27 September 2009

detik ramadhan : DI BELANDA IDUL FITRI TAK DIKENAL

-Meskipun menjadi hari raya terpopuler kedua di Belanda setelah Natal, namun orang Belanda secara umum tidak kenal apa itu Idul Fitri. Mereka lebih mengenalnya sebagai Suikerfeest (Hari Raya atau Pesta Gula).

Bagaimana itu bisa terjadi? Karena pada hari itu orang-orang muslim merayakannya dengan suguhan serba manis, begitu jawaban standar orang-orang Belanda yang ditanyai detikcom.

'Orang muslim' dalam pengertian umum masyarakat Belanda langsung terasosiasi pada warga Turki atau Marokko. Oleh sebab itu tradisi mereka juga kuat melekat sebagai citra tradisi muslim. Bahwa ada muslim Belanda asli, etnik lain, atau muslim Indonesia (termasuk generasi pertama dari Maluku) yang punya tradisi sendiri, dengan kuliner didominasi rasa gurih, nampaknya tak bisa mengubah citra itu.

Kalau pada hari Idul Fitri anda bertamu ke orang Turki atau Maroko, suguhan yang dominan memang serba manis. Di antaranya kue chorida (Maroko), lokum, halva (camilan dengan wijen, gula, madu) dan baklava (Turki). Suguhan ini biasanya dikombinasi dengan kopi atau teh dengan daun mint segar.

Orang Turki sendiri di negara asal dalam bahasa ibu mereka punya penamaan sendiri untuk Idul Fitri, yakni Seker Bayrami (seker = gula, bayrami = hari raya atau pesta). Kuat dugaan dari nama Seker Bayrami dan tradisi camilan serba manis itulah terjadi proses morfologi kata Suikerfeest di kalangan orang Belanda dan penutur bahasa Belanda.

Sebaliknya orang Indonesia di Belanda agak kurang terbiasa dengan nama Suikerfeest ini. Lidah orang Indonesia lebih nyaman menyebutnya Idul Fitri atau lebaran. Oleh sebab itu tradisi ketupat sayur, opor ayam, rendang, gulai ikan, dan sejenisnya tetap tak tergeser atau latah dengan sajian serba manis. Selama Idul Fitri ragam kuliner top Nusantara itu tetap mendominasi meja makan keluarga muslim Indonesia di Belanda.

Orang Indonesia umumnya juga lebih kritis dan kurang sreg menggunakan nama Suikerfeest. Zaman dulu gula memang simbol kemakmuran dan kesejahteraan, tetapi kini persepsi kesehatan terhadap gula justru kurang menguntungkan. Selain itu nama Suikerfeest juga dinilai dapat memunculkan bias dari makna Idul Fitri sebenarnya.

Tidak ada komentar: