambah besar lagi setelah melihat Soraya benar-benar telah berubah. “Setelah beberapa minggu saya bertemu dengan dia, dia mengajak saya menikah. Saya tidak langsung jawab, tapi shalat istikharah dulu,” ujar Soraya.


Setelah tiga kali shalat istikharah, Soraya pun merasa yakin kalau laki-laki yang diputusnya tujuh tahun yang lalu itu adalah laki-laki yang paling pantas untuk menjadi suaminya. “Saya sudah kenal dia sebelumnya. Ia juga mau menerima saya apa adanya, yang pernah menikah dan punya anak,” ujar Soraya.

Soraya pun kemudian menikah dengan laki-laki yang benar-benar mengerti agama. Kini, Soraya dikaruniai anak lagi buah perkawinannya dengan suami yang kedua. Usia perkawinannya telah menginjak dua tahun. Rumah tangga baru dibangunnya kembali.


Lantas, apa kesibukan Mbak Aya –penggilan akrab Soraya- setelah menjadi ibu rumah tangga untuk kedua kalinya?

“Setiap hari saya hampir selalu mengikuti pengajian yang diadakan baik oleh teman-teman ataupun pejabat. Sekarang saya juga lagi kuliah di STID Al-Hikmah mengambil jurusan Komunikasi dan Penyiaran. Sebab, kata suami, saya punya bakat menjadi seorang ustadzah karena pintar ngomong,” ujar Mbak Aya.


Mbak Aya juga tidak akan merubah penampilannya untuk selalu mengenakan jilbab. “Insya Allah, saya akan selalu berjilbab sampai kiamat. Menurut agama, menutup aurat itu hukumnya wajib seperti halnya shalat,” teguhnya.

Hidup bersama suami yang mengerti agama, bukan suatu hal yang sangat sulit bagi Mbak Aya untuk tetap konsisten mengenakan jilbab. Bahkan, ia tidak saja menerapkan berjilbab untuk dirinya, kepada teman-temannya sesama artis ia juga berusaha untuk menganjurkan hal yang sama. “Saya sering berpesan kepada teman-teman untuk mengenakan jilbab. Dan saya tidak bosan-bosan untuk terus menganjurkannya,” ujar Mbak Aya.


Demikian kisah hidup Soraya yang sempat terpuruk akibat perceraian, tetapi mendapat hidayah setelah masuk pesantren. “Bagi saya, ini adalah titik balik hidup saya. Sedikit sekali orang yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk memperbaiki dirinya. Banyak perempuan-perempuan yang didepak oleh suami, tapi tidak membuat mereka sadar malah bertambah stress. Saya bersyukur, karena akibat perceraian saya kemudian diberikan hidayah oleh-Nya,” ujar Soraya penuh syukur.

Semoga kita bisa mengikuti jejaknya! Amien.

Tidak ada komentar: